Lila pergi ke ibu kota, niat utamanya mencari laki-laki yang bernama Husien, dia bertekad akan menghancurkan kehidupan Husien, karena telah menyengsarakan dia dan bundanya.
Apakah Lila berhasil mewujudkan impiannya. Baca di novelku
DENDAM ANAK KANDUNG.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Darmaiyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 13
Kekacauan
Vito menyampaikan kepada Yura, kalau Husein memintanya untuk segera ke kantor pusat.
"Ada apa papa memanggil ku ke kantor pusat." tanya Yura penasaran. karena sejak kejadian di rumah sakit itu hubungannya dengan papanya sedikit tidak baik.
"Pergi saja temui papa sekarang." jawab Vito.
"Pasti papa akan memberikan jabatan yang lebih tinggi padaku, sehingga dia menyuruhku ke kantor pusat." batin Yura senang.
Yura meminta Vito mengantarnya ke kantor pusat. Namun Vito menolak dengan alasan ada beberapa dokumen yang sedang diselesaikannya, dan dia berjanji setelah dokumen itu selesai akan segera menyusul ke kantor pusat, ada berkas yang harus ditandatangani oleh Husein.
"Baiklah kalau begitu aku pergi dulu." ujar Yura beranjak meninggalkan Vito.
Vito sengaja meminta Yura untuk pergi sendiri. Entah kenapa tiba-tiba dia ingin menjaga perasaan Lila. Vito merasakan ada hal yang berbeda saat Lila bersamanya berbeda sekali rasanya saat dia dengan Yura, Karena sejatinya dari awal Yura memang tidak ada di hatinya. Bahkan tiga tahun menikah pun tidak menumbuhkan rasa cinta di hati Vito, mungkin karena perlakuan Yura yang semena-mena tidak pernah lembut terhadap Vito.
Yura turun dari mobilnya , melangkah memasuki pintu utama kantor semua karyawan yang dilewatinya tidak ada yang berani menyapanya. Yura juga tidak pernah peduli dengan mereka dia langsung menuju ruangan Husein.
"Selamat pagi papa." ujar Yura menerobos masuk tanpa mengetuk pintu, dia langsung mendekati Husin dan merengkuh bahu pria itu.
Husien berdiri lalu menepis tangan Yura, tentu saja Yura kaget dengan perlakuan Husien yang sedikit kasar terhadapnya, biasanya pria itu akan saat bertemu selalu memeluknya hangat.
"Apa papa masih marah padaku gara-gara insiden di rumah Sakit kemarin?" batin Yura.
Belum sempat Yura berpikir jernih Husein melemparkan map di tangannya ke wajah Yura, hingga kertas yang ada di dalam map berhamburan ke lantai.
"Jelaskan sama papa! untuk apa semua ini!" bentakan Husien, membuat Yura kaget.
Yura berjongkok dan memunguti kertas-kertas yang berhamburan, kemudian menatap kertas itu satu persatu.
"Papa ini hanya hal kecil, kenapa papa semarah ini padaku?" tanya Yura sambil meletakkan map itu kembali di atas meja kerja Husien.
"Hal kecil maksudmu?"
"Penggelapan uang hampir satu miliar, proyek terbengkalai kau katakan ini hal kecil." ucap Husein dengan penuh emosi.
"Kau tahu Yura! Berapa denda yang harus bayar perusahaan jika proyek ini gagal."
"Pa! proyeknya belum gagal." ujar Yura membela diri.
Husien sangat kesal sekali melihat tindakan Yura, bukannya dia menyesal dan meminta maaf atas kesalahan yang dibuatnya. Dia malah meminta Husien memakluminya.
"Papa untung dan merugi sebuah proyek itu suatu kewajaran, tapi ini bukan bukti kegagalan." ujar Yura lagi, dia tak mau di salahkan, karena menurutnya kerugian proyek itu bukan sepenuhnya tanggung jawabnya.
"Siapa yang kau suruh bertanggung jawab, sudah jelas kau yang menggelapkan uang hampir satu miliar untuk berjudi. makanya proyeknya gagal karena uangnya sudah kamu pakai untuk berjudi" suara Husien terdengar semakin meninggi.
"Papa! cuman satu miliar, uang papa kan masih banyak. kenapa uang segitu yang papa permasalahkan? kenapa papa perhitungan sama Yura? pantas saja Mama pergi meninggalkan papa, karena papa pelit." ujar Yura kesal, karena Husien selalu memojokkannya.
Plak.. sebuah tamparan mendarat di pipi Yura, Husien benar-benar kehilangan kesabarannya mendengar ucapan Yura.
"Papa memukulku."
Yura mundur beberapa langkah seraya memegang pipinya yang terasa panas, tiba-tiba air matanya mengucur.
"Papa jahat! papa jahat! Yura benci papa." teriak Yura seraya melangkah ingin keluar dari ruangan Husien.
"Ada apa Yura?" tanya Vito saat melihat Yura nangis.
Vito baru datang seakan-akan menjadi kekuatan Yura, Yura langsung menghambur memeluk Vito dan menangis.
"Kamu kenapa sayang?" tanya Vito yang pura-pura masih peduli dengan Yura, saat berada di hadapan Husien.
"Papa! papa memukulku." jawab Yura di dalam Isak tangisnya.
"Tidak mungkin papa melakukan itu, kamu anak kesayangannya." ujar Vito sambil menyesap air mata Yura.
"Pasti wanita sampah itu yang telah meracuni otak papa."
"Maksudmu Lila?" tanya Vito tak percaya.
"Siapa lagi?"
"Kamu jangan asal menuduh Yura!" Vito melarang Yura berbicara sembarangan.
Vito menggenggam tangan Yura kemudian mengajaknya duduk di sofa. Husien yang melihat kedatangan Vito menyerahkan map berisi berkas penggelapan uang yang dilakukan Yura.
Vito mengambil map itu kemudian membuka isinya dan melihat satu persatu angka yang tertulis di situ.
"Apa ini yang membuat papa marah?" tanya Vito seraya menatap Yura. Yura menjawab dengan anggukan.
"Kau memang sudah keterlaluan membuat papa kecewa lagi." ujar Vito seraya berdiri, lalu melemparkan map itu ke wajah Yura.
"Vito kau menyalahkan ku juga?" Yura ikut berdiri, kemudian menarik kerah kemeja Vito.Dia sangat kesal pada Vito, dia berharap Vito membelanya tapi ternyata tidak.
Vito menarik kasar tangan Yura hingga cengkraman Yura terlepas, kemudian Vito mendorong tubuh Yura dengan kasar Yura terduduk ke sofa. Namun Yura kembali berdiri kemudian dengan kasar pula dia memukuli wajah Vito berkali-kali.
"Kau dan papa sama saja! tak pernah menganggap ku benar." teriak Yura kasar dengan suara lantang.
"Yura! Hentikan!" bentak Vito sembari mencekal kedua lengan Yura. Namun, dengan kasar Yura mendorong Vito, hingga tubuh Vito oleng, dia terjerembab dan dahinya mengenai tepi meja kerja Husien hingga berdarah.
"Vito maafkan aku! Aku tidak sengaja." ujar Yura seraya mendekati Vito.
Begitu melihat darah segar mengalir Yura mengulurkan tangan mau menyeka darah di dahi Vito. Namun dengan tegas Vito menepis tangan Yura.
Lila yang penasaran mendengar keributan di ruang kerja Husien, bergegas melihat apa yang terjadi.
"Tuan Vito! wajahmu berdarah." ujar Lila kaget, lalu dengan sigap menangkap tubuh itu yang terhuyung dan membimbingnya duduk di sofa.
Lila bergegas lari ke ruangannya mengambil kotak obat, kemudian kembali lagi ke ruang kerja Husein.
"Menyingkir! Aku bisa mengurus suamiku. Kau tidak usah ikut campur." Yura merampas kotak obat yang ada di tangan Lila.
"Kau yang menyingkir! Aku tidak mau kau yang obati." ujar Vito menolak niat baik Yura.
"Oh bagus! jadi kau ingin dilayani wanita sampah ini." sergah Yura emosi.
"Nona Yura lebih baik menyingkir dulu, biar saya obati dulu Tuan Vito, debatnya nanti saja dilanjut kan." ujar Lila seraya menarik lengan Yura dan memintanya bergeser.
"Tidak! kau tak berhak memerintah ku." Yura tidak terima Lila menarik tangannya, dengan gerakan cepat Yura mendorong tubuh Lila, hingga Lila terjerembab ke lantai.
Plak.. tiba-tiba sebuah tamparan mendarat kembali di pipi Yura. Husien yang melihat perdebatan Yura dengan Lila merasa kesal, apalagi Yura sampai mendorong Lila hingga terjatuh ke lantai.
"Papa memukulku lagi? demi wanita ini papa tega menyakiti Putri papa sendiri." ujar Yura menatap tajam ke arah Husien.
"Hay kau perempuan sampah! apa kau sudah naik ke tempat tidur papaku, hingga papaku begitu membelamu." Yura menuduhkan sesuatu yang di luar nalar Lila.
Husien kembali ingin menyerang Yura. Namun, karena emosinya yang tak stabil membuat dada Husien terasa sesak, tubuhnya tiba-tiba tak berdaya. Dia memegang dada dengan tangan kiri, dan nafasnya mulai terengah-engah
"Tuan! Sudah! jangan marah lagi, jaga emosi Tuan. Ingat jantung tuan." ujar Lila berusaha menenangkan Husien yang sudah terduduk lemas.
Sementara darah yang mengalir dari luka di dahi Vito, semakin banyak hampir menutupi separuh wajah Vito. Vito yang merasa pusing, karena tak tahan melihat darah akhirnya terbaring lemah di sofa.
Yura sama sekali tak memperdulikan keadaan Vito, emosinya malah meledak-ledak saat melihat kedekatan Lila dan Husien. Bagaimana tidak Husien menampar dan menyakitinya demi membela wanita itu.
"Dasar wanita penggoda, setelah menggoda Vito, papaku pun kau goda. Ku hajar kau!" Yura menarik rambut Lila dengan kasar, hingga Lila terserat.
Lila yang merasa terdesak akhirnya membela diri dengan sekali pukulan Yura pun terpelanting dan kesakitan, dia memegangi perutnya yang terasa nyeri.
"Jangan bikin saya emosi, karena saya bisa lebih kejam dari ini," ujar Lila memberi ancaman, karena dia tidak ingin melihat Yura yang melarangnya untuk membantu Vito.
"Ibu Nora! tolong bawa Tuan Pito ke rumah sakit." teriak Lila dari pintu ruang kerja Husien.
"Ya Allah kenapa dengan Tuan Vito?" tanya Nora sedikit panik saat melihat darah memenuhi wajah Vito.
"Tuan Vito terluka." jawab Lila seraya meminta bantuan karyawan lain agar bisa membawa Vito ke rumah sakit. Lila menelepon Niko untuk menyiapkan mobil.
Setelah Vito dibawa Nora dan karyawan lain keluar dari ruang kerja Husien menuju rumah sakit. Lila baru menyadari kalau Husein sedang terduduk lemas di balik sofa.
"Tuan! Tuan tidak apa-apa." Lila berusaha membantu Husien bangkit dan mendudukkannya di sofa. kemudian Lila bergegas masuk ke ruang pribadi Husein untuk mengambil obat.
"Sini! Biar aku yang memberikan ke papa." rampas Yura, hingga botol obat itu menggelinding di lantai dan isinya pun berserakan.
"Bisakah Nona Yura bicara baik-baik jangan main rampas seperti ini." ucap Lila.
"Denganmu! aku tidak akan pernah bicara baik! Emang kau siapa?"
Yura kemudian mengambil satu butir obat yang menggelinding di lantai dan segelas air, kemudian dia duduk di samping Husein. Namun apa yang terjadi saat Yura menyodorkan obat dan gelas air, Husein menepis tangannya sehingga gelas tumpah dan airnya mengotori baju Yura.
"Kau baru saja papa beri kesempatan untuk memperbaiki diri. Nyatanya kau tak berubah juga." maki Husein dengan suara lirih yang tersendat-sendat.
"Aku hanya kecewa dengan papa! papa lebih membela dia daripada aku." ujar Yura protes.
"Papa tidak pernah membela siapa-siapa Yura. Lila tidak pernah berbuat salah, tapi kenapa kamu selalu menindasnya."
"Selama ini apapun tindakan Yura tidak pernah salah di mata papa. tapi sejak dia ada, semua yang Yura lakukan salah dan hanya dia yang benar di mata papa."
"Nona Yura! sudah! jangan berdebat lagi dengan Tuan." Lila mencoba menengahi saat dilihatnya nafas Husien semakin sesak.
"Kau tidak usah sok bijak, semua ini salahmu, jika terjadi apa-apa dengan papa, maka orang yang pertama disalahkan adalah kau!"
Husien sudah tak tahan mendengar kata-kata Yura, dadanya mulai menyempit dia tersedak dan batuk berkali-kali, kemudian terkulai lemas tak sadarkan diri.
"Tuan! Ya Tuhan." Lila berteriak panik meminta bantuan karyawan lain untuk mengangkat Husien dan membawa ke rumah sakit.
"Jangan coba-coba menghalangi ku." ujar Lila menatap tajam ke arah Yura. kali ini dia tidak main-main dengan ancamannya, jika Yura menghalanginya untuk membawa Husien ke rumah sakit dia akan membuat Yura babak belur.
Akhirnya Yura mundur beberapa langkah membiarkan Lila membawa Husien ke rumah sakit.
"Baguslah? kau jaga saja papaku yang penyakitan itu." batin Yura kemudian dia pun keluar dari ruang kerja Husien.
Bagaimana keadaan Vito dan Husein Baca cerita selanjutnya dipakai 14
jangan lupa tinggalkan jejak like komentar dan hadiahnya
Terima kasih yang sudah mampir dan membaca novelku
Salam cinta selalu dari author.
thanks you