Takdirnya telah dicuri. Chen Kai, dulu jenius nomor satu di klannya, kini hidup sebagai "sampah" yang terlupakan setelah Akar Spiritualnya lumpuh secara misterius. Tiga tahun penuh penghinaan telah dijalaninya, didorong hanya oleh keinginan menyelamatkan adiknya yang sakit parah. Dalam keputusasaan, dia mempertaruhkan nyawanya, namun berakhir dilempar ke jurang oleh sepupunya sendiri.
Di ambang kematian, takdir mempermainkannya. Chen Kai menemukan sebuah mutiara hitam misterius yang menyatu dengannya, membangkitkan jiwa kuno Kaisar Yao, seorang ahli alkimia legendaris. Dari Kaisar Yao, Chen Kai mengetahui kebenaran yang kejam: bakatnya tidak lumpuh, melainkan dicuri oleh seorang tetua kuat yang berkonspirasi.
Dengan bimbingan sang Kaisar, Chen Kai memulai jalan kultivasi yang menantang surga. Tujuannya: mengambil kembali apa yang menjadi miliknya, melindungi satu-satunya keluarga yang tersisa, dan membuat mereka yang telah mengkhianatinya merasakan keputusasaan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kokop Gann, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hutan
Kegelapan di dalam gerobak gandum terasa menyesakkan. Udara dipenuhi debu jerami dan bau apek gandum, membuat setiap napas terasa gatal. Chen Kai berbaring diam, tubuhnya kaku, tidak berani bergerak sedikit pun. Dia adalah seorang buronan yang bersembunyi di tempat terbuka, dan satu suara saja bisa mengakhiri pelariannya bahkan sebelum dimulai.
Dia tidak tahu berapa lama waktu telah berlalu. Dia hanya bisa merasakan guncangan ritmis roda gerobak di jalan tanah yang tidak rata. Dia merasakan matahari terbenam melalui terpal yang memanas, dan malam tiba, membawa hawa dingin yang menusuk.
Dia memfokuskan pikirannya, mengabaikan ketidaknyamanan. Dia memasuki kondisi meditasi ringan, membiarkan 'Sutra Hati Kaisar Naga Abadi' beredar perlahan, terus menyembuhkan sisa-sisa luka internalnya. Dia harus berada dalam kondisi terbaik saat dia tiba... ke mana pun karavan ini akan berhenti.
Setelah terasa seperti selamanya, mungkin delapan atau sembilan jam setelah meninggalkan Kota Awan Jatuh, gerobak itu melambat.
Chen Kai mendengar suara-suara. Suara tawa kasar, ringkikan kuda, dan derit gerobak lain yang berhenti.
"Baiklah, kita berhenti di sini malam ini!" teriak suara kusir yang sama. "Penginapan Mata Air Panas! Turunkan kudanya dan beri mereka makan. Kita berangkat saat fajar!"
Chen Kai merasakan gerobak itu berhenti total. Dia menunggu. Dia mendengarkan kusir dan penjaga karavan lainnya turun, langkah kaki mereka menjauh menuju penginapan, suara mereka memudar saat mereka mengeluhkan penjagaan ketat di Kota Awan Jatuh.
Selama satu jam penuh, Chen Kai tidak bergerak. Dia menunggu sampai seluruh area parkir karavan menjadi sunyi, hanya menyisakan suara jangkrik dan dengkuran penjaga yang mungkin tertidur di posnya.
Dengan sangat hati-hati, dia menggeser karung gandum yang berat itu. Otot-ototnya yang masih dalam pemulihan menjerit protes, tetapi dia mengabaikannya. Dia menyibakkan terpal, mengintip keluar.
Dia berada di halaman besar sebuah penginapan di pinggir jalan. Tampaknya ini adalah perhentian umum untuk karavan. Di sekelilingnya ada puluhan gerobak lain. Langit malam bertabur bintang, dan bulan sabit tergantung rendah, memberikan penerangan yang cukup.
Di kejauhan, dia bisa melihat siluet pegunungan yang gelap membayangi cakrawala.
Dia bebas.
Seperti bayangan, dia melompat dari gerobak, mendarat di tanah dengan keheningan total berkat 'Langkah Bayangan'. Dia tidak melihat ke arah penginapan. Dia tidak peduli di mana dia berada. Dia hanya perlu tahu di mana dia tidak berada.
Dia berbalik ke arah dari mana dia datang. Dia tidak bisa melihatnya, tetapi dia tahu, jauh di balik cakrawala, Kota Awan Jatuh berada. Kota kelahirannya. Kota yang berisi satu-satunya keluarganya, Chen Ling. Dan kota yang berisi musuh-musuh terbesarnya.
Rasa sakit yang tajam, bukan karena luka fisiknya, menusuk hatinya. Dia telah meninggalkan Chen Ling. Sendirian.
Dia mengepalkan tangannya begitu erat hingga buku-buku jarinya memutih.
"Aku melakukan ini untuk melindungimu, Ling'er," bisiknya ke angin malam. "Aku tidak bisa membawamu ke dalam bahaya ini. Tapi aku bersumpah, setelah aku cukup kuat, setelah aku bisa menghancurkan Keluarga Chen dan menghadapi Keluarga Lin... aku akan kembali untukmu."
Dia tahu adiknya aman untuk saat ini. Tidak ada yang akan menyakitinya. Dia masih terlalu muda dan tidak dianggap sebagai ancaman. Fokus semua orang adalah padanya.
Tekadnya mengeras seperti baja. Dia tidak akan membiarkan pengorbanan ini sia-sia.
Dia berbalik dari jalan utama dan menatap kegelapan yang sesungguhnya: hutan lebat yang membentang di sisi jalan.
Ini adalah Hutan Binatang Roh.
Ini bukan hutan kecil tempat dia bertarung melawan Raja Serigala. Ini adalah hamparan hutan belantara kuno yang luasnya ribuan mil, memisahkan provinsi-provinsi di kekaisaran. Ini adalah tempat di mana binatang roh buas berkeliaran dengan bebas, di mana para petualang dan tentara bayaran menguji keberuntungan mereka—dan seringkali kehilangan nyawa mereka.
Ini adalah tempat yang berbahaya. Tempat yang mematikan.
Dan itu adalah tempat persembunyian yang sempurna.
Tanpa ragu sedikit pun, Chen Kai melangkah dari jalan yang aman dan menghilang ke dalam naungan pepohonan kuno.
Begitu dia berada di bawah kanopi, dunia berubah. Udara langsung terasa lebih berat, lebih lembap, dan dipenuhi dengan aroma tanah busuk dan lumut. Energi langit dan bumi—Qi di sini jauh lebih padat daripada di kota.
Dia bisa mendengar suara-suara hutan: pekikan binatang aneh di kejauhan, gemerisik dedaunan dari sesuatu yang bergerak di semak-semak, dan lolongan serigala yang membuat bulu kuduk berdiri.
Dia tidak takut. Dia merasakan kegembiraan yang aneh. Ini adalah tempat di mana hukum rimba berlaku. Yang kuat memangsa yang lemah. Di sinilah dia akan berkembang.
Namun, dia tidak bodoh. Dia tahu kondisinya. Dia masih terluka, dan Kaisar Yao masih tertidur. Prioritas utamanya adalah menemukan tempat yang aman untuk pulih sepenuhnya.
Dia bergerak menembus hutan selama satu jam, menggunakan 'Langkah Bayangan' untuk bergerak diam-diam, matanya mengamati sekelilingnya, waspada terhadap bahaya apa pun. Dia tidak pergi terlalu dalam, hanya cukup jauh dari jalan utama sehingga tidak ada yang akan menemukannya secara tidak sengaja.
Akhirnya, dia menemukannya.
Itu adalah sebuah gua kecil, tersembunyi di balik dinding tanaman merambat yang tebal di dasar tebing batu yang rendah. Pintu masuknya sempit, tidak lebih dari satu meter lebarnya. Sempurna.
Dia menyelinap masuk. Gua itu tidak dalam, mungkin hanya sekitar sepuluh meter, tetapi kering dan bersih. Jelas, itu adalah sarang yang ditinggalkan.
Dia harus mengamankannya.
Dia merogoh cincin penyimpanan Paman Liu. Di antara tumpukan barang, dia menemukan apa yang dia cari: satu set kecil bendera formasi. Itu adalah formasi peringatan sederhana dan formasi penyembunyian tingkat rendah.
Dia menghabiskan setengah jam berikutnya dengan hati-hati menempatkan bendera-bendera itu di sekitar pintu masuk gua, menguburnya di bawah tanah dan menyembunyikannya di balik tanaman merambat. Dia menyalurkan Qi-nya ke dalamnya, mengaktifkannya.
Bzzzt.
Tanaman merambat di depan gua sedikit bergetar, dan kemudian, secara visual, pintu masuk gua itu seolah sedikit memudar, menyatu lebih sempurna dengan tebing di sekitarnya. Jika seseorang tidak tahu ada gua di sana, mereka akan melewatinya begitu saja. Formasi peringatan juga akan memberitahunya jika ada sesuatu yang mencoba masuk.
Aman. Untuk saat ini.
Chen Kai duduk bersila di bagian terdalam gua yang gelap. Dia akhirnya bisa santai.
Dia tidak beristirahat. Dia punya pekerjaan yang harus dilakukan.
Dia mengeluarkan satu item dari cincin Paman Liu. Bukan pil. Bukan manual.
Itu adalah sebuah batu seukuran kepalan tangan yang berkilauan samar dalam kegelapan. Sebuah Batu Roh Tingkat Rendah.
Dia menatapnya sejenak. Mata uang para kultivator sejati. Dia bisa merasakan energi murni yang terkandung di dalamnya, memanggil dantiannya.
Dia mengambil napas dalam-dalam, menutup matanya, dan memegang Batu Roh di kedua telapak tangannya. Dia mulai mengedarkan 'Sutra Hati Kaisar Naga Abadi'.
BOOM!
Seolah-olah bendungan telah jebol. Energi murni yang luar biasa—jauh lebih murni, lebih padat, dan lebih kuat daripada Qi apa pun yang pernah dia serap dari udara—melonjak dari Batu Roh, mengalir melalui telapak tangannya dan masuk ke meridiannya.
Tubuhnya gemetar hebat karena masuknya energi yang tiba-tiba. Meridiannya yang baru sembuh terasa seperti diregangkan hingga batasnya.
"Hmph!" Dia mendengus, menahan rasa sakit dan memfokuskan pikirannya. Dia membimbing aliran energi yang deras itu, mengedarkannya ke seluruh tubuhnya, menggunakannya untuk menyehatkan organ-organnya yang rusak dan memperkuat meridiannya.
Sisa-sisa lukanya—tiga puluh persen terakhir—yang diperkirakannya akan memakan waktu seminggu lagi untuk sembuh, kini sembuh dengan kecepatan yang terlihat oleh mata telanjang. Jaringan parut internal larut, retakan di tulangnya menyatu, dan dantiannya yang kosong terisi dengan cepat oleh Qi yang telah dimurnikan.
Hanya dalam satu jam, Batu Roh di tangannya telah berubah menjadi debu abu-abu kusam, energinya terkuras habis.
Chen Kai membuka matanya.
Dia menarik napas dalam-dalam dan penuh. Tidak ada rasa sakit. Tidak ada sesak.
Dia... sembuh. Sepenuhnya.
Tapi bukan itu saja.
Dantiannya tidak hanya penuh. Itu penuh sesak. Energi dari satu Batu Roh tidak hanya menyembuhkannya, tetapi juga mendorong kultivasinya ke depan.
Dia merasakan penghalang tak terlihat di dalam dantiannya. Penghalang antara Awal Tingkat Lima dan...
"Puncak Tingkat Lima," bisiknya, matanya bersinar karena terkejut dan gembira.
Dia salah. Dia tidak di ambang Tengah Tingkat Lima. Energi murni dari Batu Roh telah mendorongnya melewati tahap itu sepenuhnya.
Dia sekarang berada di Puncak Alam Kondensasi Qi Tingkat Lima.
Dia hanya selangkah lagi dari menerobos ke Tingkat Enam.
Senyum dingin dan percaya diri menyebar di wajahnya yang kini tampak biasa saja (karena Cairan Pengubah Tulang).
"Keluarga Lin... Keluarga Chen..." bisiknya dalam kegelapan gua. "Kalian memburuku. Kalian memaksaku keluar."
Dia mengepalkan tangannya, merasakan kekuatan baru yang solid mengalir di bawah kulitnya.
"Kalian baru saja membuat kesalahan terbesar dalam hidup kalian."
Dia mengambil satu lagi Batu Roh. Waktunya berlatih telah dimulai.