"Sampai kapan kau akan seperti ini zaf ?" tanya seorang perempuan berpakaian rapih dan memegang papan dada, Zafira hanya menghela nafasnya lelah "entahlah, trauma itu masih ada" jawaban Zafira membuat Cintia mengerucutkan bibirnya.
"Kau tidak bisa selamanya seperti ini, kau harus bisa berdamai dengan keadaan Zaf" lanjut kembali Cintia sembari menulis sesuatu di atas kertas putih yang berada di papan dadanya.
pintu ruang dokter Gavin terdengar terbuka disana sedang berdiri seorang Devan dan Edwin saling berangkulan dan berjalan melewati Zafira serta Cintia, tepat saat mata Zafira beradu dengan kedua manik Devan getaran dan ketakutan itu terlihat jelas hingga Zafira menegang seketika.
namun Devan tidak mengetahui apa yang terjadi dengan Zafira, mungkin bagi Devan kejadian 5 tahun yang lalu adalah bukan apa - apa bagi Devan tetapi tidak bagi Zafira Lalita.
ingin tau kelanjutkan ceritanya ?
kalian bisa baca ya teman - teman ini kelanjutan cerita tentang si kembar ya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sukapena, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ucapan ngawur Cintia
"WHAT" Cintia terkejut dengan apa yang Zafira katakan "suuut pelankan suaramu bodoh" Zafira menutup mulut Cintia dan melihat sekeliling mereka.
Zafira tersenyum dan mengangguk sopan isyarat meminta maaf "kita di cafetaria jangan bersisik seperti itu" Cintia terkejut dengan apa yang Zafira katakan.
Zafira menceritakan kepada Cintia tentang apa yang terjadi saat dirinya dan Devan dalam satu life "fix pak Devan cemburu sih sama dokter Ananta" Cintia melontarkan kata - kata yang membuat Zafira tertawa tidak percaya.
Bagi Zafira ucapan Cintia adalah sebuah lelucon dan itu tidak akan mungkin "eh bentar kenapa pak Devan ngira kamu udah bersuami ?" Cintia memicingkan kedua matanya.
"Pak Devan tau soal Elvano ?" Cintia bertanya sekali lagi kemudian Zafira mengangguk canggung, Cintia tersenyum lebar sembari menaik turunkan alisnya.
"Zaf udah waktunya Pak Devan tau tentang kejadian lima tahun yang lalu itu" Zafira menggelengkan kepalanya dengan kuat "Devan udah anggep aku ini seorang jalang, jadi semakin tidak mungkin jika aku harus menceritakan apa yang terjadi sebenarnya lima tahun yang lalu itu" Zafira menjawab ucapan Cintia seraya meminum es kopinya.
"Lagi pula dia dan kakakku seperti punya ikatan, mereka saling dekat dan Devan pernah memanggil kakakku dengan sebutan sayang" Cintia semakin terkejut lagi saat Zafira mengatakan bahwa Devan telah mengenal Erina.
"Jadi kak Erina kenal sama Devan ?" Zafira hanya mengangguk kemudian Cintia merebahkan punggungnya ke sandaran kursi cafetaria tersebut.
"Tidak dapat dipercaya, benar - benar playboy" perkataan Cintia mendapat anggukan dari Zafira "sifatnya jauh berbeda sekali dengan dokter Gavin" kali ini Zafira bersuara dan Cintia mengangguk setuju.
"Terus wanita seksi tadi ? Apa itu juga kekasihnya ?" Zafira mengendikkan bahu tidak tau "entahlah mungkin, tadi aku sepat dengan Devan bertelfon dengan seseorang dan memanggil orang itu dengan sebutan sweetheart" Cintia tersenyum salah tingkah.
"Zaf kalo aku diposisimu tadi pasti bakal salah tingkah sendiri, ya walaupun panggilan itu untuk wanita lain" Zafira menggelengkan kepala heran melihat sahabatnya itu.
"Eh pak Devan memang auranya itu melebihi dokter Gavin" kali ini Zafira setuju dengan penuturan Cintia, Devan memang memiliki aura tersendiri tentang wanita dibanding saudara kembarnya Gavin.
Karena selama bertahun - tahun Zafira bekerja menjadi Asisten Gavin, tak sedikit pun perlakuan Gavin yang membuatnya jatuh hati tidak seperti Devan yang sempat membuat hatinya berdebar.
Setelah pembicaraan mereka selesai, Zafira dan Cintia berjalan menuju lorong rumah sakit itu dan tak sengaja berpapasan dengan Devan bersama seorang wanita seksi yang mereka temui di life.
Seketika Zafira melihat lengan Devan yang digandeng mesra oleh wanita itu, Devan sama sekali tidak menolak atau merasa tidak nyaman.
Entah kenapa hati Zafira tiba - tiba kesal, saat Devan serta wanita itu melewati dirinya dan Cintia. Zafira menundukkan kepala tidak melihat berbeda dengan Cintia yang memberi sapaan hormat kepada atasannya itu.
"Siang pak" Devan tersenyum kepada Cintia seraya melihat Zafira juga yang berdiri di samping Cintia "siang" jawab Devan sembari mengangguk hormat kepad Cintia.
"Siapa Dev mereka ?" mareta bertanya kepada Devan seraya memicingkan kedua matanya, Devan menghela nafasnya "mereka hanya staf rumah sakit" mareta memutar bola matanya.
"Dev aku tidak suka kau menebar senyummu kepada staf perempuan disini" mareta memberikan protesnya kemudian Devan melepas perlahan lengannya dari tangan Mareta.
"Mareta aku sudah mengatakan padamu saat diswis bukan bahwa kita sudah putus, lalu kenapa kau masih mencariku kemari ?" Mareta kembali bergelayut manja pada Devan.
Devan melihat kanan kiri untungnya tidak ada siapapun di basement mobil yang melihat mereka, sejujurnya Devan sudah jengah dengan Mareta.
Mareta terlalu memonopoli dirinya hingga dia tidak dapat berkutik dengan siapapun, sebetulnya dia pulang ke indonesia hanya untuk menghindari Mareta.
Tetapi Mareta masih dapat mencarinya sampai disini "ini pasti karna Gavin memberitahu alamat lengkap rumah" gumam Devan di dalam hati.
"Dev apa kau mendengarkanku berbicara" Devan mengangguk ragu pasalnya dia tidak benar - benar mendengarkan ocehan Mareta "Devan siapa dia ?" terdengar suara wanita paruh baya yang menyapa Devan.