Ina dan Izhar memasuki kamar pengantin yang sudah disiapkan secara mendadak oleh Bu Aminah, ibunya Ina.
Keduanya duduk terdiam di tepian ranjang tanpa berbicara satu sama lain, suasana canggung begitu terasa, mereka bingung harus berbuat apa untuk mencairkan suasana.
Izhar keluar dari kamar mandi dan masuk kembali ke kamar setelah berganti pakaian di kamar mandi, sementara itu, Ina kesulitan untuk membuka resleting gaun pengantinnya, yang tampaknya sedikit bermasalah.
Ina berusaha menurunkan resleting yang ada di punggungnya, namun tetap gagal, membuatnya kesal sendiri.
Izhar yang baru masuk ke kamar pun melihat kesulitan istrinya, namun tidak berbuat apapun, ia hanya duduk kembali di tepian ranjang, cuek pada Ina.
Ina berbalik pada Izhar, sedikit malu untuk meminta tolong, tetapi jika tak di bantu, dia takkan bisa membuka gaunnya, sedangkan Ina merasa sangat gerah maka, "Om, bisa tolong bukain reseltingnya gak? Aku gagal terus!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Orie Tasya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33
"Om, hari ini aku gak masuk sekolah ya, aku masih belum pengen ketemu Vina, aku malas kalau harus berurusan lagi sama dia," Ina berkata pada Izhar, di saat mereka tengah sarapan.
"Apa perutnya masih sakit?"
"Nggak, aku cuma males aja ketemu dia, aku gak bisa apa-apa soalnya."
"Kenapa kamu gak lawan dia aja? Kamu gak mungkin gak bisa lawan cewek juga 'kan?"
"Aku gak mau namaku jadi jelek di sekolah, cuma gara-gara aku berantem, apalagi cuma masalah cowok."
"Iya, tapi kamu juga jangan suka diam aja, di apa-apain cuma pasrah aja, kamu harus ada perlawanan biar dia juga gak berani seperti itu lagi ke kamu."
"Nama baikku lebih berharga daripada balas dia, Om.
Udah mah aku ini cuma anak penjual ikan, terus aku nakal juga sukanya ribut, gimana nanti kata orang tentang aku?"
"Terserah kamu deh, susah kalau jiwanya gak suka balas dendam." Izhar enggan membahas itu lagi, ia melanjutkan menghabiskan sarapannya.
Setelah sarapan, Izhar siap-siap untuk pergi bekerja di kamarnya. Ina langsung masuk ke kamar Izhar dan duduk di ranjangnya.
Izhar yang sedang berganti pakaian, sontak menutupi tubuhnya dengan baju yang baru dilepas.
"Kamu ngapain masuk kamar saya sih? Saya lagi ganti baju, gak sopan!" omel Izhar.
"Idih... Pura-pura malu, padahal waktu di kamar mandi di rumahku Om biasa aja, malah godain aku segala!"
"Itu sengaja, supaya kamu mau keluar, biar saya bisa bebas mandi."
"Memang apa bedanya sama sekarang? Toh di tubuh Om gak ada yang aneh kayak tubuhku, cuma ada belalai gajah doang, itu pun di tutup rapat, kenapa Om harus malu?"
Izhar tak bisa menjawab, memang di tubuhnya itu tidak ada yang sensitif selain benda pusaka miliknya yang selalu di tutup rapat itu. Alangkah anehnya, ketika seorang pria merasa malu saat tubuh atasnya terlihat oleh istrinya sendiri.
"Udah ah, mending kamu keluar, saya mau siap-siap, keburu kesiangan!" Izhar mengusir Ina dari kamarnya.
"Nggak mau, aku maunya disini, kamar Om itu bikin nyaman!" tolak Ina, sambil berbaring di ranjang suaminya.
"Na, saya butuh privasi, kamu jangan seenaknya gitu lah, saya juga gak pernah ganggu privasi kamu kok!"
"Aku gak akan lihat, aku bakalan telungkup supaya gak lihat tubuh Om yang seksi itu, aku janji!"
Ina mengacungkan dua jarinya, lalu telungkup dan menyembunyikan wajahnya pada bantal.
"Hish, ngeyel!" umpat Izhar.
Ina hanya menahan tawanya, dia sengaja melakukan itu untuk membuat Izhar kesal.
Izhar akhirnya berganti pakaian di kamarnya, dengan terburu-buru, takut Ina mengingkari janjinya.
Setelah berganti pakaian, Izhar berdandan serapi mungkin, Ina terus memperhatikan suaminya dari tempat tidur. Rasa cemburunya mulai muncul tata kala melihat Izhar berdandan rapi dan tampan saat akan bepergian.
"Om, bisa gak, kalau mau pergi keluar itu jangan ganteng-ganteng, nanti banyak cewek yang ngelirik!" celetuk Ina.
"Saya gak merasa saya ganteng, saya berdandan karena memang harus rapi, supaya pasien suka saat di obati oleh saya." Jawab Izhar, sambil menyisir rambutnya.
"Tapi buat aku, Om terlalu ganteng buat jadi Dokter. Harusnya, Om itu kalau punya wajah ganteng, ya minimal gak usah dandan, karena biarpun ganteng kalau gak dandan ya gak akan menarik perhatian cewek! Bikin aku gak tenang kalau Om pergi keluar!"
Izhar mesem, geli mendengar celotehan Ina.
Izhar berbalik dan mendekati Ina.
"Kamu pikir kamu nggak?" tanya Izhar.
"Nggak apanya?"
"Nggak bikin saya gak tenang."
"Kenapa emangnya?"
"Kamu pikir, kamu nggak cantik? Kamu pikir, kamu gak bikin cowok-cowok tertarik buat lirik kamu?"
"Nggak, menurut aku biasa aja, meskipun aku cantik sih, hehehe."
"Ya sama, saya juga seperti itu. Saya gak merasa saya ganteng-ganteng banget, menurut saya biasa aja kayak lelaki ganteng pada umumnya, gak merasa spesial. Jadi, buat saya, sekalipun saya berdandan rapi itu gak akan membuat saya jad pusat perhatian. Kalaupun memang saya jadi pusat perhatian, itu diluar perkiraan saya dan mungkin saya memang ganteng."
"Tapi... Aku cemburu, aku gak mau ada yang suka sama Om." Ina berkata dengan pelan, mengakui kecemburuannya.
Izhar menatapnya, "Kenapa cemburu? Apa kamu mulai mencintai saya?" tanya nya.
Ina gelagapan, dia sendiri tak tahu apakah itu cinta atau bukan, tapi yang pasti Ina cemburu setiap kali ada perempuan yang mendekati Izhar.
"Saya pergi dulu, kamu jangan kemana-mana kalau gak sekolah, saya akan pulang nanti malam soalnya." Izhar mengakhiri obrolannya dan bersiap untuk pergi.
"Eh, Om..." Ina menahan tangan Izhar.
"Kenapa?"
"Boleh ikut ke rumah sakit gak? Aku gak mau sendirian disini."
"Buat apa? Kamu pikir saya ke rumah sakit buat main-main? Saya ada jadwal operasi hari ini, jadi saya gak akan punya waktu buat menemani kamu."
Ina melepaskan tangan Izhar dengan raut kecewa, padahal dirinya ingin sekali bisa ikut ke tempat kerja Izhar.
"Ya udah, hati-hati di jalan aja." Ucap Ina, tanpa semangat.
Ina lalu keluar dari kamar Izhar dan masuk ke kamarnya, semangatnya hilang.
Izhar menyusul Ina ke kamarnya, ia tahu Ina kecewa padanya. Izhar melihat Ina duduk sendirian di kasurnya, segera saja ia menghampiri.
"Kamu yakin mau ikut? Di rumah sakit gak akan ada yang bisa kamu kerjakan, gak akan ada yang bisa kamu lakukan supaya gak bosan. Saya takutnya, nanti kamu malah pengen pulang, sedangkan saya gak akan bisa pulang." Izhar menjelaskan.
"Aku gak jadi pengen ikut, tadi cuma spontan aja sih, aku cuma pengen bisa terus sama Om, tapi Om nya juga sibuk banget." Jawab Ina.
"Kalau kamu memang pengen ikut, boleh aja, tapi mungkin kamu akan sendirian di ruangan saya, karena saya gak bisa menemani kamu."
"Nggak deh, aku mau di rumah aja."
"Beneran?"
"Iya, aku mau dirumah aja nonton di laptopnya Om."
"Ya udah, kamu kalau butuh apa-apa minta bantuan satpam aja, dia selalu siap bantu penghuni disini."
Ina mengangguk.
Izhar menyimpan uang untuk keperluan Ina selama di tinggalkan, kemudian mengecup kening Ina sebelum pergi. Setelah itu, Izhar pergi dari apartemennya untuk bekerja.
Tinggallah Ina sendirian dalam apartemen, dia harus menghabiskan waktunya seharian di tempat itu tanpa teman seorang pun.
Ina mengambil laptop milik Izhar dan menonton serial drama Korea kesukaannya, Ina menonton dengan posisi telungkup, sebuah bantal membantu menahan dagunya.
'ting'
Ina mendapatkan pesan di ponselnya.
[Na, lu masih sakit? Kenapa gak masuk sekolah? ]
Kinara yang mengirim pesan padanya.
[Gue udah baikan, cuma gue malas sekolah aja.] Balas Ina.
[ Kenapa? Apa lu takut di kerjain kayak gitu lagi?]
[Nggak, gue cuma gak mau aja sekolah, gue malas.]
[Na, sebenarnya, siapa sih yang lakuin itu ke lu kemarin? Apa benar si Vina?]
Ina tidak membalas, rasanya percuma saja Kinara tahu, dia juga takkan bisa berbuat apa-apa untuknya. Walaupun keluarga Kinara kaya raya, tapi orang tua Vina tetaplah lebih kaya dari mereka, sehingga walaupun Kinara akan membantunya untuk mengusut tuntas kejadian kemarin, itu akan sia-sia, karena sudah dipastikan bahwa backing dari Vina lebih kuat dan berkuasa.
[Rahasia.] Balas Ina.
[Na, lu jangan sembunyiin itulah dari gue, lu jujur aja kenapa sih? Gue pengen tau siapa yang udah nyakitin sahabat gue!]
[Nanti lu bakal tau sendiri, gue minta lu gak usah ikut campur dalam masalah ini, biar gue aja yang jadi korban dia, lu jangan. Gue mau istirahat ya, bye!] Ina mengakhiri chatting dengan Kinara.
Ina kemudian, menyimpan kembali ponselnya dan menonton drama nya lagi.
Ina dan Vina sangat jauh berbeda, bisa dibilang seperti Tuan Putri dan Upik abu, di lawan sekeras apapun Vina akan lebih unggul dari Ina. Uang adalah segalanya, bahkan pihak sekolah akan lebih membela Vina daripada dirinya.
Jika di ingat lagi, Ina secara sembarangan berkata pada Vina kalau Vina bisa dikeluarkan dari sekolah karena perbuatannya kemarin. Tapi nyatanya, Vina tak akan mudah di hukum dari sekolah, karena bukti pun Ina tak punya. Jika saja ada bukti, pasti Ina bisa sedikit membuat Vina ketakutan.
Sayangnya, kejadian hari kemarin itu mendadak, sehingga Ina tak memiliki bukti untuk menghukum Vina dan mempermalukannya di sekolah.
Ina tak mau mengingat kejadian kemarin lagi, baginya hal itu sudah cukup membuat dirinya tersiksa, Ina tak mau lagi mengingatnya.
***
Mata Isha terus tertuju pada bangku Ina yang masih saja kosong, sosok gadis yang dicintainya itu belum juga muncul, membuat Isha khawatir, dia khawatir Ina sakit berkelanjutan akibat kejadian kemarin.
Di bangku itu, hanya ada Kinara, sosok Ina tidak terlihat walaupun Isha terus memperhatikan bangkunya.
'ting'
Isha mendapati pesan, dia pun memeriksa, ternyata pesan dari Izhar.
[Ish, Ina bilang pelakunya adalah Vina. Abang minta, kamu kirimkan foto gadis itu ke Abang, biar Abang bisa buat perhitungan ke dia. ] Isi pesan Izhar.
"Beneran si Vina pelakunya, tapi kenapa Abang Iz minta fotonya ke gue? "batin Isha, tak mengerti mengapa sang kakak meminta foto Vina darinya.
[Kenapa Abang minta fotonya ke gue? Kan Abang bisa minta ke Kinara, temannya Ina.] Balas Isha.
[Jangan pura-pura bertanya 'kenapa', kamu adalah pacarnya, jadi kamu pasti punya fotonya.]
[Maksud Abang apa? Gue sama Vina gak ada hubungan apa-apa!]
[Ya, sekarang mungkin udah gak ada, tapi kamu dan dia pernah pacaran dengan jelas di belakang Ina 'kan?
Kalian sama-sama pengkhianat!]
Mata Isha membulat, Abangnya jelas sudah tahu hubungan Isha, Ina dan Vina. Tapi tahu dari mana?
[Maksud Abang apa, nuduh gue kayak gitu?]
[Nuduh? Itu fakta, Ina sendiri yang bercerita tentang hubungan kalian bertiga, dan itulah yang melatarbelakangi perbuatan buruk Vina ke Ina. Jangan kamu pikir, Abang belum tahu tentang hubungan kamu dan Ina, Abang udah tahu semuanya!]
'degh'
Isha benar-benar terkejut dibuatnya, Izhar ternyata sudah tahu hubungannya dengan Ina. Sebuah hubungan yang selalu di rahasiakannya selama ini dari Izhar, malah Ina sendiri yang mengakuinya.
[Kamu nggak perlu sembunyikan apapun lagi dari Abang, karena Abang sudah tahu semuanya. Jadi, sekarang kirimkan foto Vina, Abang akan kasih pelajaran anak itu, biar dia tahu rasa.] Tambah Izhar.
'Apa Abang bakalan marah ke gue, setelah dia tau hubungan gue sama Ina?' batin Isha lagi.
Hatinya jadi gundah, taku sang kakak akan memberikan hukuman padanya akibat rahasianya terbongkar.
[Isha, cepat kirimkan ke Abang. Abang butuh fotonya cepat.] Pinta Izhar.
[ Biar gue aja yang balas dia, Bang. ] Balas Isha.
[ Abang adalah suaminya Ina, Abang yang lebih berhak untuk membalaskan apa yang Ina rasakan. Kamu gak perlu terlibat, jangan sampai nama baik kamu tercoreng di sekolah.]
'Sebenarnya, Abang mau lakuin apa ke Vina? Gue khawatir, Abang orangnya memang pendiam, tapi kalau dia marah bisa lebih ganas dari gue.' Isha terus membatin, khawatir dengan kemarahan kakaknya.
[Cepat kirim fotonya, atau Abang akan benci kamu selamanya!] Ancam Izhar.
Jelas saja, Isha tak mau jika kakaknya membenci dirinya, akhirnya Isha mengirimkan foto Vina pada Izhar, yang di ambilnya dari akun Instagram milik gadis itu.
[ Abang gak akan ngelakuin sesuatu yang jahat 'kan?] tanya Isha.
Izhar tak membalas, hanya membaca saja pesan dari Isha.
"Shit!" umpat Isha, dia gundah sekarang, takut kakaknya akan melakukan hal buruk pada Vina.
Tapi, Vina juga sangat bersalah, dia pantas dapat hukuman.
***
Bel pulang sekolah berbunyi, para siswa siswi keluar dari kelas mereka untuk pulang.
Sebagian sudah pergi dengan motor masing-masing dan sebagian lagi masih menunggu jemputan.
Vina dan dua temannya keluar juga, karena kedua temannya membawa motor masing-masing, akhirnya mereka meninggalkan Vina sendirian di depan gerbang sekolah, menunggu jemputannya.
Keadaan sudah agak sepi, para pelajar sudah sebagian besar pulang. Vina melirik jam tangannya, jemputan untuknya belum juga datang.
"Pak Mahmud kemana sih? Jam segini kok belum ada juga datang? Nyebelin, emang kerjanya gak becus!" Vina mengumpat kepada sang sopir, yang memang terkadang terlambat menjemputnya.
Vina dongkol sekali, dia pun berjalan-jalan di sekitar gerbang sekolah sambil menunggu, dia terus bersungut, mengomel-ngomel dengan memaki si sopir.
Tanpa dia sadari, seseorang mengawasinya, menunggunya menjauh dari CCTV yang terpasang di atas gerbang sekolah.
Vina terus mondar-mandir menunggu sang sopir, karena terlalu kesal menunggu, dia pun menelepon sopirnya, tubuhnya bergerak menjauh dari area gerbang sekolah, dia marah-marah dalam teleponnya.
Orang yang mengawasinya sejak tadi, dengan cepat melajukan mobilnya mendekat ke arah Vina dari arah lain, kamera CCTV tak dapat merekam aksinya.
Begitu sampai di dekat Vina, seseorang keluar dari mobil dan membekap Vina dengan sapu tangan. Gadis itu berontak, ingin di lepaskan, tapi dalam sekejap dia terkulai lemas tak sadarkan diri.
Tubuhnya di masukkan ke dalam mobil, orang misterius itu celingak-celinguk mengawasi keadaan yang sepi. Dengan segera ia membawa gadis itu dengan mobilnya.
Ponsel Vina juga dibawa olehnya, ia tak akan meninggalkan jejak apapun untuk siapapun bisa melacak keberadaan gadis itu.
Tak berselang lama, mobil jemputan Vina datang, berpapasan dengan mobil berwarna hitam itu.
Setelah menjauh dari tempat itu, orang misterius tadi membuka penutup wajahnya dan menatap gadis yang kini tak sadarkan diri di kursi belakang.
"Kamu pikir, kamu berurusan dengan siapa? Yang menyakiti Ina, harus berurusan dengan saya." Ucapnya.
Orang misterius itu, tak lain adalah Izhar. Ia sengaja menculik Vina, untuk memberinya pelajaran berharga dengan caranya sendiri.
"Bersiaplah manis, kita akan pergi jauh, cukup jauh untuk membuat kamu bisa bertemu dengan orang tuamu lagi." Ujar Izhar lagi, dengan senyum miringnya yag yang tampak jahat.
Izhar rupanya, sengaja beralasan pada Ina, bahwa akan ada jadwal operasi, padahal sebenarnya ia akan pergi jauh membawa gadis cantik yang menyakiti istrinya.
Izhar orang yang sangat pendiam dan tertutup, namun ketika orang yang disayanginya disakiti, tentunya ia tak akan pernah diam saja. Seperti yang Isha bilang, Izhar ketika marah akan lebih ganas dari orang pemarah biasa.
Izhar sudah merencanakan itu sejak semalam, ia menyewa mobil rental, menyimpan mobilnya di garasi basement apartemennya. Izhar memastikan rencananya itu bersih, tak akan ada yang tahu apa yang dilakukannya. Jika plat nomor kendaraan yang digunakannya terekam CCTV pun, itu tidak akan mengarah padanya, karena mobilnya aman dan plat nomor kendaraan rental itu bisa diganti olehnya nanti.
...***Bersambung***...