Setelah dikhianti oleh pria yang dicintainya, Vani tidak ingin lagi jatuh cinta, tetapi takdir justru mempertemukan Vani dengan Arjuna.
Seorang CEO yang dikenal dengan rumor sebagai pria gay.
Karena suatu alasan, Vani setuju saat Juna melamarnya, karena berpikir Juna seoarang gay dan tidak mungkin menyentuhnya. Namun siapa sangka jika rumor tentang gay itu salah. Juna adalah sosok suami yang begitu memuja Vani.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cinta Halu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rindu Itu Berat
"Dia sama terlukanya sepertiku. Dia juga terluka. Ada apa sebenarnya? Kenapa dia melakukan semua itu jika pada akhirnya akan menyakiti dirinya sendiri? Kenapa semua ini membuatku bertanya-tanya?" Vani merasa sedih dan juga bingung saat kembali teringat akan kejadian tadi sore.
Benar jika karma akan berlaku. Namun Vani tidak menyangka jika akan begitu cepat, Johan baru menyakitinya dan langsung mendapat karma. Itu seperti ada sesuatu yang salah? Itu semua jadi membingungkan untuk Vani.
"Kamu lihat? Penampilannya sungguh berantakan, aku sangat mengenalnya. Johan pria yang sangat memperhatikan penampilannya, melihatnya seperti itu aku sangat yakin jika dia sama terpuruknya seperti aku. Lalu kenapa dia menikahi wanita itu jika dia tidak bahagia? Kenapa dia selalu meminta maaf?" sambung Vani masih saja bertanya-tanya.
"Vani. Dengarkan aku. Apapun alasannya, itu sama sekali tidak akan membenarkan apa yang sudah dia lakukan. Dia tetap saja bersalah, dia sudah menyakitimu. Berhentilah memikirkan perasaannya. Karena di sini yang paling terluka itu kamu, kamu yang tersakiti dan dialah orang yang sudah menyakitimu. Dia pantas mendapat karma akan semua itu. Lupakan dia!" Jawab Esi, sahabat yang selalu ada menemani Vani dalam suka maupun duka. Seperti saat ini Esi yang masih menemani Vani, meski dia sendiri merasa lelah.
"Ingat orang tuamu, ingatlah orang orang yang menyayangimu, Vani. Jangan kecewakan mereka yang menyayangimu...," ucap Esi lagi membuat Vani terdiam.
Suara bell menghentikan kalimat Esi yang belum selesai menasehati Vani. Keduanya saling tatap.
"Siapa?" tanya Esi yang dijawab gelengan oleh Vani yang masih terlihat kalut.
"Tunggu disini, biar aku yang lihat! Mungkin Karina sudah pulang dari mengunjungi rumah orang tuanya," ucap Esi.
Esi mengerutkan alisnya saat melihat sosok wanita paruh baya bediri di depan pintu dengan menenteng kotak bekal makanan.
"Maaf, ibu, cari siapa?" tanya Esi sopan.
"Maaf mengganggu Nona, benar ini kediamannya nona Vani, kan?"
"Iya benar, saya temannya. Ada yang bisa dibantu?"
"Saya pelayan tuan Arjuna. Saya membawakan makan malam untuk calon istri tuan muda atas perintahnya," ucap wanita yang mengaku pelayan tersebut memberikan kotak bekal kepada Esi yang tersenyum menerimanya.
"Arjuna?" beo Esi.
"Iya, Nona. Tuan hanya ingin saya memastikan jika nona Vani tidak terlambat makan," jawab pelayan itu lagi.
"Oh, baiklah. Terima kasih ya Bi. Nanti saya sampaikan," kata Esi yang dijawab anggukan oleh pelayan tersebut sebelum Esi menutup kembali pintu apartement Vani.
"Calon Istri? Datang disaat yang tepat. Aku semakin setuju jika kalian bersama, Van," gumam Esi tersenyum senang.
"Siapa?" tanya Vani saat Esi sudah kembali duduk dihadapannya.
"Ini dari calon suamimu! Dia benar-benar perhatian," jawab Esi menggoda Vani.
"Hah? Bukankah tadi dia bilang kalau dia keluar kota?" ucap Vani pelan membuat Esi yang mendengar semakin ingin menggodanya agar Vani dapat melupakan kesedihannya.
"Wah... Jadi kalian beneran akan menikah? Bahkan dia berpamitan padamu saat akan keluar kota. Kalian benar-benar membuatku iri," ledek Esi tersenyum.
"Apaan sih, kamu. Dia itu pria gila yang semaunya saja. Aku sudah cerita jika dia selalu mengklaim aku kekasihnya," kata Vani mencubit pelan tangan Esi.
"Gila tapi kamu suka kan? Tampan, mapan, perhatian loh. Dia bahkan rela tinggal di sini. Kurang apa, coba?" ucap Esi.
"Nggak!" bantah Vani cepat dengan wajah cemberutnya tapi terlihat semburat kemerahan di wajahnya.
"Jangan terlalu membenci, nanti kamu jatuh cinta padanya baru tahu nikmatnya. Cinta dan benci beda tipis, Van." Esi semakin membuat Vani kesal sekaligus malu mendengarnya
"Makan yuk? Lapar! Nggak baik buang-buang makanan," ucap Esi lagi menarik tangan Vani menuju dapur sembari membawa kotak bekal dari pelayan Arjuna tadi.
Keduanya sudah duduk di kursi meja makan. Ponsel Vani yang bergetar di atas meja tentu mengundang perhatian Vani dan Esi.
Vani meraih ponselnya dan melihat nomor yang belum disimpan olehnya tapi ia jelas sudah tahu siapa orangnya.
"Siapa?" tanya Esi saat Vani kembali meletakkan ponselnya di atas meja
"Siapa yang mengirim pesan?" ulang Esi lagi saat Vani tak menjawabnya.
Esi yang penasaran mengambil ponsel Vani dan mencari tahu sendiri jawabannya.
"Selamat malam, calon Istriku. Makan yang banyak, tidur yang nyenyak ya, sayang. Jangan merindukanku! Biarkan aku saja yang merindukanmu. Aku takut kamu tidak akan bisa memikulnya jika merindukanku! Karena Rindu itu berat. Miss you, Vaniku," ucap Esi membacakan pesan yang belum dibuka oleh Vani membuat wajah Vani kembali merona antara marah dan malu mendengarnya.
Esi tertawa pelan setelah itu berkata,
"Romantis tapi terdengar lucu. Dia benar-benar berusaha untuk mendekatimu, Van. Aku suka caranya, terlihat tulus meski juga aneh dan menggemaskan."
"Aku heran kenapa dia suka sekali mengatakan aku calon istrinya? Dia bertingkah seperti dia jatuh cinta padaku. Apa itu mungkin? Sepertinya tidak," rutuk Vani.
"Ya ampun, Vani. Di luar sana, terlepas rumor tentang dia gay, tetap saja sangat banyak wanita ingin malah didekati oleh pria seperti dia. Ini kesempatan untukmu karena kamu beruntung disukai olehnya. Dia tidak mungkin hanya iseng jika dia rela pindah kemari dan melakukan banyak hal menggemaskan untukmu," terang Esi dengan mata berbinar senang mengatakannya.
"Sudahlah jangan bahas dia. Membuat nafsu makan ku hilang," kata Vani salah tingkah.
"Jangan merindukanku karena rindu itu berat!" ulang Esi mengucapkan penggalan isi pesan Arjuna untuk menggoda Vani. "Kalimat itu sepertinya tak asing di telinga. Siapa yang sering menyebutkan itu, ya?" sambung Esi tersenyum seolah tengah berpikir.
Meskipun kamu tidak menyukainya tapi paling tidak untuk saat ini dia dapat mengalihkan perhatianmu dari pria tak punya hati itu. Lihatlah, kamu tidak lagi bersedih. Wajahmu merona, Van. Batin Esi.