NovelToon NovelToon
WIDARPA

WIDARPA

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Misteri / Horror Thriller-Horror / Anak Yatim Piatu / Pengasuh
Popularitas:645
Nilai: 5
Nama Author: Karangkuna

Renjana, seorang gadis muda yang baru saja pindah ke kota kecil Manarang, mulai bekerja di panti asuhan Widarpa, sebuah tempat yang tampaknya penuh dengan kebaikan dan harapan. Namun, tak lama setelah kedatangannya, ia merasakan ada yang tidak beres di tempat tersebut. Panti asuhan itu, meski terlihat tenang, menyimpan rahasia gelap yang tak terungkap. Dari mulai bungkusan biru tua yang mencurigakan hingga ruangan misterius dengan pintu hitam sebagai penghalangnya.

Keberanian Renjana akan diuji, dan ia harus memilih antara melarikan diri atau bertahan untuk menyelamatkan anak-anak yang masih terjebak dalam kegelapan itu.

Akankah Renjana berhasil mengungkap misteri yang terkubur di Widarpa, atau ia akan menjadi korban dari kekuatan jahat yang telah lama bersembunyi di balik pintu hitam itu?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Karangkuna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

WIDARPA 06

Renjana mengambil beberapa saat untuk merapikan barang-barangnya di dalam kamar. Koper-koper besar yang tadi dia bawa dengan susah payah akhirnya dibuka dan barang-barangnya disusun dengan rapi di lemari kayu yang tersedia. Meskipun ruangannya sederhana, ada kenyamanan yang membuatnya merasa lebih tenang. Setiap benda yang dia keluarkan dari koper—seperti pakaian, seprai, dan beberapa barang kecil lainnya—terasa seperti potongan-potongan dari kehidupannya yang baru, yang perlahan mulai membentuk dirinya kembali.

Setelah selesai merapikan, Renjana merasa perlu untuk menyegarkan diri. Dia membawa handuk dan peralatan mandi yang masih ada dalam kopernya, lalu berjalan menuju kamar mandi yang terletak persis di depan pintu samping kamar. Begitu melangkah masuk, dia menemukan kamar mandi itu sederhana namun cukup bersih, dengan beberapa peralatan mandi yang tertata rapi.

Tidak ada suara atau langkah kaki yang terdengar di sana, hanya ada keheningan yang tenang, menciptakan suasana yang damai. Renjana menyadari bahwa dirinya sedang benar-benar sendiri, tidak ada orang lain di sekitar. Kamar mandi ini terkesan pribadi, seolah-olah dikhususkan untuk dirinya. Langit-langit kamar mandi tampak sederhana, dengan beberapa lampu yang menyinari ruangan dengan terang yang lembut, menciptakan kesan hangat meskipun segala sesuatunya sederhana.

Renjana menyimpan handuknya di atas tempat gantungan dan membuka keran air. Aliran air yang segar dan dingin segera memenuhi bak mandi, menambah kesan menyegarkan. Sambil menunggu air mengalir penuh, dia berdiri sejenak, membiarkan pikirannya melayang. Walaupun hidupnya baru saja berubah banyak dan penuh ketidakpastian, suasana tenang di rumah ini memberi ruang bagi hatinya untuk merasa sedikit lebih ringan.

Saat air mulai memenuhi bak mandi, Renjana memutuskan untuk melepas kelelahan yang sudah menumpuk selama perjalanan panjang. Proses mandi yang sederhana ini terasa sangat melegakan, membersihkan tubuh sekaligus menenangkan pikiran. Tak ada suara lain selain suara air yang mengalir dan desiran angin dari luar jendela yang terbuka sedikit.

Setelah selesai, Renajan keluar dari kamar mandi sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk. Dia memandang sekeliling di mana terdapat dapur yang dilengkapi dengan meja makan kayu, banyak barang-barang saling bertumpukan namun tetap terlihat rapi. Pikirannya kembali melayang, mengingat percakapan singkat tadi dengan Nek Ayun. Tadi, Nek Ayun sempat bercerita tentang keluarganya yang tinggal di rumah utama. Ia menyebutkan bahwa di rumah utama itu, ia tinggal bersama suaminya yang sudah cukup tua, serta cucunya yang sedang berlayar mencari ikan bersama sang kakek.

Renjana baru saja menggantung handuknya di gantungan baju yang terpasang di belakang pintu, dan saat itu perutnya berbunyi, mengingatkannya bahwa ia belum makan sejak tiba di Manarang. Ia meraba perutnya sejenak, merasa lapar. Dengan cepat, ia mengambil jaket dari lemari dan menyelipkan dompetnya ke dalam saku jaket. Berencana untuk mencari sesuatu yang bisa mengenyangkan perutnya, Renjana hendak melangkah keluar, ingin melihat apakah ada warung makan atau pedagang yang bisa memberinya makan.

Namun, begitu ia membuka pintu, ia terkejut melihat Nek Ayun baru saja tiba di depan rumah bersama suaminya dan cucunya. Suasana senja yang semakin meredup menciptakan suasana yang lebih hangat saat mereka bertiga tampak kembali dari suatu perjalanan. Suami Nek Ayun yang sudah cukup tua tampak sedikit lelah, meskipun masih tegap, sementara cucunya yang lebih muda, mengenakan pakaian seadanya, tampak segar, penuh semangat, dengan tangan yang memegang beberapa ikan hasil tangkapan mereka.

Nek Ayun tersenyum kecil saat melihat Renjana di depan pintu. "Oh, kamu sudah selesai mandi, ya?" tanya Nek Ayun dengan nada lembut, sambil melangkah masuk ke dalam rumah dengan hati-hati. Suaminya berjalan di belakang, dan cucunya mengikuti dengan langkah cepat.

Renjana tersenyum dan mengangguk. "Iya, Nek Ayun. Baru selesai mandi. Maaf, saya hendak keluar untuk mencari makan," jawab Renjana, sedikit ragu, merasa tidak ingin merepotkan mereka.

Namun, Nek Ayun menyahut dengan cepat, "Tidak perlu keluar dulu, anakku. Kita baru saja pulang, ada ikan segar yang baru saja kami tangkap. Kalau kamu lapar, lebih baik makan di sini bersama kami."

Cucunya, yang kini berdiri di samping mereka, menatap Renjana dengan penuh rasa ingin tahu. "Ikan segar, loh! Baru ditangkap langsung dari laut," ujarnya dengan riang, memperlihatkan ikan-ikan yang ada di tangannya.

Renjana merasa sedikit terkejut dan tidak ingin menolak kebaikan mereka. Ia mengangguk dengan senyum kecil. "Terima kasih, Nek. Saya sangat menghargainya."

Nek Ayun melambaikan tangan dengan senyum, menuntun Renjana kembali ke ruang depan. "Ayo, duduk saja. Suami saya akan memasak, sebentar lagi juga siap. Cucuku akan membantu," kata Nek Ayun sambil merapikan barang-barang yang dibawa mereka. Renjana merasa sedikit canggung, tapi dia tahu ini adalah bentuk kebaikan yang tidak bisa ditolak.

Suasana makan malam terasa hangat dan akrab. Meja makan yang sederhana dipenuhi dengan hidangan yang begitu menggugah selera. Renjana merasa perutnya mulai terisi dengan baik, menikmati setiap suapan ikan goreng yang renyah, tahu isi yang lembut, sayuran tumis kangkung yang penuh rasa, dan sambel terasi yang pedas namun sangat nikmat. Setiap gigitan membuatnya merasa lebih tenang, seakan-akan semua kelelahan dan kecemasan yang dia bawa selama ini sedikit demi sedikit hilang. Dia belum pernah merasa begitu diterima, begitu diberi perhatian, meskipun hanya melalui makanan yang sederhana.

Setelah mereka selesai makan, Nek Ayun dengan penuh perhatian memberitahunya, "Besok pagi, jam 7, kamu bisa naik angkot Pak Benos, tetangga kita. Angkot itu akan mengantarmu ke Panti Widarpa. Semoga semuanya lancar."

Renjana mengangguk dengan senyum tulus, mengucapkan terima kasih berkali-kali. "Terima kasih banyak, Nek Ayun. Saya sangat menghargainya," ujarnya dengan suara lembut.

Setelah itu, ia pun beranjak untuk kembali ke kamarnya, merasakan kenyang dan sedikit lebih tenang. Namun, saat sedang berjalan menuju pintu kamarnya, dia masih mendengar suara Nek Ayun dari ruang makan yang sudah mulai sepi. "Renjana, kunci pintu dan jendela sebelum tidur, ya! Ini daerah yang cukup aman, tapi tetap hati-hati."

Renjana berhenti sejenak mendengar perkataan itu, lalu menoleh. "Iya, Nek Ayun. Saya akan kunci semua," jawabnya, merasa semakin dihargai dan diperhatikan. Suara Nek Ayun yang penuh perhatian memberikan kenyamanan lebih dari sekadar pengingat untuk mengunci pintu, tetapi juga sebuah bentuk kepedulian yang membuatnya merasa lebih aman di tempat yang baru ini.

Dengan langkah perlahan, Renjana masuk ke kamarnya dan menutup pintu. Sebelum berbaring, ia memastikan untuk mengunci pintu dan jendela, seperti yang diminta.

Renjana berbaring di kasur yang terasa nyaman, namun pikirannya masih terjaga. Meskipun perutnya kenyang dan suasana malam yang tenang, semuanya terasa asing. Dinding kamar yang sederhana, suara angin yang berdesir pelan melalui celah jendela, dan bahkan bau laut yang samar-samar datang dari luar—semua itu memberikan kesan yang sangat berbeda dari kehidupan yang sebelumnya ia jalani. Keheningan malam terasa begitu nyata, dan meskipun dia mencoba untuk merelaksasi diri, perasaan cemas dan asing tetap mengganggu.

Akhirnya, Renjana bangkit dari kasur dan mengambil buku yang tergeletak di atas meja kecil di dekat jendela. Itu adalah buku lama yang selalu dia bawa kemanapun—sebuah buku cerita yang sering dia baca ketika merasa tidak bisa tidur. Ia membuka halaman pertama dan mulai membaca dengan perlahan. Setiap kata dalam buku itu memberikan sedikit kenyamanan, seolah-olah membawanya jauh dari pikiran-pikiran yang mengganggu.

Waktu berlalu dengan perlahan. Pencahayaan lampu kamar yang temaram semakin memudar, dan tak terasa hampir satu jam telah berlalu. Mata Renjana mulai terasa berat, dan kata-kata dalam buku itu mulai samar-samar. Buku yang dipegangnya terasa semakin berat, hingga akhirnya ia meletakkannya di samping kasur dan berbaring kembali.

Perlahan, tubuhnya mulai terasa lebih tenang. Rasa kantuk yang sempat tertunda akhirnya datang juga. Pikiran-pikirannya mulai melayang, dan tubuhnya pun mulai melemas. Dalam beberapa menit, mata Renjana akhirnya terpejam, tertidur dalam kedamaian yang baru, meskipun masih dalam keheningan yang asing. Di tengah malam yang tenang itu, Renjana akhirnya terlelap, membiarkan mimpi dan harapan baru mengalir dalam tidurnya yang dalam.

 

 

1
Nicky Firma
awal yang bagus, ditunggu part selanjutnya
Karangkuna: terima kasih /Smile/
total 1 replies
Senja
bagus. lanjut thor
Karangkuna: terima kasih /Smile/
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!