Dorongan menikah karena sudah mencapai usia 32 tahun demi menghilangkan cap perawan tua, Alena dijodohkan dengan Mahendra yang seorang duda, anak dari sahabat Ibunya.
Setelah pernikahan, ia menemukan suaminya diduga pecinta sesama jenis.
✅️UPDATE SETIAP HARI
🩴NO BOOM LIKE 🥰🥰🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pena Digital, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31: Patah Hati Terbesar
Sesampainya di Rumah Sakit, Dokter langsung menangani Ibu Alena. Salah satu perawat yang datang membawa beberapa alat medis langsung diminta untuk mengecek pergelangan tangan Ibu Alena, setelah itu sang Dokter langsung melakukan penanganan.
Alena duduk di kursi tunggu sambil menundukkan kepala, air matanya tidak mau berhenti mengalir, pikiran buruk mulai menari di kepalanya.
"Len..." panggil Ali.
"Pulanglah, biarkan aku sendiri."
"Aku temenin ya,"
Alena mendongak dan menatap tajam Ali.
"Jangan sampai aku meluapkan emosiku di sini. Pulang sana."
"Tapi kamu sendirian disini."
"Ada suamiku, aku nggak sendiri."
"Mana? Mana Mas Ahen sekarang? Nggak ada kan?"
Tidak berselang lama, Ahen datang dengan langkah cepat menuju Alena dan Ali yang sedang adu mulut itu.
"Sayang." panggil Ahen dari kejauhan.
Alena dan Ali menoleh, mereka mendapati Ahen setengah berlari menuju ke arah mereka berdua.
"Ahen..."
"Kenapa Mama bisa pingsan?" tanya Ahen.
Alena tidak menjawab, ia langsung memeluk Ahen dan menangis di dada bidang itu, Ahen tidak tinggal diam, ia membalas pelukan Alena dan mengusap pelan rambutnya.
"Mama sekarang gimana?" tanya Ahen.
"Masih di IGD."
Ahen menoleh ke arah ruang IGD dan melihat beberapa perawat dengan langkah cepat masuk ke dalam ruangan itu.
"Mama, hiks."
Ahen kembali memeluk Alena lalu mengajaknya duduk.
"Ali, istrimu tadi menelponku." ujar Ahen. Ali spontan menoleh.
"Kau membohonginya?" lanjutnya.
Ali hanya terdiam.
"Kau bilang kau ada urusan, mau bantu aku di toko, tapi kenyataannya bagaimana?"
Ali tetap terdiam tidak memberikan respon apapun.
"Kok lama banget ya Dokternya meriksa Mama?" Alena mulai merasakan firasat tidak enak.
"Sabar, Alena. Dokter pasti sedang berusaha, di dalam sana mereka sedang memberikan penanganan terbaik." hibur Ahen.
"Perasaanku nggak enak, Ahen."
Alena menatap Ahen, wajahnya saat ini terlihat sangat tegang.
"Tenang, ya." Ahen mencoba menenangkan Alena.
Sebuah suara benda jatuh dari dalam ruang IGD menyita perhatian ketiga orang itu, napas Alena makin tidak terkendali.
"Dokter..."
"Dokter, jangan begini."
Terdengar suara samar-samar dari dalam ruangan itu. Keringat dingin mulai mengucur dari beberapa titik tubuh Alena.
"Mama..." gumamnya.
Hatinya berdesir, dengan langkah lemas Alena berjalan ke arah ruang IGD, Ahen dan Ali membuntutinya.
Jari lentiknya hendak menyentuh pintu di depannya, namun para perawat dan sang Dokter lebih dulu membuka pintu.
Alena melihat mata Dokter di depannya memerah dan berair, Alena menebak sang Dokter baru saja menangis.
"Dokter... Ada apa?" tanya Alena dengan suara serak.
Mendapat pertanyaan itu dari Alena, sang Dokter menghela napas berat, air matanya kembali menetes, ia membuka maskernya dan kini terlihat jelas bahwa Dokter tersebut benar-benar sedang menangis.
"Saya minta maaf." ucap Dokter itu di selingi helaan napas yang berat.
Hati Alena bagai patah saat itu juga.
"Kenapa, Dok?" tanya Ahen.
Dokter itu menunduk.
"Saya minta maaf, saya gagal." jawabnya sambil menyeka air mata di pipinya.
Alena merasa dirinya telah mati saat ini juga, Alena langsung masuk ke dalam ruangan dengan langkah putus asa.
"Mama.."
Alena mendekat dan berdiri di samping tubuh Ibunya yang kini terbaring dengan kedua tangan di atas pusarnya.
"Mama... Mama nggak lagi nyiapin kejutan ulang tahun kan?"
Air mata Alena mengalir deras, oksigen mulai kesusahan berlalu, hatinya bagai dipatahkan dengan paksa.
Alena menggenggam tangan Ibunya.
Dingin.
Itu yang Alena rasakan, tubuh Ibunya tidak lagi hangat. Alena menyingkap selimut tipis di kaki Ibunya lalu disentuhnya kaki yang tidak lagi berkulit kencang itu, hanya rasa dingin yang dapat Alena rasakan.
Di Luar IGD.
"Maafkan kami, Pak. Kami sudah berusaha untuk memberikan penangangan terbaik kami, namun di pertengahan penanganan itu Beliau menghembuskan napas terakhirnya." ujar salah satu perawat yang berdiri di samping Dokter.
"Saya permisi dulu." ucap Dokter itu dengan suara gemetar, ia melangkah dengan cepat meninggalkan Ahen dan Ali.
"Maaf ya, Pak. Bu Dokter tidak biasanya sangat emosional seperti ini. Tapi, hari ini Bu Dokter telah menyaksikan tiga kali kematian saat sedang di tangani, Bu Dokter merasa terpukul dan merasa gagal. Sekali lagi, maafkan kami." ucap perawat lain yang kemudian menyusul sang Dokter.
Ahen langsung masuk begitupun dengan Ali. Terlihat Alena yang sedang terduduk di lantai sambil memukuli lantai.
"Alena." Ali melangkah dengan cepat, saat tangannya hampir menyentuh pundak Alena, sebuah rangkulan dari tangan Ahen lebih dulu tiba.
Ali terdiam menyaksikan Alena yang sedang dipeluk Ahen. Alena menangis sejadi-jadinya dalam pelukan Ahen.
"Tuhan bener-bener ambil Mama dari aku, Ahen! Kenapa?! Kenapaaaa?!!"
Ratapan tangis Alena menggetarkan hati Ahen hingga ia ikut menitikkan air mata.
"Kenapa?!"
"Alena, istighfar." Ahen mencoba menenangkan Alena.
"Aku sekarang sendirian, Papa Mama udah ninggalin aku. Aku nggak punya lagi alasan buat hidup."
Ahen menutup mulut Alena.
"Jangan bicara seperti itu."
Ahen menarik Alena ke dalam pelukannya lagi, kali ini pelukannya lebih erat.
"Kamu masih punya aku." ucap Ahen pelan.
****************
Malam itu juga jenazah Ibu Alena di bawa pulang dan pengurusan jenazah akan di lakukan di rumah Alena sendiri.
Selama di perjalanan, Alena hanya diam membisu dengan tetapan kosong.
Sesampainya di rumah Alena, mereka disambut tangisan oleh orang tua Ahen dan beberapa tetangga Alena yang suda berkumpul menunggu kedatangan mereka.
Alena turun dari mobil dan menyaksikan jenazah Ibunya diangkat oleh beberapa bapak-bapak yang merupakan tetangga mereka.
"Nisss!!!"
Tangis Ibu Ahen pecah saat ia melihat dengan jelas jenazah itu benar-benar sahabatnya.
Ibu Ahen kemudian pingsan setelah melihat wajah sahabatnya yang sudah pucat layaknya mayit. Ibu Ahen di bopong dan di baringkan di kamar Alena.
Tangis para tetangga pun turut menghiasi heningnya malam, ada yang memeluk Alena dan memintanya agar tabah, Alena tidak merespon apapun, ia hanya diam dengan tetapan kosong.
Ahen dan para tetangga laki-laki mulai menyiapkan keperluan mandi jenazah Ibu Alena, ada juga yang mengambil kain kafan di masjid, ada yang mengambil bunga mawar dan juga pandan.
Setelah siap, Ahen, Ali dan tetangga lainnya mengangkat tubuh Ibu Alena ke tempat pemandian terakhirnya, disana telah ada para ibu-ibu yang bertugas memandikan Ibu Alena. Disini hanya perempuan yang boleh masuk dan ikut menyiram.
Alena duduk di kursi paling ujung dan menyangga bagian kepala Ibunya, Alena tidak menangis, hanya tatapan putus asa, Setelah air di guyurkan, Alena mengusap pelan area wajah Ibu Alena.
"Tolong pelan-pelan ya, biar Mama nggak ngerasain sakit." pinta Alena.
Setelah selesai, para Ibu-Ibu mengangkat jenazah Ibu Alena keluar dari tempat pemandian. Alena tetap duduk di kursinya, ia tidak punya tenaga untuk berdiri.
Ahen yang tidak melihat Alena keluar dari balik tirai pemandian itu langsung menyusul masuk, ia terkejut saat melihat Alena sudah tergeletak di tanah.
"Alena!"
Ahen langsung mengangkat Alena, semua orang yang hadir menyaksikan Alena yang digendong Ahen.
"Kasihan, sampai pingsan begitu."
"Iya, emang nggak nangis, tapi langsung pingsan."
"Kasihan banget."
Alena di bawa ke kamarnya, disana Ibu Ahen sudah sadar, ia terkejut dan kembali menangis melihat Alena yang tidak sadarkan diri.
Suami istri ❎
Tom n Jerry✅
prosotan pake kumis geli dong🤣🤣🤣🤣🤦🏻♀️