Elara Andini Dirgantara.
Tidak ada yang tidak mengenal dirinya dikalangan geng motor, karena ia merupakan ketua geng motor Ladybugs. Salah satu geng motor yang paling disegani di Bandung. Namun dalam misi untuk mencari siapa orang yang telah menodai saudara kembarnya—Elana, ia merubah tampilannya menjadi sosok Elana. Gadis manis, feminim dan bertutur kata lembut.
Lalu, akankah penyelidikannya tentang kasus yang menimpa kembarannya ini berjalan mulus atau penuh rintangan? Dan siapakah dalang sebenarnya dibalik kehancuran hidup seorang Elana Andini Dirgantara ini? Ikuti kisah selengkapnya di sini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ratu jagad 02, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28
Elara membukakan pintu kamar Papa Efendi. "Papa istirahat ya. Jangan terlalu banyak yang dipikirkan, Elana pasti aman malam ini."
"Iya, kau juga istirahatlah."
Elana menjawab dengan anggukan diiringi senyum manisnya. Setelah memastikan Papanya istirahat di ranjang, Elara menutup pintu kamar, lalu menemui Langit yang masih menunggu di ruang tamu.
"Langit, ayo aku tunjukkan kamar untukmu." Elara membawa Langit menuju kamar tamu rumahnya. "Kau bisa tidur di sini malam ini," ucapnya.
"Hm, terima kasih."
"Oh iya, kalau kau membutuhkan sesuatu, kau bisa memanggil Bik Sumi di belakang atau kau juga bisa menemuiku saja, kamarku ada di sana." tunjuk Elara pada pintu kamarnya yang tidak begitu jauh dari kamar yang akan Langit tempati.
"Baiklah."
...•••***•••...
Pukul dua dinihari Elara terbangun karena haus. Ia bangkit dari tidurnya, lalu duduk bersandar pada headboard. Tatapan mata Elara terarah pada atas nakas, dimana ia biasa menyimpan air minum di sana, tapi sayangnya kali ini Elara melupakan untuk menyiapkannya sebelum tidur tadi. Akhirnya, mau tidak mau Elara keluar dari kamar menuju dapur.
Tiba di dapur, Elara langsung menuju lemari pendingin untuk membasahi kerongkongannya. Setelah dirasa lega, ia kembali melangkah untuk kembali ke kamar. Namun, saat melewati ruang keluarga, Elara menyipitkan matanya saat melihat lampu ruang keluarga yang masih menyala.
Langkah Elara menuntunnya menuju ruang keluarga, lalu menuju saklar lampu berniat mematikannya. Namun saat ia akan menekan tombol lampu, sudut matanya tanpa sengaja melihat Papa Efendi yang duduk di sofa ruang keluarga dengan memegang sebuah bingkai foto.
"Pa," panggil Elara.
"El, kenapa belum tidur?"
"Aku kehausan tadi, jadi ke dapur untuk minum."
Elara mendekati Papanya, hingga ia bisa melihat foto di tangan Papa Efendi. Elara ikut terharu menatap foto tersebut, itu adalah foto Papa Efendi, Mama Dewi, Elana dan dirinya. Elara ingat, foto itu diambil sekitar tiga tahun yang lalu, tepat satu minggu sebelum Mama Dewi berpulang ke pangkuan sang pencipta.
Elara ikut mendudukan diri di samping Papanya, lalu memeluk sang Papa. "Mama cantik sekali ya Pa difoto ini," komentar Elara.
"Hm, Mama kalian memang yang paling cantik."
"Makanya itu Papa tidak bisa berpaling dari Mama, iya, 'kan?" goda Elara.
Papa Efendi tersenyum kecil. Ia mengeratkan pelukannya pada tubuh putrinya, lalu mendaratkan kecupan hangat di puncak kepala sang putri.
"Oh iya, siapa Langit?" tanya Papa Efendi.
Elara mengerutkan keningnya bingung. "Langit? Langit temanku itu?" tanya Elara memastikan.
"Hm, ada hubungan apa putri Papa dengannya?"
"Tidak ada hubungan apa-apa, hanya teman."
"Yakin hanya teman?" tanya Papa Efendi tak percaya, tapi Elara langsung mengangguk dengan begitu yakin. "Tapi Papa lihat lihat, dia sepertinya menyukaimu."
Elara melepas pelukan Papanya, lalu berpikir apakah ia harus mengatakan pada Papanya bahwa Langit sudah beberapa kali mengungkapkan perasaan padanya. Tapi, Elara sedikit merasa sungkan mengatakan hal itu.
"Kenapa? Ada yang perlu diceritakan pada Papa?" tanya Papa Efendi.
"Mmm sebenarnya... Sebenarnya Langit sudah beberapa kali mengungkapkan perasaannya padaku, Pa."
"Lalu, kau menerimanya?"
"Belum. Aku masih belum begitu mengenalnya, aku takut dia hanya mempermainkanku saja. Apalagi, dia itu cukup pandai merayu gadis. Bahkan Kakak kelas Elana 'pun tergila-gila padanya."
Papa Efendi mengelus rambut putrinya dengan lembut. "Kita memang harus selalu hati-hati dalam memilih pasangan. Apalagi setelah kejadian Elana ini, Papa menjadi sedikit was-was kalau putri-putri Papa dekat dengan laki-laki yang tidak baik. Papa harap kau bisa lebih bijak memilih teman dekat, jangan sampai hal yang menimpa Elana juga terjadi padamu."
Dari kalimat yang Papanya ucapkan, tampaknya Papa Efendi tidak begitu menyukai Langit. "Apa itu artinya Papa tidak menyukai Langit?" tanyanya memastikan.
"Sedikit," jawab Papa Efendi jujur. "Mungkin karena Papa belum mengenalnya saja."
Elara kembali memeluk Papanya dengan erat. "Aku berjanji pada Papa, aku akan lebih hati-hati untuk memilih teman dekat."
"Hm, Papa percaya padamu."
Untuk sesaat, Ayah dan anak itu kembali saling berpelukan. Menuntaskan kerinduan yang terpendam karena harus terpisah jarak dalam beberapa bulan terakhir.
Setelah berpelukan, Elara kembali mengajak Papanya ke kamar agar beristirahat. "Setelah ini Papa harus tidur. Jangan banyak pikiran dan beristirahatlah dengan cukup." peringat Elara.
Papa Efendi mengangguk diiringi senyuman. Ia lantas membuka knop pintu kamar dan sedikit mengernyitkan dahinya saat mendapati pintu kamarnya yang ternyata tidak tertutup rapat.
"Ada apa, Pa?" tanya Elara.
"Rasanya tadi Papa menutup pintu dengan benar, kenapa sekarang tidak tertutup rapat begini?"
"Papa yakin? Mungkin Papa salah ingat. Makanya Papa istirahat, jangan begadang. Umur Papa itu tidak muda lagi sekarang, jadi jangan banyak begadang. Lihatlah sekarang, bahkan hal sekecil ini saja bisa lupa. Sudahlah, sekarang ayo istirahat." Elara membukakan pintu kamar untuk Papanya, lalu membantu Papanya berbaring di ranjang, lalu menyelimutinya. "Good night, Papa. Mimpi indah ya."
...•••***•••...
Papa Efendi bersama Elara dan Langit menikmati hidangan sarapan diiringi obrolan hangat pagi hari.
"Papa mau ke kantor?" tanya Elara.
"Hm, ada rapat penting dengan Pak Broto pagi ini."
"Baiklah. Oh iya, Papa jangan lupa ya, tetap waspada terhadap Pak Broto." peringat Elara.
"Iya, Papa akan selalu ingat. Kalau begitu Papa berangkat ya."
"Hati-hati, Pa."
Setelah Papa Efendi berangkat, Langit dan Elara kembali melanjutkan sarapan mereka.
"Ngomong-ngomong, apa yang kau bicarakan dengan Kak Zakia tadi malam?" tanya Elara. Teringat bahwa sebelum pulang dari rumah sakit tadi malam Kak Zakia mengajak Langit untuk berbicara.
"Kau pasti tidak akan percaya kalau aku katakan."
"Kenapa? Memangnya Kak Zakia bilang apa?"
"Kemari," Langit meminta Elara mendekat seolah ingin mengatakan hal serius. "Kak Zakia bertanya apakah aku ada Kakak laki-laki. Katanya aku ini sangat tampan dan sesuai dengan tipe laki-laki idamannya. Tapi katanya dia tidak mau denganku karena umurku lebih muda darinya, jadi dia bertanya apakah aku ada Kakak laki-laki atau tidak."
Elara memicingkan matanya. Ia tidak begitu percaya kalau Kak Zakia benar-benar menanyakan hal tersebut pada Langit. "Serius Kak Zakia menanyakan itu?" tanyanya memastikan.
"Hm, kalau tidak percaya tanya saja padanya."
Elara masih belum percaya sepenuhnya dengan ucapan Langit. Tapi kalau sampai ucapan Langit ini benar, maka ini akan jadi berita membahagiakan untuk kedua orang tua Kak Zakia. Pasalnya, selama ini kedua orang tua Zakia terus mendesaknya untuk menikah, tetapi Zakia tidak pernah menanggapi.
...•••***•••...
Elara dan Langit tiba di rumah sakit. Elara berdiri di depan pintu ruangan Elana dan melihat Elana yang tengah disuapi bubur oleh Zakia. Beberapa saat setelahnya, Zakia keluar dari ruang rawat Elana.
"Pagi, Kak. Bagaimana keadaan Elana sekarang?"
"Dia tidak histeris lagi seperti tadi malam. Tapi kejadian tadi malam itu cukup membuatnya shock dan membuat kesehatannya menurun. Saran Kakak, bagaimana kalau kita pindahkan ruangan Elana ke ruangan lain yang lebih baik. Takutnya kejadian ini terulang lagi dan membuat kesehatan Elana semakin drop."
"Iya Kak, aku setuju dengan Kakak. Tapi aku tidak habis pikir Kak, bagaimana Chelsea bisa tahu letak kamar Elana."
"Itu juga yang Kakak pikirkan El, kakak juga tidak habis pikir tentang itu. Maka dari itu, sepertinya akan lebih baik kalau kita pindahkan ruangan Elana ke ruangan khusus yang ada di samping ruanganku. Dengan begitu, Kakak bisa memantau kesehatan Elana dengan baik, dan Kakak yakin Elana akan aman di sana."
"Baiklah, aku ikut Kakak saja. Lakukan apa yang terbaik menurut Kakak."
"Baiklah kalau begitu Kakak akan segera urus kepindahan Elana."
"Hm, aku akan memberitahu Papa nanti."
semakin di bikin penasaran sama authornya .,...🤣🤣
pinisirin kelanjutannya.....💪
masih belum ada titik terang siapa yg memperkosa elana...