Bianca Aurelia, gadis semester akhir yang masih pusing-pusingnya mengerjakan skripsi, terpaksa menjadi pengantin pengganti dari kakak sepupunya yang malah kecelakaan dan berakhir koma di hari pernikahannya. Awalnya Bianca menolak keras untuk menjadi pengantin pengganti, tapi begitu paman dan bibinya menunjukkan foto dari calon pengantin prianya, Bianca langsung menyetujui untuk menikah dengan pria yang harusnya menjadi suami dari kakak sepupunya.
Tapi begitu ia melihat langsung calon suaminya, ia terkejut bukan main, ternyata calon suaminya itu buta, terlihat dari dia berjalan dengan bantuan dua pria berpakaian kantor. Bianca mematung, ia jadi bimbang dengan pernikahan yang ia setujui itu, ia ingin membatalkan semuanya, tidak ada yang menginginkan pasangan buta dihidupnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aure Vale, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kedatangan Orang Tua Kaivan
Bianca menatap kesal suaminya yang baru saja menjatuhkan cusson miliknya dari meja rias, Bianca tidak akan mempermasalahkannya jika cusson itu hanya jatuh, tapi itu sampai terbelah menjadi dua, padahal ia baru saja membelinya beberapa hati yang lalu, tapi sekarang? Suaminya yang buta malah dengan santainya meraba-raba lantai untuk mencari keberadaan benda yang sudah tergeletak di lantai.
"Aku baru saja membelinya beberapa hari yang lalu, dan kau sudah menjatuhkannya sampai rusak?"
Gerakkan Kaivan terhenti, ia mendongak menatap ke arah suara yang masuk ke dalam pendengarannya.
"Apa ini milikmu?" tanya Kaivan yang tentu saja mendapatkan tatapan maut dari Bianca.
"Kau pikir itu milik siapa? Hantu rumah ini?" tanya Bianca dengan suara yang naik beberapa oktaf.
"Maaf, saya kira itu barang yang jatuh itu milikku,"
"Sudahlah, kau hanya membuat hariku kacau," Bianca melangkah meninggalkan Kaivan.
Mendengar suara langkah semakin menjauh, Kaivan menelpon seseorang untuk meminta bantuannya membereskan kekacauan yang ia perbuat.
Belumm selesai ia berbicara, suara langkah seseorang kembali terdengar, Kaivan mengerutkan dahinya, ia pikir Bianca yang kembali karena mungkin ada barang yang tertinggal, tapi suara langkah kaki itu terdengar seperti bukan satu orang saja, terdengar seperti lebih dari dari satu orang.
"Kaivan,"
Kaivan memalingkan wajahnya dari arah suara itu terdengar, ia tahu, itu suara mamanya, pasti keluarganya datang untuk meminta penjelasan kepadanya, tepat di hari pernikahannya mama dan papanya harus terbang ke Singapore karena neneknya dari pihak ayah meninggal, oleh karena itu orang tua Kaivan sama sekali tidak terlihat di hari pernikahannya kemarin.
"Jelaskan!"
Suara langkah kaki semakin terdengar dekat dengan pendengaran Kaivan, itu suara langkah mamanya yang memakai high heels kesukannya.
"Apa yang perlu Kaivan jelasin?" tanya Kaivan mencoba menatap arah suara yang ia dengar.
"Semuanya, tentang pernikahan kamu dengan gadis asing juga kenapa pacar kamu malah kabur di hari pernikahannya,"
Kaivan mengerutkan dahinya bingung, "Tidak ada yang kabur, Della kecelakaan dan berakhir koma, lalu tante Mentari membawa seorang gadis yang merupakan keponakannya sendiri untuk aku nikahi, mereka bilang acaranya tetap harus dilaksanakan agar tidak mempermalukan keluarga kita," beritahu Kaivan yang langsung mendapatkan tamparan keras dari mamanya.
"Dan kamu percaya, Kaivan?" tanya Mentari menatap nyalang putra semata wayangnya.
Tidak ada jawaban dari Kaivan, ia hanya mengangguk kecil.
"Mama tahu kamu tidak bodoh untuk memahami situasi seperti ini, jangan mencoba membelanya, katakan yang sebenarnya!"
Mentari tentu tidak percaya begitu saja dengan ucapan putranya, ia menganal baik watak putranya, jikapun Della memang kecelakaan dan koma, Kaivan tidak akan mungkin sesantai itu menerima perintah orang tua dari Della untuk menikahi sepupu Della sendiri.
Kaivan menghela nafasnya pelan, ia sudah menebak jika mamanya tidak akan pernah percaya begitu saja tentang berita menghebohkan calon pengantin wanitanya malah kecelakaan dan berakhir koma. Orang pintar mana yang akan percaya hal seperti itu? Sepertinya tidak ada.
Akad dilakukan langsung di rumah Della, karena itu permintaan Kaivan sendiri, setelah akad selesai mereka akan langsung pergi menuju halaman belakang rumah Della yang sangat luas untuk menjadi acara resepsi. Lalu untuk apa Della keluar mengendarai mobil dan berakhir kecelakaan, itu terdengar sangat tidak masuk akal.
"Kamu sudah menduga hal ini akan terjadi kan? Lalu kenapa tidak kamu batalkan saja pernikahan itu?" tanya mamanya lagi.
Kaivan diam, bukan tidak memiliki jawaban, tapi ia rasa diam akan lebih baik daripada ia berbicara jika sengaja menerima perintah mantan calon mama mertuanya untuk menikah dengan keponakannya sendiri.
"Kaivan, kamu dengar mama, kan?" tanya Rosie menekan setiap katanya karena tidak ingin kelepasan teriak.
"Biarkan seperti ini, ma, Kaivan akan mencoba untuk mencintai istri Kaivan,"
"Tidak,"
Ettan, papa Kaivan yang hanya memperhatikan dari ambang pintu akhirnya ikut melangkah mendekati Kaivan yang masih berlutut di lantai, posisi saat Kaivan mencari barang yang ia jatuhkan tadi.
"Papa tidak setuju kamu tetap mempertahankan istrimu itu, Ceraikan!" perintah Ettan dengan suara tegasnya.
Kaivan menggeleng, "tidak akan pernah aku ceraikan Bianca pa, tidak akan pernah," balas Kaivan tidak kalau tegas dengan papanya.
"Ceraikan atau kedudukanmu di perusahaan papa jatuhkan!" ancam Ettan.
Ancaman papanya sama sekali tidak membuatnya takut, ia juga sudah menduga jika hal ini akan terjadi, papa dan mamanya tidak akan pernah merestui pernikahannya dengan Bianca. Mereka hanya menyukai Della, hanya Della satu-satunya wanita yang diterima sangat baik di keluarganya.
"Papa pikir aku semiskin apa sampai aku harus takut untuk papa jatuhkan dari posisiku di perusahaan? Sekalipun papa mencoret namaku dari daftar pewaris itu, aku tidak akan mundur dari tekadku ini," balas Kaivan dengan senyum miring di wajahnya, walaupun ia buta, ia bisa mendengar dari arah mana papanya berbicara, oleh karena itu ia berusaha menatap ke arah lawan bicaranya agar mereka tidak merasa menang karena mata dirinya yang tidak bisa melihat.
"Kamu lupa papa bisa saja membekukan tabunganmu dan semua uang di kartumu?"
"Silakan! Lakukan apapun yang papa inginkan," balas Kaivan sebelum dirinya bangkit dan melangkah keluar dari dalam kamar dengan bantuan tongkat yang selalu ia bawa kemana-mana.
"Kaivan, mama belum selesai bicara," teriak Rosie yang diabaikan Kaivan, ia tetap melangkah keluar kamar tanpa memperdulikan orang tuanya yang memaki dirinya.
Kaivan tersenyum miring, ia pikir ia tidak tahu rencana orang tuanya, mereka mencoba bermain aman agar dirinya tidak mengetahui rencana mereka, tapi lihatlah, sebersih dan seaman apapun rencana mereka, Kaivan tetap saja mengetahui semuanya.