Tak pernah terpikirkan sebelumnya jika Aruna harus menikah setelah kehilangan calon suaminya 1 tahun yang lalu. Ia dengan terpaksa menyetujui lamaran dari seorang pria yang ternyata sudah beristri. Entah apapun alasannya, bukan hanya Aruna, namun Aryan sendiri tak menerima akan perjodohan ini. Meski demikian, pernikahan tetap digelar atas restu orang tua kedua pihak dan Istri pertama Aryan.
Akankah pernikahan tanpa cinta itu bertahan lama? Dan alasan apa yang membuat Aruna harus terjebak menjadi Istri kedua?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Trilia Igriss, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31. Kebetulan yang berharga
Pagi menyapa, Aryan sudah siap untuk berangkat bekerja, sedangkan Aruna masih membalut tubuhnya dengan selimut. Ia memaki dirinya kala mengingat semalam Ia yang begitu paling bersemangat.
"Kenapa aku ini? Bisa-bisanya sampai begitu. Apa aku terlihat seperti wanita murahan? Apa Mas Aryan makin benci sama aku? Aduuhhhh lagian kenapa aku kayak mau manja-manja sama Mas Aryan?" Batinnya yang tak menyadari panggilan Aryan. Hingga, Aruna terhenyak ketika Aryan menepuk bahunya.
"Mas?" Pekiknya semakin erat memeluk selimut. Aryan terheran sendiri. Ia berpikir apa lagi yang terjadi pada Istrinya ini. Semalam dia yang mendekati Aryan lebih dulu, tapi sekarang, sikapnya berubah seperti awal.
"Lambung kamu sembuh?" Tanya Aryan kemudian.
"Eng... sudah Mas." Jawabnya lirih. Melihat Aruna yang gelisah, Aryan mengusap kepala sang istri lalu mendaratkan kecupan perpisahan sebelum Ia berangkat.
"Mas berangkat dulu ya, sayang. Kalau mau apa-apa, kabari saja." Mendapat perlakuan lain dari biasanya, Aruna terdiam seketika. Panggilan asing itu masih berputar di benaknya. 'Mas' untuk diri sendiri? Dan 'sayang'? Sejak kapan? Apa Aryan merasa jika Aruna ini Gita? Pikirnya. Lagi-lagi, Aryan harus menebak isi pikiran Aruna yang tiba-tiba melamun. Apa 11 hari tidak bertemu dengannya membuat Aruna menjadi aneh?
"Jangan banyak pikiran. Kalau ingin jalan-jalan, keluar saja. Aku sudah menambah limit kartu kreditmu untuk belanja." Ujar Aryan ditanggapi anggukan oleh Aruna. Namun meski terlihat menurut, Aruna tak pernah sekalipun keluar dari rumah.
"Bukan itu Mas. Aku malu karena semalam." Batinnya memijit kepala yang tak sakit. Rasanya Ia ingin sekali berteriak keras saat itu juga.
"Kamu sakit?" Tanya Aryan kembali memastikan. Ia khawatir saat istrinya itu seperti tengah sakit kepala.
"Enggak Mas. Tapi, boleh kalau aku ke toko bunga?" Aryan sempat kehabisan kesabarannya. Ia sudah mengatakan bahwa Ia sendiri yang mengizinkan Aruna keluar, namun masih saja meminta izin.
"Iya boleh. Asal jangan pulang larut malam." Ujar Aryan menasehati. Aruna hanya mengangguk saja, Ia tak kuasa berucap lebih banyak karena pikirannya tak bisa lepas dari kejadian semalam.
Sepeninggal Aryan bekerja, Aruna segera bersiap untuk pergi ke tempat yang ingin Ia kunjungi. Menambah koleksi tanaman hias berupa bunga-bunga jenis lain. Sebab, jika seseorang menyukai bunga, Ia tak akan merawat hanya 1 atau 2 jenis saja.
Tengah asyik memilah, Aruna tersadar akan sebuah pandangan yang menatapnya dengan serius. Ia menoleh dan mendapati seorang pria yang memang menatapnya dari seberang. Senyum tersimpul di bibir pria tersebut. Sontak saja Aruna mengernyit dan sedikit merasa takut. Apa lelaki itu mengenalnya? Namun, wajahnya memang familiar.
"Bi... ada yang lihat ke sini." Ujar Aruna pada Bi Ima dengan suara yang ditahan untuk tidak memperlihatkan bahwa Ia tengah bicara.
"Ibu pakai masker saja. Saya belikan sekarang." Balas Bi Ima memberi saran dengan ditanggapi anggukan oleh Aruna. Gegas Bi Ima ke tempat dimana penjual barang yang Ia butuhkan berada.
"Hai?!" Sapa seseorang berhasil membuat Aruna terhenyak dan nyaris berteriak. Sejak kapan lelaki ini sudah ada di depannya? Dan mengapa wajahnya begitu familiar ketika sudah sangat dekat? Aruna hanya mengangguk seraya memaksakan senyum dan mencoba menghindarinya. "Kamu sepupunya Gita, kan?" Imbuhnya bertanya. Tentu saja Aruna mematung, sebab yang mengetahui dirinya sepupu Gita hanyalah keluarga besar Aryan saja. Namun orang ini siapa? Yang mana?
"Maaf... permisi." Ujar Aruna dengan sangat sopan. Ia harap dengan Ia menjauh, orbrolannya hanya sampai di sana saja.
"Kamu gak ingat sama saya?" Lagi, lelaki itu kembali bertanya. Masa bodoh dengan siapa dia, mengapa Ia harus ingat? Pikir Aruna. Wanita itu menoleh sejenak kemudian tersenyum kembali. Rio membalas senyuman Aruna meski Ia tahu jika wanita di depannya tidak ingin tersenyum.
"Saya Rio, sepupu Aryan." Pada akhirnya, Rio harus berkenalan secara resmi dengan Aruna.
"Oh.. iya. Saya Aruna."
"Kamu sedang apa?"
"Saya sedang beli bunga."
"Oh iya ya? Maaf saya keliru bertanya. Tidak perlu ditanya juga harusnya sudah tahu ya?" Keluh Rio menyalahkan diri. Anehnya, bukan membuat Aruna kesal, justru Aruna malah tertawa melihat tingkah Rio yang seperti orang bodoh. Tanpa disadari, pipi Rio merona melihat betapa manisnya Aruna kala tersenyum dan tertawa kecil.
"Mas Rio ini aneh ya?"
"Loh? Aneh kenapa? Apa hidungku tidak normal?" Lagi, Aruna kembali tertawa akan pertanyaan konyol Rio tersebut.
"Bukan... tapi sikapnya."
"Sikap? Apa aku seperti psikopat?" Kali ini Rio bertanya dengan suara sedikit pelan.
"Sedikit."
"Wah itu terlalu jahat. Emmm boleh aku minta nomor ponselmu?" Pinta Rio kemudian.
"Emm... maaf, saya pakai ponsel suami." Jawabnya memperlihatkan ponsel di tangannya. Saat itu juga, senyum bahagia mengembang di bibir Rio. Ia tak menyangka ternyata semudah itu Aruna menerima pemberian darinya.
"Sudah punya suami ternyata." Dan, Aruna hanya mengangguk menanggapi ucapan Rio. "Boleh kenalan sama suami kamu?" Imbuhnya. Tentu saja Aruna terhenyak dan mengernyit heran. Bisa-bisanya lelaki ini nekat ingin berkenalan dengan suaminya. Dan apa jadinya jika lelaki di depannya tahu kalau suaminya itu adalah saudaranya sendiri. Pernikahan yang tersembunyi memang sulit.
"Bu... ini maskernya." Secara tiba-tiba, Bi Ima datang dan memberikan apa yang Aruna inginkan saat ini. Dengan cepat, Aruna memakai masker tersebut untuk menutupi wajahnya. Meski Ia sudah tahu siapa orang yang sebelumnya menatap dari jauh, namu tidak menutup kemungkinan jika nantinya Ia akan bertemu kembali dengan orang lain yang Ia kenal.
"Makasih ya Bi. Bunganya suruh Pak Anto bawa ke mobil, aku mau beli itu dulu ya! Mari.. " Ujar Aruna kemudian berlalu setelah Ia dengan sopan berpamitan pada Rio.
"Aruna, tunggu!" Sontak saja, Aruna menghentikan langkah lalu berbalik menghadap pada Rio dengan pandangan penuh tanya. "Boleh minta nomor ponselmu?" Tanyanya kemudian. Terlihat Aruna tersenyum dan menggeleng pelan menanggapi permintaan Rio tersebut.
"Maaf, tapi saya pakai ponsel suami." Jawab Aruna seraya memperlihatkan ponsel ditangannya pada Rio yang mengulum senyum mendapati Aruna yang begitu mudah menerima pemberian darinya, meskipun wanita itu tak tahu faktanya. Ia akan biarkan semuanya berjalan tanpa ada yang tabu bahwa yang selama ini mengirim barang-barang hadiah untuk Aruna itu adalah dirinya.
"Apa yang kau lakukan padaku, Aruna? Kau orang asing. Melihatmu pun aku belum lama, tapi rasanya aku rela menunggumu menjanda nanti. Aku akan bantu kamu lepas dari Aryan secepatnya. Aku janji, Aruna." Batin Rio tanpa Ia sadari jika Aruna sudah mulai menjauh darinya. "Aku akan pastikan pemilik hatimu hanya aku, bukan Aryan dan bukan dokter itu juga." Kembali Rio membatin seraya menatap kepergian wanita pujaannya.
...-bersambung...
gimana ya thor aruna dg Adnan
biar nangis darah suami pecundang
masak dak berani lawan
dan aku lebih S7, Aruna dg Adnan drpd dg suami pecundang, suami banci
drpd mkn ati dg Aryan, sbg istri ke 2 pula
berlipat lipat ,
memikiran gk masuk akal sehat..