Di Desa Asri yang terpencil, Fajar Baskara, seorang pemuda multitalenta ahli pengobatan tradisional, harus menyaksikan keluarganya hancur—ayahnya lumpuh karena sabotase, dan adiknya difitnah mencuri—semuanya karena kemiskinan dan hinaan. Setiap hari, ia dihina, diremehkan oleh tetangga, dosen arogan, bahkan dokter lulusan luar negeri.
Namun, Fajar memegang satu janji membara: membuktikan bahwa orang yang paling direndahkan justru bisa melangit lebih tinggi dari siapapun.
Dari sepeda tua dan modal nekat, Fajar memulai perjuangan epik melawan pengkhianatan brutal dan diskriminasi kelas. Mampukah Fajar mengubah hinaan menjadi sayap, dan membuktikan pada dunia bahwa kerendahan hati sejati adalah kekuatan terbesar untuk meraih puncak kesuksesan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dri Andri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
TRAGEDI RANI - DIFITNAH MENCURI (SANGAT EMOSIONAL
)
Jumat malam, dua hari setelah pertemuan dengan Reza. Fajar baru selesai shift di warung dan sedang dalam perjalanan pulang ke kos. Hatinya terasa ringan—kemarin ia bertemu Reza, membahas detail partnership, dan semuanya terlihat sangat menjanjikan. Untuk pertama kalinya dalam hidup, ia merasa mimpinya bukan lagi sekadar mimpi, tapi sesuatu yang nyata dan bisa diwujudkan.
Ponselnya berbunyi. Panggilan dari rumah. Dari ibu.
Fajar tersenyum. Ia angkat sambil tetap mengayuh sepedanya pelan.
"Halo, Bu. Kenapa telp—"
"JAR!!!"
Suara ibunya—teriakan histeris yang sangat mengerikan. Teriakan penuh kepanikan dan tangisan.
Fajar hampir jatuh dari sepeda. Jantungnya langsung berdegup kencang luar biasa. "I-IBU?! ADA APA?! KENAPA?!"
"RANI... Rani baru tiga hari sekolah lagi, Jar... Tiga hari... Setelah Bu Rina kasih toleransi biaya..." Suara Bu Nirmala terputus-putus, menahan tangis.
"Alhamdulillah, Bu... jadi Rani beneran nyaman kan? Syukur—"
"TAPI MEREKA JAHAT, JAR! MEREKA JAHAT!" Bu Nirmala meledak dalam tangisan. "RANI DITUDUH MENCURI DI SEKOLAH... DIKELUARKAN... RANI SEKARANG NGGAK MAU KELUAR KAMAR... NANGIS TERUS... DIA BILANG MAU BUNUH DIRI, JAR... DIA BILANG MAU BUNUH DIRI..."
Dunia Fajar seketika runtuh.
Ia berhenti di pinggir jalan. Sepedanya terjatuh begitu saja. Tubuhnya gemetar hebat. Kepalanya berputar-putar. Ia hampir tidak bisa bernapas.
"A-apa... apa maksud Ibu... Rani dituduh mencuri?" suaranya bergetar sangat hebat.
Bu Nirmala menangis semakin keras di seberang sana. "R-Rani dituduh... dituduh mencuri uang lima ratus ribu dari tas guru... Bu Lastri, guru matematikanya... Uangnya hilang saat pelajaran... Terus Bu Lastri bilang... bilang cuma Rani yang sempet deket-deket mejanya saat itu..."
"TAPI RANI NGGAK MUNGKIN MENCURI!" teriak Fajar. Tangannya mengepal sangat kuat hingga kuku-kukunya menancap ke telapak tangan, berdarah. "RANI NGGAK MUNGKIN LAKUIN ITU!"
"IBU JUGA TAHU!" teriak Bu Nirmala dengan suara penuh keputusasaan. "IBU TAHU ANAK IBU BUKAN PENCURI! TAPI... TAPI MEREKA NGGAK MAU DENGAR, JAR... Kepala sekolah langsung percaya sama Bu Lastri... Nggak ada investigasi... Nggak ada bukti... Rani langsung dikeluarkan... Di depan seluruh murid... Bu Lastri teriak-teriak bilang Rani pencuri... Murid-murid yang lain pada ngetawain Rani... Ada yang meludahi Rani, Jar... MELUDAHI ANAK IBU..."Fajar mendengar itu dan rasanya dadanya mau meledak. Ia ingin berteriak. Ingin menghancurkan sesuatu. Ingin terbang ke rumah sekarang juga dan memeluk adiknya.
"Dimana Rani sekarang?!" tanyanya dengan suara bergetar marah dan panik.
"Di kamar... Dia ngunci pintu dari dalam... Nggak mau buka... Nggak mau makan... Dari kemarin siang sampai sekarang... Dia cuma nangis terus... Ibu udah coba masuk lewat jendela tapi dikunci juga... Ayahmu udah coba ngomong dari luar tapi Rani nggak jawab... Tadi... tadi Rani sempet teriak: 'Aku mau mati aja! Mending aku mati daripada dituduh pencuri!' JAR... IBU TAKUT... IBU SANGAT TAKUT..."
Fajar tidak bisa menahan air matanya lagi. Ia menangis keras-keras di pinggir jalan yang sepi. Orang-orang yang lewat menatapnya aneh tapi ia tidak peduli.Ibu... Ibu tenang... Aku... aku akan pulang sekarang juga," kata Fajar dengan suara bergetar keras.
"TIDAK!" Bu Nirmala membentak—bentak pertama yang pernah ia lakukan pada Fajar. "TIDAK, JAR! Kamu jangan pulang! Kamu stay di sana! Kamu kuliah! Ini masalah keluarga, kita yang urus!"RANI ITU ADIK AKU!" teriak Fajar dengan suara penuh air mata. "AKU HARUS PULANG! AKU HARUS LINDUNGI DIA!"
"DENGAN APA KAMU LINDUNGI DIA?!" bentak Bu Nirmala lagi. "Dengan apa, Jar?! Kita orang miskin! Kita nggak punya kuasa! Kalau kamu pulang sekarang, kuliah kamu gimana?! Beasiswa kamu gimana?! Semua pengorbanan kita sia-sia!"
Bersambung
lama" ngeselin fajar.
kok demi hemat fajar ga bawa sepeda ke kampus?
kalaw jalan kaki bukan nya hemat malah lebih boros di waktu dan tenaga.