Desa Semilir dan sekitarnya yang awalnya tenang kini berubah mencekam setelah satu persatu warganya meninggal secara misterius, yakni mereka kehabisan darah, tubuh mengering dan keriput. Tidak cukup sampai di situ, sejak kematian korban pertama, desa tersebut terus-menerus mengalami teror yang menakutkan.
Sekalipun perangkat desa setempat dan para warga telah berusaha semampu mereka untuk menghentikan peristiwa mencekam itu, korban jiwa masih saja berjatuhan dan teror terus berlanjut.
Apakah yang sebenarnya terjadi? Siapakah pelaku pembunuhannya? Apakah motifnya? Dan bagaimanakah cara menghentikan semua peristiwa menakutkan itu? Ikuti kisahnya di sini...
Ingat! Ini hanyalah karangan fiksi belaka, mohon bijak dalam berkomentar 🙏
Selamat membaca
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zia Ni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Fakta Yang Mengejutkan
"Kalau kamu tetap tidak percaya, aku akan cari perempuan yang hendak dia lecehkan, tapi aku tidak bisa bertindak sembarangan karena ini menyangkut nama baik perempuan itu," ujar Mbah Laksono.
"Lalu bagaimana dengan binatang jejadiannya, Mbah?" lanjut Pak Ratno.
"Binatang jejadian yang membunuh anakmu sejenis kelelawar yang juga menyerang di Desa Glagah dan Desa Semilir, sebaiknya kalian perlu waspada, siapa tahu binatang jejadian itu ganti menargetkan desa ini," sahut orang pintar itu sambil memberi peringatan.
"Astaghfirullah al-adziim...," anggota keluarga Heru beristighfar karena merasa cemas.
Setelah selesai urusannya di rumah Pak Ratno, Mbah Laksono gantian menerawang jasad Andro yang hasilnya sama dengan Heru dan kedua orang tua Andro juga sempat kaget karena anaknya berani melakukan pelecehan. Untuk menjaga nama baik keluarga, Pak Nurdin memohon pada Mbah Laksono agar merahasiakan perbuatan tercela anaknya.
Senyampang para warga sibuk mempersiapkan pemakaman Heru dan Andro, Mbah Laksono pergi ke tempat penemuan jasad kedua pemuda itu dan ketika laki-laki tua tersebut melewati rumah Mak Saodah, Mbah Laksono berhenti sejenak sambil berusaha menerawang rumah itu.
Tok tok tok.
Laki-laki tua tersebut mengetuk pintu rumah Mak Saodah, yang tak berapa lama dibuka oleh Ratri yang hari libur sekolah itu memang sengaja tidak ikut melayat karena moodnya sedang tidak baik sejak kejadian buruk kemarin malam.
Ketika melihat Mbah Laksono, Ratri tampak setengah cemas karena ada tamu orang asing yang perawakannya mencurigakan.
"Kamu tidak perlu takut Nduk, Mbah kesini karena ada hal penting yang ingin Mbah sampaikan terkait peristiwa kemarin malam. Kamu kan yang hendak mereka lecehkan?" ucap laki-laki itu yang membuat Ratri kaget campur takut karena dikiranya Mbah Laksono adalah manusia yang menjelma menjadi kelelawar raksasa yang dia lihat kemarin malam.
"Sepertinya kamu memang takut dengan Mbah. Baiklah, kalau begitu Mbah memperkenalkan diri dulu agar kamu tidak ketakutan seperti itu. Nama Mbah adalah Laksono, Mbah bisa dibilang dukun atau orang pintar dari dari Desa Sawo yang hari ini diundang oleh Pak Ratno dan Pak Nurdin untuk menerawang penyebab kematian anak mereka," terang laki-laki tua tersebut.
"Kamu mau kan ngobrol-ngobrol sama Mbah? Mbah janji akan merahasiakan kejadian yang menimpa kamu selain pada orang yang bersangkutan karena orang tua kedua pemuda itu juga tidak percaya jika anak mereka melecehkan kamu terutama Pak Ratno," ujar Mbah Laksono penuh harap.
"Ma_af Mbah saya tidak berani komentar apa-apa," rupanya rasa takut Ratri masih belum luruh karena dia bukan tipe orang yang mudah percaya dengan orang asing.
"Baiklah kalau kamu tidak bersedia, tapi Mbah ada pertanyaan penting untuk kamu. Kamu lihat binatang jejadian yang membunuh 2 pemuda itu?" tanya Mbah Laksono yang dijawab berupa anggukan kepala dari gadis itu dengan perasaan takut dan wajah tegang.
"Berupa kelelawar?" lanjut Mbah Laksono yang dibalas dengan anggukan kepala lagi dari Ratri.
"Ukurannya besar?" imbuh laki-laki tua tersebut yang untuk ketiga kalinya dijawab dengan anggukan kepala oleh Ratri.
"Trimakasih untuk jawabannya, Mbah turut prihatin dengan kejadian yang menimpa kamu kemarin malam. Mbah berpesan, lain kali kamu harus berhati-hati, hindarilah tempat-tempat yang sepi, kalau ingin keluar rumah waktu sore atau malam hari ajaklah anggota keluargamu yang lebih dewasa agar kalian aman," kata Mbah Laksono.
"Tapi kamu termasuk beruntung, kelelawar jadi-jadian yang menyebabkan teror di Desa Glagah dan Desa Semilir ternyata malah melindungi kamu," tambah laki-laki tua itu.
"Ya sudah, kalau begitu Mbah pamit dulu. Kamu jaga diri baik-baik ya."
Sesudah Mbah Laksono pamitan, Ratri langsung menutup pintu rumahnya lagi sementara langkah laki-laki tua tersebut terhenti sejenak karena merasakan ada aura yang lumayan kuat di sekitar rumah Mak Saodah dan dia merasa diawasi.
Sadar jika dia sedang dipantau, Mbah Laksono pun segera beranjak dari tempat tersebut dan kembali ke rumah Pak Ratno karena ada hal penting yang ingin dia sampaikan seusai pemakaman Heru dan Andro.
Mak Saodah yang baru pulang melayat dan mendengar cerita anak gadisnya merasa kaget, karena ternyata selama dia tidak ada, rumahnya didatangi oleh Mbah Laksono.
"Emak kenal dengan Mbah Laksono?" tanya Ratri.
"Emak pernah mendengar cerita tentang orang pintar itu dari tetangga, tapi kalau bertemu orangnya secara langsung, Emak belum pernah. Mbah Laksono tadi ngomong apa saja sama kamu?" timpal Mak Saodah.
"Mbah Laksono tahu jika Ratri lah yang hendak dilecehkan sama Heru dan Andro. Trus Mbah nya tadi juga tanya-tanya soal kelelawar raksasa Mak, tapi Ratri cuma berani njawab dengan anggukan kepala, tidak berani berkomentar banyak, takutnya makhluk itu masih ada di atap rumah kita," jawab gadis berumur 16 tahun itu terus terang.
"Ratri takut Mak, jangan-jangan kejadian malam kemarin menyebar ke banyak orang," tambah Ratri dengan perasaan masih cemas sejak peristiwa kemarin malam.
"Sepertinya tidak sampai seperti itu, Nduk. Lagipula kalau berita ini menyebar, keluarga Pak Ratno dan Pak Nurdin lah yang menanggung malu. Kita berdoa saja agar masalah ini tidak menyebar luas," Mak Saodah berusaha menenangkan anaknya.
"Apa desa kita bakal seperti Desa Glagah dan Desa Semilir, Mak? Kok makhluk jejadiannya sudah sampai di desa kita," ucap anak perempuan itu.
"Emak juga tidak tahu Nduk, kita berdoa saja agar desa kita dilindungi oleh Allah."
Tanpa mereka berdua sadari, Satrio mendengar percakapan mereka termasuk obrolan antara Mbah Laksono dengan Ratri. Satrio sengaja bertahan di rumah itu karena ingin tahu bagaimana kelanjutan masalah Ratri ke depannya.
Seusai memakamkan Heru dan Andro, Mbah Laksono mengajak bicara Pak Ratno dan Pak Nurdin.
"Aku sudah tahu siapa gadis yang hendak dilecehkan oleh anak kalian, bahkan aku tadi sempat ngobrol dengannya dan aku lihat gadis itu tampak ketakutan," kata laki-laki tua tersebut yang membuat kedua bapak itu kaget.
"Beneran, Mbah? Siapa gadis itu, Mbah?" tanya Pak Ratno tidak sabaran.
"Kalian tahu di dekat tempat jasad anak kalian ditemukan ada sebuah rumah yang jaraknya cukup jauh dari rumah tetangga dan ada seorang gadis yang tinggal di situ?" balas Mbah Laksono yang membuat Pak Ratno dan Pak Nurdin saling pandang sejenak lalu sepasang mata mereka melebar ketika otak mereka menemukan sebuah nama.
"Astaghfirullaah... Gadis itu Ratri, Mbah?" celetuk Pak Ratno seolah tidak percaya.
"Iya, nama gadis itu Ratri. Seorang gadis cantik yang hanya tinggal dengan Emaknya," tegas laki-laki itu.