NovelToon NovelToon
CEO'S Legal Wife

CEO'S Legal Wife

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:2.4k
Nilai: 5
Nama Author: salza

Leora Alinje, istri sah dari seorang CEO tampan dan konglomerat terkenal. Pernikahan yang lahir bukan dari cinta, melainkan dari perjanjian orang tua. Di awal, Leora dianggap tidak penting dan tidak diinginkan. Namun dengan ketenangannya, kecerdasannya, dan martabat yang ia jaga, Leora perlahan membuktikan bahwa ia memang pantas berdiri di samping pria itu, bukan karena perjanjian keluarga, tetapi karena dirinya sendiri.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon salza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 30

Pesawat VVIP itu mendarat mulus di Bandara Charles de Gaulle, Paris, tepat pukul tujuh malam. Cahaya kota mulai menyala, menyambut mereka dengan nuansa hangat yang kontras dengan udara dingin yang menyusup pelan saat pintu pesawat dibuka.

Leonard turun lebih dulu, sikapnya tenang seperti biasa. Ia tidak mengatakan apa-apa, hanya menoleh sebentar cukup untuk memastikan Leora ada di belakangnya. Tangannya terulur sedikit, refleks yang bahkan tidak ia sadari. Leora menangkap isyarat itu dan berjalan di sisinya, bibirnya tersenyum tipis.

Proses imigrasi berjalan cepat. Semua terasa… mulus. Terlalu mulus untuk sebuah perjalanan kerja.

Di luar bandara, mobil hitam elegan sudah menunggu. Begitu mereka masuk, kota Paris terbentang lewat jendela lampu jalan kekuningan, bangunan klasik, dan malam yang terasa romantis tanpa berusaha.

Leora menempelkan dahi ke kaca jendela.

“Paris malam hari tuh beda ya,” katanya pelan.

Lalu, dengan senyum usil khasnya, ia menoleh ke Leonard.

“Bakalan ketemu bule ganteng-ganteng nih.”

Leonard tetap menatap ke depan.

“Fokus saja.”

Leora terkekeh.

“Ih, santai dong. Kita lagi honeymoon, bukan rapat direksi.”

Leonard menghela napas pelan.

“Kamu terlalu santai.”

“Dan kamu terlalu tegang,” balas Leora cepat. “Cemburu?”

Leonard menjawab tanpa menoleh, datar.

“Tidak.”

“Jawabannya cepat banget,” Leora menyipitkan mata.

“Itu tanda defensif.”

Mobil melaju mulus. Beberapa detik berlalu sebelum Leonard kembali bicara.

“Tenang saja,” ucapnya akhirnya.

“Kamar hotel kita di lantai tujuh. Aku sudah pesan semua kamar di lantai itu.”

Leora langsung menoleh.

“Semua?”

Leonard mengangguk tipis.

“Agar tidak ada orang lain.”

Leora tersenyum lebar.

“Wah… ini terdengar bukan cuek. Ini posesif.”

“Itu pencegahan,” jawab Leonard singkat.

“Pencegahan bule ganteng?” goda Leora.

Leonard meliriknya sekilas.

“Pencegahan kamu terlalu ramah.”

Leora tertawa kecil, puas.

“Oke, aku anggap itu pengakuan sayang versi kamu.”

Mobil berhenti di depan hotel bintang lima dengan pintu kaca tinggi dan lampu kristal yang berkilau. Pelayan hotel sudah berjajar rapi. Leonard turun lebih dulu, lalu kembali mengulurkan tangan ke arah Leora kali ini lebih jelas.

Masuk ke lobi, check-in berlangsung cepat.

Satu kartu akses.

Satu lift privat.

Satu tujuan.

Lantai tujuh.

Pintu lift tertutup. Angka digital bergerak perlahan ke atas. Suasana hening, tapi tidak canggung.

Leora menyandarkan bahu ke dinding lift.

“Jadi… ini honeymoon kita ya?”

Leonard menoleh.

“Memangnya sejak kapan ini urusan kerja?”

Leora menaikkan alis.

“Dari caramu bicara tadi.”

Leonard terdiam sejenak. Lalu berkata pelan, lebih rendah dari biasanya.

“Aku hanya tidak ingin ada gangguan.”

Leora mendekat sedikit.

“Leonard… gangguan itu justru bagian dari honeymoon.”

Pintu lift terbuka. Koridor lantai tujuh sunyi, karpet tebal meredam langkah mereka. Leonard berjalan di depan, membuka pintu kamar paling ujung.

Saat pintu terbuka, pemandangan kota Paris malam hari terpampang luas dari jendela besar.

Leora masuk duluan, menatap sekeliling.

“Wow… kamu niat banget.”

Leonard menutup pintu di belakang mereka.

“Aku selalu niat.”

Leora menoleh, tersenyum lembut.

“Kelihatan.”

Leonard berdiri beberapa langkah di belakangnya, suaranya tenang namun jelas.

“Terserah.”

Leora tersenyum semakin lebar.

“Ih jangan cuek gitu dong..”

Leonard tidak membalas dengan kata-kata. Tapi langkahnya mendekat pelan, pasti, dan tanpa ragu

 

Begitu pintu kamar terbuka, aroma lembut langsung menyambut mereka. Kamar hotel itu luas, desain modern dengan sentuhan elegan dinding bernuansa emas lembut, lampu gantung kristal menjuntai indah di tengah ruangan, memantulkan cahaya hangat ke seluruh sudut.

Sebuah ranjang besar dengan seprai putih tebal dan bantal empuk berada tepat di tengah, menghadap jendela kaca besar yang memperlihatkan pemandangan Paris malam hari. Sofa kulit krem, meja marmer, minibar tersembunyi, dan lampu-lampu ambient membuat ruangan itu terasa tenang sekaligus mewah.

Leora berhenti melangkah.

Matanya langsung terkunci pada ranjang.

Tanpa aba-aba, ia melepas sepatunya begitu saja dan berlari kecil, lalu menjatuhkan tubuhnya ke atas kasur.

“Ahhh… akhirnyaaa—”

Ia berguling ke kanan dan kiri seperti anak kecil yang kelelahan.

“Perjalanan di pesawat itu PANJANG banget,” keluhnya sambil memeluk bantal.

Leonard hanya berdiri beberapa detik di dekat pintu, jasnya masih rapi. Ia menghela napas pelan.

“Kamu seperti tidak pernah naik pesawat jarak jauh,” katanya datar.

Leora mengangkat kepala, rambutnya sedikit berantakan.

“Tolong ya, aku ini manusia, bukan mesin.”

Leonard tidak menanggapi. Ia membuka kancing jas, menggantungnya dengan rapi, lalu langsung melangkah ke kamar mandi tanpa berkata apa-apa.

Suara pintu kamar mandi tertutup.

Leora mendengus kecil.

“Cueknya konsisten,” gumamnya, lalu kembali tenggelam di kasur.

Beberapa menit kemudian

Ding dong.

Leora bangkit setengah malas.

“Hm? Oh.”

Ia berjalan ke pintu dan membukanya. Di sana berdiri tiga pelayan laki-laki, mengenakan seragam hotel yang rapi. Dua di antaranya mendorong koper besar, sementara satu lainnya membawa troli berisi camilan dan minuman.

“Selamat malam, Nyonya,” ujar salah satu pelayan dengan sopan.

“Kami membawakan koper Anda dan hidangan selamat datang.”

“Oh—iya, silakan masuk,” jawab Leora ramah.

Para pelayan masuk dan mulai menyusun koper di dekat lemari. Salah satu dari mereka menata camilan di meja.

“Apakah ada yang bisa kami bantu lagi, Nyonya?”

Leora menatap camilan itu dengan mata berbinar.

“Wah, ini kelihatan enak. Terima kasih ya.”

Pelayan itu tersenyum.

“Kami senang Anda menyukainya. Jika membutuhkan apa pun, silakan hubungi resepsionis.”

Leora mengangguk.

“Oh iya, lampu gantungnya cantik sekali. Ini model baru ya?”

“Betul, Nyonya. Desain khusus lantai tujuh.”

Leora tersenyum kagum.

“Pantesan nyaman banget.”

Saat percakapan ringan itu berlangsung

Pintu kamar mandi terbuka.

Leonard keluar dengan kemeja putih lengan panjang, rambutnya masih sedikit basah. Pandangannya langsung tertuju pada tiga pelayan yang berdiri cukup dekat dengan Leora.

Alisnya nyaris tak bergerak.

Ia berdeham pelan, tapi tegas.

“Hm hm.”

Semua mata langsung tertuju padanya.

Leonard melanjutkan dengan nada dingin dan formal,

“Sebaiknya kalian lanjutkan pekerjaan kalian yang lain.”

Para pelayan langsung menunduk sopan.

“Baik, Tuan.”

Tanpa banyak bicara, mereka segera meninggalkan kamar. Pintu tertutup kembali, meninggalkan keheningan.

Leora menoleh ke Leonard, alisnya terangkat.

“…Itu tadi apa?”

Leonard berjalan ke arah koper, mulai mendorongnya ke dekat lemari.

“Efisiensi.”

“Efisiensi apa?”

“Mengakhiri obrolan yang tidak perlu.”

Leora menyilangkan tangan di dada.

“Aku cuma bilang terima kasih dan nanya lampu.”

Leonard membuka koper besar dan mulai menyusunnya dengan rapi.

“Mereka pelayan.”

“Dan aku tamu hotel,” balas Leora cepat.

“Boleh dong ramah.”

Leonard berhenti sejenak, lalu menoleh.

“Kamu terlalu ramah.”

Leora mendengus.

“Ya ampun, Leonard. Masa ngobrol dua menit aja dianggap berlebihan?”

Leonard kembali bekerja, nada suaranya tetap tenang tapi tegas.

“Aku tidak suka orang asing terlalu lama di kamar.”

Leora mendekat.

“Atau kamu nggak suka aku ngobrol sama cowok lain?”

Leonard tidak menjawab langsung. Ia menutup koper, lalu berjalan ke pintu dan menguncinya.

Klik.

“Kita di sini berdua,” katanya singkat.

“Itu cukup.”

Leora terdiam sesaat… lalu tersenyum miring.

“Jadi itu cemburu.”

“Bukan,” jawab Leonard cepat.

“Itu batas.”

Leora tertawa kecil.

“Batas versi kamu tuh ketat banget.”

Leonard menatapnya lurus.

“Karena kamu istriku.”

Kalimat itu jatuh begitu saja tanpa emosi berlebihan, tanpa nada manis. Tapi justru membuat Leora terdiam beberapa detik.

“…Oke,” ucapnya pelan.

“Kalau gitu aku nurut.”

Leonard kembali membuka lemari.

“Bagus.”

Leora berjalan ke arah kasur lagi, menjatuhkan diri dengan puas.

“Paris, kamar mewah, suami cuek tapi posesif…”

Ia menoleh ke arah Leonard.

“Honeymoon kita menarik juga.”

1
pamelaaa
bagus
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!