IG : embunpagi544
Kematian istri yang paling ia cintai beberapa saat setelah melahirkan kedua buah hatinya, membuat hati seorang laki-laki bernama Bara seolah membeku, dan dunianya menjadi gelap. Cintanya ikut ia kubur bersama mending sang istri. Alasan kenapa Bara masih mau bernapas sampai detik ini adalah karena kedua buah hatinya, si kembar Nathan dan Nala. Bara tak pernah sedikitpun berniat untuk menggantikan posisi almarhumah istrinya, namun demi sang buah hati Bara terpaksa menikah lagi dengan perempuan pilihan sang anak.
SYAFIRA seorang gadis berusia 20 tahun yang menjadi pilihan kedua buah hatinya tersebut. Syafira yang sedang membutuhkan uang untuk pengobatan adik satu-satunya dan juga untuk mempertahankan rumah dan toko kue kecil peninggalan mendiang ayahnya dari seorang rentenir, bersedia menikah dengan BARATA KEN OSMARO, seorang duda beranak dua. Mungkinkah hati seorang Bara yang sudah terlanjur membeku, akan mencair dengan hadirnya Syafira? Akankah cinta yang sudah lama ia kubur bersama mendiang sang istri muncul kembali?
"Aku menikahimu untuk menjadi ibu dari anak-anakku, bukan untuk menjadi istriku..." Bara.
"Lebih baik aku menikah dengan om duda itu dari pada harus menjadi istri keempat rentenir bangkotan dan bulat itu..." Syafira.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon embunpagi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31 ( Nyonya baru)
Keesokan harinya...
Ketika Syafira membuka kedua matanya, ia tersenyum melihat wajah seorang laki-laki tampan tepat di depan wajahnya. Ia berpikir sedang bermimpi melihat wajah idolanya. Detik kemudian, ia tersadar itu bukan mimpi.
"Aaarrggghhhh!" teriak Syafira menutup wajahnya sendiri.
"Ada apa sih teriak-teriak. Berisik tahu nggak!" kesal Bara, karena acara tidurnya terganggu oleh teriakan Syafira.
"Om kenapa bisa ada di sini? Ih dasar mesum!" ucap syafira.
"Ini kamar saya, dan kita sudah menikah. Lupa?"
Syafira mengorek memorinya secepat kilat.
"Astaga, iya aku lupa," Syafira menutup mulutnya sendiri.
"Sudah sadar sekarang? Belum subuh kan?tidur lagi," ucap Bara cuek dan langsung memejamkan matanya kembali.
"Tunggu dulu om, saya minta penjelasan dulu," menggoyang-goyang tubuh Bara.
"Apa lagi? Ini bukan pelajaran, apa yang perlu di jelaskan?"
"Itu...kenapa om melanggar batas," protes Syafira.
"Om..."
"Batas apa sih?"
"Kenapa om dekat-dekat saya? om sudah melewati batas. Jangan-jangan om macam-macam sama saya," Syafira langsung melihat ke bajunya, ia bernapas lega karena masih lengkap.
"Sebelum saya menjelaskan, coba jelaskan dulu apa ini?" Bata menunjuk kaki Senja yang menindih junior Bara.
"Oh ya ampun!" Syafira terbelalak dan langsung menyingkirkan kakinya dari atas benda pusaka itu.
"Maaf om tidak sengaja," mohonnya, mukanya merah menahan malu.
"Sudah jelas kan? Siapa yang melewati batas wilayah? Perhatikan baik-baik!"
Syafira langsung memperhatikan posisinya tidur. Iya benar, dia yang mendekat dan bahkan tadi memeluk Bara, kakinya ia naikkan ke atas Junior Bara, persis seperti dia memeluk sebuah bantal guling. Bahkan Bara tidak bisa tidur, menahan supaya kaki Syafira tidak menimbulkan gesekkan yang bisa menimbulkan sebuah tegangan di sana. Setiap kali Bara menurunkan kakinya, Syafira lagi dan lagi menaikkannya.
Bantal guling yang di jadikan pembatas tanpa sadar sudah di lempar ke lantai oleh Syafira.
"Benar omongan saya kan? Kamu yang menyerang saya, bukan saya yang menyerang kamu," ucap Bara.
Syafira merutuki dirinya sendiri, betapa malunya dia saat ini.
"Sudah, sekarang saya mau tidur, jangan ganggu saya dan jauhkan kakimu itu dari tubuh saya, terutama..."
"Iya om iya om jangan di perjelas. Ya udah om tidur aja, saya terbiasa bangun jam segini. Nanti kalau sudah subuh saya bangunkan," ucap Syafira. Tak ada jawaban dari Bara, laki-laki itu sudah memejamkan matanya kembali.
Syafira berdecak lalu turun dari tempat tidur. Ia berjalan ke kamar si kembar untuk mengecek mereka.
Sesampainya di kamar si kembar, ia langsung membenarkan posisi tidur mereka. Dilihatnya Nala tersenyum dalam tidurnya. Mungkin gadis cilik itu sedang bermimpi indah, pikir Syafira yang ikut tersenyum melihatnya.
Ia pun bingung setelahnya harus ngapain, dia masih merasa asing di rumah mewah tersebut. Kalau biasa dia gunakan waktu menunggu subuh untuk sholat, bersih-bersih, ataupun memasak. Tapi, di rumah itu sudah ada banyak pelayan dengan tugasnya masing-masing.
Akhirnya ia kembali ke kamar untuk melakukan sholat sunnah. Tak lupa ia mendoakan keluarga barunya tersebut. Selesai sholat, akhirnya Syafira memutuskan untuk ke dapur, biarpun ada banyak pelayan, tapi ia ingin menjadi istri dan juga ibu yang baik buat Bara dan anak-anaknya. Ia ingin memasak untuk mereka pagi ini. Selagi Syafira tidak sibuk, ia yang akan menyiapkan segala keperluan suami dan anaknya. Ya, Syafira bertekad untuk menerima pernikahan ini dengan ikhlas dan akan berusaha mencintai dan menerima Bara sebagai suaminya seutuhnya.
"Nona sudah bangun?" tanya bibi yang merasa heran, biasanya pengantin baru tidak akan buru-buru bangun saat malam pertama mereka.
"Oh iya bi, tadi kebangun dan nggak bisa tidur lagi. Ada yang bisa saya bantu bi?" tanya Syafira.
"Tidak usah nona, ini sudah menjadi tugas kami. Nona sebaiknya istirahat saja," jawab Bibi yang berpikir pasti majikan barunya itu kelelahan karena baru saja bertempur di atas tempat tidur.
"Tidak apa-apa bi, saya biasa melakukan pekerjaan rumah sendiri, di sini saya bingung mau ngapain," jujur Syafira.
"Nona tidak perlu ngapa-ngapain karena nona adalah nyonya rumah di sini. Kami yang akan melayani nona, kalau nona membantu mereka, bisa-bisa mereka kehilangan pekerjaan mereka," ucap kepala pelayan yang baru saja datang ke dapur, mengecek semua para pelayan apakah sudah mulai bekerja sesuai tugasnya.
Syafira tersenyum kecut, alih-alih meringankan pekerjaan mereka, bisa-bisa dia malah membuat orang jadi kehilangan pekerjaan. Orang kaya memang ribet, manja! Apa-apa harus di layani, pikirnya.
"Kalau untuk masak buat suami dan anak saya? Apa juga akan menyusahkan mereka?" tanya Syafira.
"Kalau intuk itu tidak nona, Anda bisa melakukan apa yang Anda mau, melayani suami dan anak adalah tugas seorang istri,"
"Lah tadi katanya nggak boleh bantu, melayani suami dan anak, bukannya itu juga namanya meringankan tugas mereka? tahu ah pusing!" batin Syafira.
Detik kemudian, terdengar suara adzan subuh, Syafira berbalik badan untuk membangunkan Bara dan anak-anak.
"Udah subuh, kalian lekaslah sholat dulu," Syafira menghentikan langkahnya dan menoleh ke para pelayan.
"Nona tenang saja, nanti ada waktu untu mereka untuk sholat," sahut kepala pelayan.
"Nunggu apa? nunggu waktunya dhuha? Ini subuh bukan dhuha. Kalian takut kepada suami saya, takut di pecat tapi tidak takut kepada yang memberi suami saya rejeki sehingga bisa memperkerjakan dan menggaji kalian? Dahulukan kewajiban terhadap Tuhanmu baru tuanmu. Maaf bukan saya mau menggurui karena saya masih banyak kekurangan, dan bukannya tidak menghormati kalian yang lebih tua, tapi menunda-nunda waktu sholat itu tidak baik," cap Syafira panjang lebar.
Semua terdiam, yang di katakan Syafira benar adanya. Tapi, mereka takut dengan kepala pelayan yang sudah membuat aturan.
"Saya juga nyonya kalian bukan? Saya juga berhak memerintah kalian kan?"
"Iya nona," sahut mereka serempak.
"Kalau begitu, peraturan tadi mulai berlaku sekarang, urusan Tuan biar saya yang urus, tidak akan ada yang di pecat hanya karena meninggalkan pekerjaan sebentar untuk beribadah," ucap Syafira.
"Ya sudah, saya mau ke atas dulu," Syafira kembali melangkahkan kakinya.
"Nona sangat bijak sekali ya meskipun masih muda. Tidak salah Tuan memilihnya sebagai istri," bisik para pelayan.
"Sudah, sudah! Lakukan sesuai perintah nona," perintah kepala pelayan, dalam hatinya tersenyum, senang melihat ketegasan yang ada dalam diri majikan barunya tersebut. Ya, Ia menilai Syafira sebagai pribadi yang supel, ramah namun tetap berprinsip dan tegas di balik penampilan sederhananya.
Pada dasarnya, Bara tidak pernah membuat aturan apapun di rumah itu soal pekerjaan rumah. Urusan pekerjaannya saja sudah menyita banyak waktunya, tidak ada waktu untuk mengurus urusan para pelayan. Semua diatur oleh kepala pelayan, mungkin karena Bara yang dingin, kaku dan tegas membuat mereka terlalu segan dan takut.
🌼🌼🌼
gak salah memang bara, kamu tuh gak perlu melupakan almarhumah istrimu karena bagaimana pun kisah kalian itu nyata. dia orang yang kau cintai.
tapi kan sekarang kau dah menikah, maka cobalah buka perasaan mu buat istri mu.
jangan lupakan almarhumah istrimu, namun jangan juga terus membayangi pernikahan mu yang baru dengan almarhumah istri mu
cukup dihati dan di ingatan aja.
gak mudah memang tapi bagaimana pun, istri mu yang sekarang berhak untuk dapat cintamu.
saya relate sih, mungkin bukan dalam hubungan suami istri lebih tepatnya ke ibu.
Ibu saya meninggal 2 tahun lalu dan ayah saya menikah lagi.
saya awalnya gak senang dengan dia, tapi ibu sambung saya itu baik.
dulu awal, saya selalu bilang Mak lah, Mak lah ( maksudnya ibu kandung saya)
tapi perlahan saya tidak ungkit2 Mak kandung saya di depan ibu tiri saya untuk menjaga perasaannya.
cukup saya ingat dalam hati saya aja.