Lanjutan dari novel Reinkarnasi Pendekar Dewa
Boqin Changing, pendekar terkuat yang pernah menguasai zamannya, memilih kembali ke masa lalu untuk menebus kegagalan dan kehancuran yang ia saksikan di kehidupan pertamanya. Berbekal ingatan masa depan, ia berhasil mengubah takdir, melindungi orang-orang yang ia cintai, dan menghancurkan ancaman besar yang seharusnya merenggut segalanya.
Namun, perubahan itu tidak menghadirkan kedamaian mutlak. Dunia yang kini ia jalani bukan lagi dunia yang ia kenal. Setiap keputusan yang ia buat melahirkan jalur sejarah baru, membuat ingatan masa lalunya tak lagi sepenuhnya dapat dipercaya. Sekutu bisa berubah, rahasia tersembunyi bermunculan, dan ancaman baru yang lebih licik mulai bergerak di balik bayang-bayang.
Kini, di dunia yang telah ia ubah dengan tangannya sendiri, Boqin Changing harus melangkah maju tanpa kepastian. Bukan lagi untuk memperbaiki masa lalu, melainkan untuk menghadapi masa depan yang belum pernah ada.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Boqin Changing, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mendapatkan Sedikit Informasi
Gang sempit itu menjadi saksi bisu interogasi yang berlangsung singkat, namun menekan. Setelah memastikan tak ada satu pun orang yang mengintip dari kejauhan, Boqin Changing berhenti. Ia berdiri dengan tangan di belakang punggung, sikapnya santai, namun tekanan tak kasatmata yang memancar dari tubuhnya membuat udara di sekitar terasa berat.
Pria itu kembali berlutut, kali ini bukan karena diperintah, melainkan karena kakinya tak lagi mampu menopang tubuhnya sendiri. Wajahnya pucat pasi, bibirnya gemetar, dan matanya sama sekali tak berani menatap ke depan.
Boqin Changing mulai mengajukan pertanyaan-pertanyaan dasar. Tentang kekuatan-kekuatan besar di dunia persilatan Kekaisaran Shang saat ini. Tentang sekte-sekte utama, kelompok bayangan, rumah dagang, dan aliansi-aliasi yang tengah naik daun. Pria itu menjawab terbata-bata pada awalnya, namun setelah menyadari bahwa setiap jawaban jujur tidak langsung berujung pada kematian, ia mulai bicara lebih lancar.
Dari mulutnya, Boqin Changing mendapatkan banyak hal umum. Gambaran besar dunia persilatan Kekaisaran Shang saat ini perlahan tersusun rapi di benaknya. Siapa yang berkuasa, siapa yang meredup, siapa yang bertahan dengan susah payah.
Ia akhirnya mengetahui bahwa pemberontakan yang terjadi empat tahun lalu telah mengubah tatanan segalanya. Banyak kelompok yang dulu biasa saja, kini justru menjadi tamu kehormatan istana. Beberapa sekte dan kelompok yang sebelumnya dekat dengan pemegang kekuasaan lama, Kaisar Shang Mu perlahan dipinggirkan. Bahkan kelompok yang berusaha bersikap netral pun tidak luput dari dampak buruknya.
Pria itu menelan ludah sebelum melanjutkan, suaranya makin pelan.
“Kelompok-kelompok yang diam-diam membantu pemberontakan… mereka semua hidup makmur sekarang,” katanya. “Istana memberi mereka hak khusus. Wilayah. Perlindungan. Bahkan izin-izin yang tidak mungkin didapat orang biasa.”
Boqin Changing mendengarkan tanpa menyela.
“Salah satu contohnya… Rumah Dagang Naga Tua,” lanjut pria itu hati-hati. “Mereka kelihatannya netral di permukaan, tapi sebenarnya mendukung pemberontakan dari balik layar. Sekarang… mereka mendapatkan banyak monopoli dagang. Jalur distribusi utama. Gudang-gudang besar di kota-kota penting. Banyak barang langka hanya bisa dibeli lewat mereka.”
Nada suara pria itu mengandung sedikit rasa iri, sedikit ketakutan.
“Secara tidak langsung,” ia menarik napas, “itu menekan kelompok dagang lain yang tidak berpihak. Contohnya Paviliun Teratai Naga… mereka yang paling terasa dampaknya. Pasokan barang mereka makin menipis. Banyak toko harus ditutup. Di beberapa kota, nama mereka hampir tak terdengar lagi.”
Mata Boqin Changing menyipit tipis. Informasi itu selaras dengan apa yang ia lihat sejak memasuki kota ini.
Namun semakin lama interogasi berlangsung, satu hal menjadi jelas. Tidak peduli seberapa dalam Boqin Changing menggali, pria itu tidak bisa memberikan jawaban yang ia cari.
“Keadaan kota ini… empat tahun lalu,” tanya Boqin Changing akhirnya. “Saat pemberontakan terjadi. Apa yang sebenarnya terjadi di sini?”
Pria itu menggeleng cepat, hampir putus asa.
“A-aku tidak tahu, Tuan Muda,” katanya jujur. “Saat itu aku berada di kota lain. Aku hanya mendengar kabar-kabar dari mulut ke mulut. Tidak pernah menginjakkan kaki di sini.”
Boqin Changing menatapnya lama. Tatapannya dingin, tajam, seolah menembus lapisan kulit dan tulang, langsung mengorek ke dalam jiwa. Pria itu merasakan seluruh rahasianya seperti terhampar tanpa perlindungan. Jantungnya berdegup kencang, seakan akan meledak.
Lalu pertanyaan terakhir dilontarkan.
“Shang Yuan,” ucap Boqin Changing pelan. “Apa kau tahu di mana dia sekarang?”
Pria itu membeku sesaat, lalu menggeleng pelan. Kali ini tidak ada kepanikan berlebihan, hanya ketidakberdayaan.
“Aku… aku tidak tahu,” katanya lirih. “Aku hanya pernah mendengar namanya. Tidak lebih.”
Beberapa detik berlalu dalam keheningan. Boqin Changing terus memandangnya, menguji kejujuran dalam setiap denyut napasnya. Akhirnya, ia menarik kesimpulan. Pria ini memang tidak tahu apa-apa lagi. Ia mundur satu langkah, lalu membalikkan badannya.
“Paman Nuo,” kata Boqin Changing dengan nada datar. “Orang ini berada di bawah kuasamu. Terserah apa yang ingin kau lakukan.”
Sha Nuo, yang sejak tadi bersandar santai di dinding gang, mengangkat alisnya. Ia melirik pria yang berlutut itu, lalu kembali menatap Boqin Changing.
“Apa jawabannya memuaskanmu?” tanyanya ringan.
Boqin Changing menjawab singkat, tanpa emosi sedikit pun.
“Tidak.”
Senyum tipis terukir di wajah Sha Nuo. Ia melangkah maju satu langkah. Udara di sekitar mereka tiba-tiba menjadi dingin. Dari telapak tangan Sha Nuo, kegelapan muncul. Bukan sekadar bayangan, melainkan sesuatu yang kental dan hidup, berputar perlahan seperti asap hitam yang memiliki kehendak sendiri.
“Kegelapan Membungkus Dunia!”
Pria itu belum sempat membuka mulut untuk berteriak ketika kegelapan itu melesat. Tusukan pertama menembus dadanya. Tidak ada darah yang memercik. Hanya suara napas tercekik yang terputus di tenggorokannya. Matanya membelalak, penuh ketakutan dan penyesalan.
Kegelapan itu lalu menyebar, merayap ke seluruh tubuhnya. Membungkusnya dari kepala hingga kaki. Dalam hitungan detik, tubuh pria itu sepenuhnya tertelan. Sosoknya menghilang di balik selubung hitam pekat.
Kemudian ledakan pelan terjadi. Tidak ada suara keras. Tidak ada cahaya mencolok. Kegelapan itu mengempis seketika, lalu lenyap, seolah tidak pernah ada. Bersamaan dengan itu, pria tersebut pun lenyap tanpa tersisa. Tidak ada darah. Tidak ada abu. Bahkan jejak keberadaannya pun menghilang.
Gang sempit itu kembali sunyi. Sha Nuo menarik tangannya, kegelapan menghilang sepenuhnya. Ia menghela napas ringan, seolah baru saja menyelesaikan pekerjaan sepele.
Boqin Changing memandang tempat kosong itu sejenak, lalu berbalik tanpa berkata apa-apa.
“Setidaknya,” ucap Sha Nuo santai sambil menyusul, “kita tidak perlu khawatir dia bicara pada siapa pun.”
Boqin Changing melangkah pergi, suaranya tenang namun dingin.
“Yang kita cari,” katanya, “sepertinya lebih susah ditemukan.”
Malam itu, tanpa banyak bicara lagi, Boqin Changing dan Sha Nuo meninggalkan gang sempit tersebut. Keduanya berjalan berdampingan menyusuri jalan kota yang mulai lengang. Lentera-lentera masih menyala redup, namun suara manusia hampir tak terdengar lagi. Dunia seakan sedang menahan napas, menunggu fajar menyingsing.
Tidak ada pembicaraan panjang di antara mereka. Sha Nuo hanya sesekali melirik ke arah Boqin Changing, seolah ingin mengatakan sesuatu, namun akhirnya memilih diam. Ia tahu, tuan mudanya sedang menyusun banyak hal di dalam pikirannya.
Setibanya di penginapan, keduanya masuk lewat pintu depan tanpa menarik perhatian. Penjaga malam hanya melirik sekilas, mengira mereka sekadar tamu yang baru kembali dari hiburan malam. Tangga kayu berderit pelan saat mereka naik ke lantai atas.
“Beristirahatlah,” ucap Boqin Changing singkat sebelum berpisah di lorong. “Sebentar lagi pagi.”
Sha Nuo mengangguk.
“Setidaknya kita masih sempat memejamkan mata.”
Pintu kamar masing-masing tertutup. Tidak lama kemudian, penginapan kembali tenggelam dalam keheningan. Waktu berlalu perlahan, hingga warna gelap di langit mulai memudar. Cahaya keabu-abuan menyusup melalui celah jendela, menandakan pagi hampir tiba.
Akhirnya, fajar benar-benar datang.
Di ruang makan penginapan, Shang Mu duduk bersama Shang Ni dan Zhiang Chi. Meja kayu di hadapan mereka sudah hampir kosong. Mangkok bubur telah licin, teh hangat tinggal menyisakan uap tipis. Suasana pagi itu seharusnya tenang, namun ada satu hal yang terasa janggal.
Kursi Boqin Changing dan Sha Nuo masih kosong.
Shang Ni melirik ke arah tangga beberapa kali.
“Aneh,” gumamnya. “Mengapa mereka belum datang?”
Zhiang Chi menyilangkan lengannya di dada.
“Mungkin mereka masih tidur. Kudengar dari ayahmu semalam mereka mencari informasi.”
Shang Mu tidak langsung menjawab. Ia menatap cangkir tehnya sejenak, lalu menghela napas pelan. Ada firasat samar yang membuatnya tidak nyaman. Tanpa banyak bicara, ia berdiri dari kursinya.
“Aku akan memanggil mereka,” katanya. “Kita tidak bisa menunggu terlalu lama.”
Ia meninggalkan ruang makan, melangkah menuju tangga. Suara langkah kakinya terdengar jelas di pagi yang sunyi. Setibanya di depan kamar Boqin Changing, Shang Mu berhenti. Ia mengangkat tangannya, lalu mengetuk pintu kayu itu.
Tok. Tok. Tok.
Tidak ada jawaban. Ia menunggu beberapa saat, wajahnya sedikit mengernyit. Lalu ia mengetuk lagi, kali ini sedikit lebih keras.
Tok. Tok. Tok.
Masih hening. Shang Mu hampir saja mengetuk untuk ketiga kalinya ketika dari dalam kamar terdengar suara, sedikit serak namun jelas.
“Lima menit lagi, Paman Mu.”
Shang Mu terdiam sejenak, lalu menghela napas lega.
“Baik,” gumamnya pelan.
Ia berbalik dan melangkah ke kamar di sebelahnya. Tanpa ragu, ia kembali mengetuk.
Tok. Tok. Tok.
Kali ini jawabannya datang lebih cepat.
“Lima menit lagi, Tuan Mu,” suara Sha Nuo terdengar malas, jelas baru bangun tidur.
Shang Mu memijat pelipisnya. Untuk sesaat, ia hanya berdiri di sana, menatap dua pintu kamar yang tertutup rapat itu. Akhirnya, ia menghela napas panjang, lalu berbalik arah.
Langkahnya terdengar kembali menyusuri lorong sebelum ia menuruni tangga dan masuk lagi ke ruang makan.
Shang Ni dan Zhiang Chi langsung menoleh.
“Kenapa kau kembali sendiri?” tanya Zhiang Chi, alisnya terangkat. “Apa mereka tidak ada di kamar?”
Shang Mu menggeleng pelan sambil duduk kembali.
“Ada. Keduanya masih tidur. Katanya lima menit lagi.”
Shang Ni mendengus kecil.
“Lima menit? Itu biasanya berarti lebih lama.”
Zhiang Chi tersenyum tipis.
“Setidaknya mereka baik-baik saja.”
Shang Mu mengangguk, namun di dalam hatinya, ia berharap keduanya tidak membuat masalah semalam. Ia menyesap teh terakhirnya, lalu berkata pelan, lebih kepada dirinya sendiri.
“Kota ini… sepertinya menyimpan lebih banyak rahasia daripada yang kita duga.”
Di lantai atas, di balik pintu kamar yang tertutup, Boqin Changing duduk di tepi ranjang. Matanya terbuka, jernih, sama sekali tidak menunjukkan bekas tidur panjang. Ia memang hanya memejamkan mata sebentar. Pikiran tentang Shang Yuan, pemberontakan empat tahun lalu, dan perubahan tatanan dunia persilatan terus berputar di benaknya tanpa henti.
“Lima menit,” gumamnya pelan.
Di kamar sebelah, Sha Nuo juga bangkit perlahan. Senyum tipis terukir di wajahnya.
“Aih,” katanya lirih. “Mengapa tadi aku tidak bilang enam menit?”
Di luar, matahari pagi mulai naik, menyinari kota yang perlahan terbangun. Kelompok ini bersiap kembali melakukan pencarian terhadap Shang Yuan yang terakhir mereka ketahui ada di kota ini beberapa tahun lalu..
💥💥💥💥
🔥🔥🔥