NovelToon NovelToon
Embun Di Balik Kain Sutra

Embun Di Balik Kain Sutra

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Timur / Cinta Terlarang / Romansa pedesaan
Popularitas:563
Nilai: 5
Nama Author: S. N. Aida

Di Desa Awan Jingga—desa terpencil yang menyimpan legenda tentang “Pengikat Takdir”—tinggal seorang gadis penenun bernama Mei Lan. Ia dikenal lembut, tapi menyimpan luka masa lalu dan tekanan adat untuk segera menikah.

Suatu hari, desa kedatangan pria asing bernama Rho Jian, mantan pengawal istana yang melarikan diri dari kehidupan lamanya. Jian tinggal di rumah bekas gudang padi di dekat hutan bambu—tempat orang-orang jarang berani mendekat.

Sejak pertemuan pertama yang tidak disengaja di sungai berembun, Mei Lan dan Jian terhubung oleh rasa sunyi yang sama.
Namun kedekatan mereka dianggap tabu—terlebih karena Jian menyimpan rahasia gelap: ia membawa tanda “Pengkhianat Istana”.

Hubungan mereka berkembang dari saling menjaga… hingga saling mendambakan.
Tetapi ketika desa diguncang serangkaian kejadian misterius, masa lalu Jian kembali menghantui, dan Mei Lan harus memilih: mengikuti adat atau mengikuti hatinya yang berdegup untuk pria terlarang.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon S. N. Aida, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 31 — Luka yang Mengikat Dua Jiwa

​Mei Lan berhasil mencapai tepian Hutan Bambu setelah berlari liar, menjauhi teriakan Letnan Han dan kekacauan di desa. Ia tahu, Jian tidak akan lari terlalu jauh. Ia pasti akan menunggu di tempat persembunyian yang mereka sepakati. Namun, saat Mei Lan sampai di rumpun bambu yang tebal, ia melihat Jian. Ia tidak lagi berlari; ia terhuyung-huyung.

​Pelarian yang mendebarkan itu, menghancurkan dinding gudang padi, dan kecepatan Bayangan Singa yang ia tunjukkan, ternyata telah menguras sisa tenaga Jian yang sudah lemah. Luka-luka lamanya, terutama bekas sabetan pedang di rusuknya, terbuka lagi. Darah segar menodai pakaiannya yang robek.

​Mei Lan berlari ke arahnya. “Jian!”

​Jian ambruk ke dalam pelukan Mei Lan, beban tubuhnya yang kuat terasa seperti pohon tumbang. Wajahnya pucat, dan keringat dingin membasahi dahinya.

​“Aku… aku sudah mendapatkan waktu,” bisik Jian, suaranya lemah. “Kau… kau membuat kekacauan yang indah, Gadis Manis.”

​“Diam,” perintah Mei Lan, dengan air mata dan tekad. “Kita harus bersembunyi. Segera.”

​Dengan kekuatan yang entah datang dari mana, Mei Lan menyeret Jian menembus kerapatan bambu, mengikuti jalan setapak kecil yang hanya diketahui oleh beberapa penenun tua. Jalur itu mengarah ke gubuk tua yang pernah ia temukan saat mencari tanaman obat—gubuk kecil, tersembunyi, yang ditinggalkan oleh seorang biksu pengembara bertahun-tahun yang lalu, terletak tepat di bawah bayangan tebing bambu yang curam.

​Tempat Berlindung Rahasia

​Gubuk itu terbuat dari batu sungai dan atap jerami yang sudah usang, tetapi menawarkan perlindungan dari hujan dan mata yang ingin tahu. Mei Lan dengan hati-hati meletakkan Jian di atas tumpukan daun kering yang ia rapikan dengan kain sutra yang ia bawa.

​Saat Mei Lan melihat Jian, ia menyadari betapa buruknya kondisi pria itu. Wajahnya memerah, bukan karena gairah, tetapi karena demam yang membakar. Lukanya bernanah, dan rasa sakit dari luka-luka di punggungnya membuatnya mengigau.

​Mei Lan segera bertindak. Ia adalah seorang penenun, bukan tabib, tetapi ia tahu tanaman obat dari hutan di sekitar desa. Ia mendidihkan air di kendi tanah liat yang ia temukan di gubuk, menggunakan sedikit api dari sisa bara yang ia bawa dari rumah Yuhe.

​Ia dengan hati-hati melepas pakaian Jian. Pemandangan itu membuatnya menangis dalam hati. Tubuh Jenderal yang gagah itu kini dipenuhi bekas luka. Bukan hanya bekas luka dari pertempuran pedang, tetapi juga bekas luka melingkar yang tampak seperti bekas cambuk, dan yang paling mengerikan, punggungnya yang diselimuti parut, menandakan siksaan yang kejam dan sistematis.

​Mei Lan tidak hanya melihat luka fisik; ia melihat luka yang ditinggalkan oleh pengkhianatan.

​Dengan air mata yang menetes tanpa suara, ia membersihkan setiap luka dengan rebusan daun Suma yang antiseptik dan menenangkan. Ia mencampurkan akar Pulasari yang ia bawa dengan sedikit madu dan meminta Jian meminumnya, berharap ramuan itu bisa menurunkan demamnya.

​Mengigau di Tengah Kegelapan

​Malam tiba dengan cepat di gubuk, dan kondisi Jian memburuk. Panas tubuhnya membakar. Ia mulai mengigau, bergumam kata-kata dalam bahasa prajurit yang tidak dimengerti Mei Lan.

​“Zhen… aku tidak bermaksud meninggalkanmu…” bisik Jian, keringat membanjiri dahinya. “Gulungan itu… harus sampai ke Kaisar… Maaf, Lu Fei… Bukan aku yang mengkhianati kita…”

​Mei Lan menyadari, ia sedang mendengarkan pengakuan yang lebih dalam dan lebih menyakitkan daripada yang ia dengar di gudang padi. Jian sedang mengingat kembali pembantaian Bayangan Singa, saat ia ditinggalkan sendirian sebagai satu-satunya yang selamat. Rasa bersalah karena bertahan hidup kini menghantuinya dalam demam.

​Mei Lan menggenggam tangan Jian. Tangannya yang kuat, tangan seorang Jenderal, kini terasa rapuh dan panas.

​“Diam, Jian,” bisik Mei Lan, air matanya menetes ke tangan Jian. “Mereka tahu kau berjuang. Mereka tahu kau tidak bersalah. Tidurlah. Aku di sini. Aku tidak akan pergi.”

​Setiap nama yang disebut Jian, setiap desahan penyesalan, terasa seperti panah yang menancap di hati Mei Lan. Ia menyadari betapa sendiriannya Jian selama dua tahun terakhir. Itu bukan hanya pelarian fisik, tetapi pelarian dari bayangan teman-temannya yang ia cintai.

​Mei Lan menangis, tetapi ia menangis tanpa suara. Ia tidak ingin menambah beban kesedihan pada Jian. Ia hanya ingin menjadi jangkar yang menahan Jian di dunia nyata, menjauhkannya dari jurang masa lalu.

​Ia menyuapi Jian sedikit air madu. Ia mengganti kain kompres di dahi Jian setiap beberapa menit. Ia bekerja tanpa lelah, seorang penenun yang kini menganyam kembali jiwa yang hancur.

​Keintiman di Atas Semua Keintiman

​Menjelang tengah malam, demam Jian mencapai puncaknya. Tubuhnya menggigil karena panas.

​Mei Lan mencoba memberinya obat lagi, tetapi Jian menolaknya. Ia mengigau keras, berusaha bangkit, seolah-olah dia sedang bertarung dengan musuh yang tak terlihat.

​“Mereka datang! Aku harus melindungi gulungan itu!” raung Jian, matanya tertutup.

​Mei Lan menahannya, memeluk Jian erat-erat, menggunakan tubuhnya yang lebih kecil untuk menahan kekuatan Jenderal itu.

​“Tidak ada yang datang, Jian. Itu hanya aku. Mei Lan. Aku di sini. Kita aman.”

​Perlahan, suara Mei Lan, kelembutan sentuhannya, dan aroma minyak bunga pada rambutnya menarik Jian kembali dari igauannya. Ia tenang, tetapi tubuhnya masih menggigil hebat.

​Mei Lan tahu, ramuan dan air dingin tidak cukup. Dia ingat ajaran neneknya tentang bagaimana ibu merawat anak-anak kecil: Kehangatan tubuh adalah obat terbaik untuk demam.

​Mei Lan menatap Jian, yang kini berkeringat deras. Ia membuat keputusan yang final dan penuh pengorbanan.

​Ia melepaskan pakaiannya, hanya menyisakan pakaian dalam sutranya. Ia kemudian berbaring di samping Jian, memeluknya dari belakang, menyatukan tubuh mereka.

​Keintiman ini jauh melampaui keintiman yang mereka bagi malam sebelumnya. Malam itu, mereka adalah kekasih yang menyerah pada gairah. Malam ini, mereka adalah dua jiwa yang menyatu untuk bertahan hidup.

​Panas tubuh Mei Lan yang sehat, berlawanan dengan suhu tinggi Jian, segera memberikan kenyamanan yang luar biasa bagi Jian. Ia secara naluriah mencari sumber kehangatan itu. Jian menggenggam tangan Mei Lan yang memeluknya erat di dadanya, dan akhirnya, tubuhnya berhenti menggigil.

​Mei Lan menenggelamkan wajahnya di punggung Jian. Ia bisa merasakan setiap tulang punggungnya, setiap bekas luka yang menyayat.

​Ini adalah sumpahku, pikir Mei Lan, sambil menggenggam tangan Jian. Aku telah memilih luka-lukamu, dan aku akan menjadi perbanmu, pengobatanmu, dan selimutmu.

​Mei Lan tertidur di sampingnya, kelelahan, tetapi hatinya penuh dengan tekad baru. Ia telah menghadapi api, ancaman, dan pengkhianatan di desa, tetapi di gubuk kecil ini, dikelilingi oleh hutan bambu dan nyala lilin yang redup, ia merasakan kekuatan sejati. Kekuatan yang datang dari fakta bahwa Jian, Jenderal yang paling ditakuti dan dicari, kini sepenuhnya bergantung padanya.

​Pagi akan datang, dan dengan itu, kesadaran dan kejelasan, tetapi malam ini, Mei Lan hanyalah seorang wanita yang mencintai seorang pria yang sakit, dan ia akan melakukan segalanya untuk menyembuhkannya.

1
Rustina Mulyawati
Bagus ceritanya... 👍 Saling suport yuk!
marmota_FEBB
Ga tahan nih, thor. Endingnya bikin kecut ati 😭.
Kyoya Hibari
Endingnya puas. 🎉
Curtis
Makin ngerti hidup. 🤔
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!