Jae Hyun—seorang CEO dingin dan penuh perhitungan—menikahi Riin, seorang penulis baru yang kariernya baru saja dimulai. Awalnya, itu hanya pernikahan kontrak. Namun, tanpa disadari, mereka jatuh cinta.
Saat Jae Hyun dan Riin akhirnya ingin menjalani pernikahan mereka dengan sungguh-sungguh, masa lalu datang mengusik. Youn Jung, cinta pertama Jae Hyun, kembali setelah pertunangannya kandas. Dengan status pernikahan Jae Hyun yang belum diumumkan ke publik, Youn Jung berharap bisa mengisi kembali tempat di sisi pria itu.
Di saat Jae Hyun terjebak dalam bayang-bayang masa lalunya, Riin mulai mempertanyakan posisinya dalam pernikahan ini. Dan ketika Seon Ho, pria yang selalu ada untuknya, mulai menunjukkan perhatian lebih, Riin dihadapkan pada pilihan: bertahan atau melepaskan.
Saat rahasia dan perasaan mulai terungkap, siapa yang akan bertahan, dan siapa yang harus melepaskan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Coffeeandwine, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
The Writer and The CEO’s Wife
Di atas meja bundar besar dari kayu, sudah tertata rapi laptop, buku catatan, dan beberapa cangkir kopi untuk tamu yang akan datang. Namun, suasana hati Riin sama sekali tidak setenang tampilan ruangan itu. Ruang tengah rumah mereka yang disulap menjadi ruang rapat sederhana untuk pertemuan dengan beberapa penulis dan staff Colors Publishing yang masih bergabung.
Riin berdiri memandangi meja rapat itu sambil menggenggam jemarinya sendiri. Sorot matanya menyiratkan kegelisahan. Jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Ia menarik napas dalam, berusaha tenang, namun sorot matanya tak bisa menyembunyikan keresahan yang mengganggu pikirannya. Bukan soal materi rapat. Tapi soal sorotan mata rekan-rekan kerja yang akan menatapnya bukan hanya sebagai penulis biasa... tapi sebagai istri dari CEO mereka. "Aku masih tidak yakin harus bagaimana menghadapi mereka..." bisiknya, hampir tak terdengar.
Jae Hyun yang sedari tadi berdiri di belakangnya mendekat perlahan. Ia tidak berkata apa-apa saat pertama kali menyentuh punggung Riin dengan lembut. Gerakan tangannya pelan, menyapu dengan penuh perhatian, seperti ingin menghapus kegelisahan yang menggantung di benak istrinya.
“Riin,” katanya akhirnya, suaranya dalam dan tenang, “kau hanya perlu fokus pada pekerjaan. Sisanya, biar aku yang tangani.” Nada suaranya membuat Riin menoleh. Ada ketegasan di wajah Jae Hyun, tapi juga kelembutan yang hanya ia tunjukkan ketika mereka hanya berdua saja.
"Aku harap... mereka bisa bersikap biasa saja. Seperti Min Gyu dan Seon Ho," ucap Riin, menunduk, "apalagi setelah mereka tahu status pernikahan kita..."
"Itu bukan sesuatu yang perlu kau khawatirkan, tapi justru sesuatu hal yang harus mereka lakukan," potong Jae Hyun dengan nada lebih tegas dari biasanya. "Kalau mereka masih ingin bekerja di perusahaanku, mereka harus bisa bersikap profesional."
Riin terdiam. Ia tahu betul Jae Hyun bukan tipe pria yang main-main, terlebih soal pekerjaan. Tapi tetap saja, perasaan canggung itu sulit diabaikan.
Saat bel rumah berbunyi, detik itu juga pembicaraan pribadi mereka terhenti. Bibi mereka segera berjalan cepat ke arah pintu, membukanya dengan ramah seperti biasa.
Jae Hyun menarik napas panjang. Saat ia berbicara lagi, suaranya berubah. Dingin. Tegas. Nada seorang pemimpin perusahaan yang kembali mengenakan kekuasaannya. "Mereka sudah datang. Kita harus bersikap profesional. Aku akan memperlakukanmu seperti pegawai lain. Dan aku ingin kau menunjukkan siapa dirimu sebenarnya di depan mereka, Riin."
Riin mengangguk pelan. Tidak ada lagi belaian lembut, tidak ada lagi bisikan hangat. Ia berdiri lebih tegak, memasang wajah tenang, dan melangkah ke ruang tengah.
***
Satu per satu orang mulai berdatangan. Sepuluh pegawai yang masih loyal pada Colors Publishing memasuki rumah itu dengan ekspresi yang beragam. Sebagian kagum, sebagian gugup, sebagian lagi... terlihat bingung dan tidak yakin bagaimana harus bersikap.
Ah Ri datang dengan senyum lebarnya yang biasa. Ia langsung memeluk Riin dengan hangat. “Kau terlihat lebih kurus. Jaga kesehatanmu, ya.”
Di belakangnya, Seon Ho datang menyusul, mengenakan jas kasual biru tua. Ia menatap Riin sebentar, lalu tersenyum lembut. “Kau baik-baik saja?”
Pertanyaan itu sederhana, tapi bagi Riin, rasanya seperti ditampar kenyataan. Ia mengangguk cepat. “Aku... baik-baik saja.”
Min Gyu datang belakangan, menunduk sopan pada Jae Hyun, kemudian pada Riin. Ia duduk agak menjauh dan lebih banyak diam. Sisanya masuk bergiliran. Beberapa terlihat masih sulit mempercayai suasana di depan mereka_CEO mereka yang terkenal perfeksionis dan dingin ternyata hidup serumah dengan penulis ceroboh_namun berbakat_yang beberapa kali melakukan kesalahan.
Jae Hyun berdiri di sisi lain meja, tubuhnya tegap dan aura kepemimpinan terpancar jelas dari sorot matanya yang tajam. “Aku tahu, beberapa dari kalian mungkin merasa tidak nyaman," ucapnya membuka rapat. “Tapi aku ingin menegaskan satu hal. Mulai saat ini, di jam kerja, aku dan Riin akan bersikap profesional, sebagai atasan dan bawahan. Tidak akan ada perlakuan khusus.”
Ia berhenti sejenak, menatap satu per satu wajah di hadapannya. “Yang membedakan kalian hanyalah kemampuan dan kinerja kalian. Jika ada pertanyaan atau keberatan, sampaikan sekarang.”
Seorang wanita muda mengangkat tangan perlahan. Hye Jin. Salah satu penulis muda yang dikenal cerdas tapi vokal. “Jika Riin-ssi melakukan kesalahan... apakah Sajangnim akan memperlakukannya seperti pegawai lain?”
Jae Hyun tersenyum tipis. Dingin. Tegas. “Pertanyaan bagus. Jawabannya: ya. Bahkan mungkin lebih tegas dari yang kalian bayangkan. Dia pernah kupanggil ke ruanganku tiga kali dalam seminggu hanya karena lupa deadline,” ucapnya dengan nada serius, namun mengandung sindiran ringan yang membuat beberapa orang tertawa kecil. “Hal-hal seperti ini tidak akan memengaruhi keputusan bisnis. Yang aku butuhkan dari kalian adalah komitmen, loyalitas dan kinerja terbaik agar perusahaan bisa kembali bangkit dan berkembang. Jika kalian tidak bisa menerima hal itu, kalian bebas pergi.”
Hening.
Tak ada tangan lain yang terangkat. “Kalau begitu, rapat kita mulai.”
***
Rapat berjalan lebih lancar dari dugaan Riin. Ketika semua mulai fokus pada ide dan solusi, kecanggungan perlahan mencair. Mereka membahas rencana penyelamatan Colors Publishing, membedah data, menimbang kemungkinan.
“Apa ada saran yang lebih efektif? Kita perlu proyek yang bisa kita jalankan dari rumah,” tanya Jae Hyun di tengah sesi.
Riin yang sedari tadi diam akhirnya mengangkat tangannya. Ia menatap Jae Hyun sejenak, lalu memutar pandang ke arah semua orang. “Bagaimana kalau kita mulai fokus ke web novel?”
Ah Ri mengangkat alis. “Web novel?”
“Kita bisa mengundang penulis pemula untuk mengirimkan karyanya secara online. Platform seperti itu sedang banyak digemari, terutama remaja. Kita juga bisa membuka peluang iklan dan monetisasi langsung di platform. Banyak penulis yang kesulitan menerbitkan buku secara fisik… kenapa kita tidak mencobanya?”
Seon Ho segera menimpali. “Sajangnim, itu bisa jadi jalan keluar. Min Gyu bisa membuat sistem websitenya. Kami bisa membagi tugas pengelolaan konten dan kurasi.”
Jae Hyun menatap Riin. Sekilas ada kekaguman di sorot matanya, meski cepat ia sembunyikan di balik ekspresi dinginnya. “Kalau begitu, mulai kerjakan sekarang. Kita harus lebih cepat dari kompetitor.”
“Tapi… kita butuh biaya yang cukup besar,” ucap Ah Ri dengan nada hati-hati.
“Aku akan urus itu. Aku masih punya beberapa relasi bisnis yang bisa diajak bicara. Fokus saja pada idenya. Sisanya akan menjadi tanggung jawabku.”
***