"Haiii, Ganteng. Lagi joging, ya?" sapa Agatha setelah berada di depan Elvano. Kepalanya mendongak karena perbedaan tinggi mereka. Senyuman lebar tersungging di bibir manisnya.
Elvano berdecak malas, "Menurut, lo? Udah tahu, masih aja nanya."
Selain dingin dan tidak pandai berekspresi, mulut Elvano juga sedikit tajam. Membuat siapa pun yang mendengar ucapannya merasa sakit hati.
"Galak banget," cibir Agatha.
***
Ketika secercah cahaya datang menghangatkan hati yang telah lama membeku. Akankah mereka dapat bersatu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kacang Kulit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 32 - Orang Ketiga
Pagi ini terasa berbeda bagi Elvano. Pukul enam pagi, dia sudah berdiri di depan gerbang rumah Agatha. Pemuda itu sangat bersemangat, apa lagi alasannya jika bukan Agatha. Elvano tidak pernah menyangka akan menyukai seorang gadis, apalagi gadis seperti Agatha. Dia tidak pernah membayangkan akan ada seseorang yang berhasil memasuki hatinya.
Elvano segera mengambil ponselnya ketika melihat pintu rumah Agatha yang masih tertutup. Entah dia yang datang terlalu pagi atau Agatha yang masih belum bangun.
Keluar, aku di depan.
Di sisi lain, Agatha yang baru selesai mandi sedang merapikan rambutnya yang panjang. Seragam sekolah sudah menempel di tubuhnya.
Suara getaran ponsel membuatnya menghentikan kegiatannya. Matanya menatap ponsel yang menyala di atas meja. Agatha berjalan menuju meja belajarnya. Seketika matanya melotot tak percaya ketika melihat notifikasi pesan dari Elvano.
Agatha tidak percaya Elvano mau mengirim pesan terlebih dahulu padanya. Padahal biasanya pemuda itu sangat jarang membalas pesannya. Lebih sering mengabaikan pesan darinya.
Agatha menggigit bibir bawahnya menahan senyum. Ingin rasanya dia berteriak sekencang mungkin, tetapi itu tidak mungkin terjadi atau Keenan akan memarahinya.
Ketika membaca pesan dari Elvano, dahi Agatha mengernyit heran. Sejenak dia mengecek jam di ponselnya. Masih pukul enam. Masih sangat pagi untuk berangkat ke sekolah. Apakah Elvano memang serajin itu?
Agatha berjalan cepat menuruni tangga, setelah membuka gerbang rumahnya, Agatha mendapati Elvano berdiri bersandar pada motornya. Terlihat sangat tampan di mata Agatha.
"Hai," sapa Agatha sembari tersenyum. Gadis itu berjalan mendekati Elvano. Pemuda itu hanya tersenyum tipis untuk menjawab sapaan Agatha. Hatinya menghangat ketika melihat kembali senyuman Agatha.
Dalam hati Agatha menggerutu. Ternyata Elvano tetaplah Elvano yang dingin dan cuek.
"Ngapain?" tanya Agatha, meski sebenarnya dia tahu maksud kedatangan Elvano, tetapi Agatha hanya ingin mendengarnya langsung dari mulut Elvano.
"Jemput kamu," jawab Elvano singkat sembari menegakkan tubuhnya. Matanya menatap intens gadis cantik yang berdiri di depannya.
Jantung Agatha berdebar sangat kencang. Ini akan menjadi pertama kalinya mereka berangkat sekolah bersama. Rasanya menyenangkan, dan tentu saja mendebarkan. Agatha tidak berhenti merutuk dalam hati karena jantungnya yang tidak bisa tenang.
"Mau berangkat sekarang?" tanya Agatha. Gadis itu belum sarapan tetapi tidak masalah. Agatha tidak akan menolak berangkat bersama Elvano meski harus menahan lapar sepanjang jam pelajaran.
"Iya." Elvano menyelipkan rambut Agatha--yang tertiup angin--ke telinganya. Membuat rona merah muncul di pipi Agatha yang putih.
"Bentar, aku ambil tas," ujar Agatha tergesa, kemudian berlari memasuki rumahnya untuk mengambil tas. Sebelum berangkat, gadis itu menyempatkan diri untuk berpamitan dengan Keenan yang sedang sarapan. Abangnya itu menggerutu karena Agatha melewatkan sarapannya. Meskipun begitu, Keenan bisa melihat pancaran kebahagiaan di mata Agatha pagi ini.
...***...
Suasana di sekolah masih sangat sepi ketika Elvano dan Agatha sampai. Hanya ada beberapa murid saja yang terlihat. Agatha turun dari motor sembari berpegangan pada pundak Elvano. Gadis itu terlihat kesulitan saat ingin membuka pengait pada helmnya. Dengan sigap, Elvano membantu membukakan helm yang di pakai oleh Agatha.
Selama beberapa detik pandangan mereka bertemu. Jantung Agatha yang semula tenang kini kembali heboh. Tatapan Elvano yang intens membuatnya merasa malu. Mengapa Elvano suka sekali menatapnya seperti itu?
Elvano meraih tangan Agatha dan menggenggamnya dengan erat. Pemuda itu membawa Agatha menuju kantin karena tahu gadis itu tidak sempat sarapan.
"Ke kantin?" tanya Agatha ketika menyadari mereka berjalan menuju arah kantin.
"Kamu belum sarapan, kan? Maaf, tadi jemputnya terlalu pagi," ujar Elvano lembut. Hati Agatha menghangat mendapat perhatian dari Elvano. Rasanya dia ingin menangis karena terlalu bahagia.
"Gak papa, kamu juga belum sarapan, kan?" tanya Agatha.
"Hm." Elvano hanya berdehem menjawab pertanyaan Agatha.
"Kenapa tadi jemput gak bilang dulu?"
"Gak boleh?" Elvano menaikkan alisnya sembari menatap Agatha lembut--tatapan yang Agatha sukai.
Agatha menggigit bibir bawahnya gugup.
"Boleh kok, boleh banget malah," ujar Agatha dengan semangat. Bibirnya tersenyum lebar, terlihat sangat manis di mata Elvano. Pemuda itu mengacak-acak rambut Agatha pelan, membuat Agatha cemberut karena rambutnya yang berantakan.
Elvano tersenyum tipis sembari membantu merapikan rambut Agatha kembali.
"Agatha."
Suara panggilan seseorang membuat keduanya menoleh untuk menghentikan langkah. Wajah Elvano berubah datar, matanya menatap tajam ke arah Sandi yang berjalan mendekati mereka. Genggaman tangannya pada Agatha mengerat.
"Hai, Kak," sapa Agatha dengan senyum ketika Sandi telah berada di depannya.
"Ada apa?" lanjut Agatha.
Pandangan Sandi tertuju pada tangan Agatha dan Elvano yang saling menggenggam, seolah mengatakan pada dunia bahwa mereka terikat. Rasanya Sandi ingin berteriak memaki Elvano tetapi dia tidak memiliki hak. Sebisa mungkin Sandi mencoba menahannya dengan senyuman.
"Lo ada waktu gak pulang sekolah nanti?" tanya Sandi sembari tetap tersenyum, mengabaikan tatapan tajam Elvano yang sangat dia sadari sedang menahan rasa cemburu.
"Agatha sibuk."
Sandi mengernyitkan keningnya heran ketika mendengar Elvano yang menjawabnya. Agatha sontak menoleh ke arah Elvano.
"Gue nanya Agatha, bukan lo." Luntur sudah sikap ramah Sandi. Pemuda itu menatap dingin pada Elvano.
"Gue bilang Agatha sibuk, lo tuli?" ujar Elvano tajam. Dia tidak suka ada laki-laki lain yang mendekati Agatha.
Agatha mengusap lengan Elvano dengan sebelah tangannya. Berusaha menenangkan pemuda itu. Dia tidak pernah melihat Elvano semarah ini.
"Urusannya sama lo apa? Emang lo pacarnya, hah?" geram Sandi. Dia tahu persis apa hubungan Elvano dengan Agatha. Sudah menjadi rahasia umum di sekolah ini bahwa Elvano selalu menolak Agatha.
"Kalau dia pacar gue, lo mau apa?" ujar Elvano dingin.
Sandi terdiam, sangat terkejut dengan pernyataan yang keluar dari mulut Elvano. Tatapannya beralih menatap Agatha dengan sorot bertanya. Berharap Agatha menampik perkataan Elvano. Tetapi apa yang Sandi harapkan tidak sesuai dengan kenyataan. Tangan Agatha yang memeluk lengan Elvano sudah cukup menjelaskan semuanya.
Sandi menatap Agatha dengan tatapan terluka yang tidak ditutup-tutupi.
Elvano yang muak, segera membuka suara agar Sandi berhenti menatap Agatha.
"Jadi, mulai sekarang jauh-jauh lo dari Agatha. Jangan coba-coba buat ganggu Agatha lagi," ujar Elvano dengan tatapan tajam.
"Ayo kita pergi." Elvano menuntun Agatha untuk melanjutkan langkah mereka yang sempat tertunda. Pemuda itu ingin cepat-cepat pergi dari hadapan Sandi sebelum dirinya lepas kendali dan memukul wajah Sandi.
Diam-diam Agatha tersenyum. Apa itu artinya mereka sudah resmi berpacaran? Gadis itu tidak berani menanyakannya, takut Elvano marah. Berada sedekat ini dengan pemuda itu saja sudah membuat Agatha sangat bahagia.
Sesampainya di kantin, mereka mencari tempat duduk di bangku dekat pintu.
"Mau makan apa?" tanya Elvano, bersiap untuk pergi memesan makanan.
"Nasi goreng aja," jawab Agatha.
"Oke."
Selang beberapa menit, Elvano kembali dengan membawa nampan berisi dua piring nasi goreng dan dua gelas teh panas.
"Dimakan."
Agatha tersenyum lebar, "Makasih, El. Kalau kamu kayak gini, aku jadi makin sayang." Agatha tetaplah Agatha yang tidak bisa menyembunyikan perasaannya.
Elvano berdehem sembari tersenyum tipis.
"Cepetan di makan," perintah Elvano.
"Iya, iya."
...***...
Double up, mau?
Mau nanya dong, sejauh ini cerita Cold Boy gimana? Aku tau masih banyak banget kekurangan, karena aku juga masih belajar. Jangan sungkan-sungkan untuk kasih kritik dan sarannya ya, guys. Thank you :3
Thor buat part 2nya dong, suka bnget soalnya Sma ni cs