Karen Aurellia tidak pernah menyangka diusianya yang baru menginjak dua puluh tahun, akan menikah dengan pria yang lebih tua darinya. Pria itu adalah Darren William Bratajaya, pemuda cerdas yang telah meraih gelar profesor di Universitas London.
Saat mengetahui akan dinikahi seseorang bergelar profesor, yang ada dalam bayangannya adalah seorang pria berbadan gempal dengan perut yang buncit, memakai kacamata serta memiliki kebotakan di tengah kepala seperti tokoh profesor yang sering divisualkan film-film kartun.
Tak sesuai dugaannya, ternyata pria itu berwajah rupawan bak pangeran di negeri dongeng! Lebih mengejutkan lagi, ternyata dia adalah dosen baru yang begitu digandrungi para mahasiswi di kampusnya.
Bacaan ringan, bukan novel dengan alur cerita penuh drama. Hanya sebuah kisah kehidupan Rumah Tangga pasutri baru, penuh keseruan, kelucuan, dan keuwuan yang diselipi edukasi pernikahan. Baca aja dulu, siapa tahu ntar naksir authornya 🤣
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yu aotian, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18 : Mantan Pantang Menyerah
Seusai mengikuti kelas Darren, Karen memutuskan pergi ke perusahaan keluarganya. Di sana ia menemui mami Valen yang ternyata telah ikut andil dalam mengurus perusahaan yang sedang proses merger¹ dengan salah satu perusahaan milik keluarga Darren.
Mami Valen yang baru saja keluar dari ruangannya, lantas merasa senang melihat kehadiran putri semata wayangnya itu. Ia pun mengajak Karen makan bersama di restoran favorit mereka.
"Gimana Rumah tangga kamu? Baik-baik aja, kan?"
Karen mengangguk, sambil memasukkan sepotong steak ke dalam mulutnya. "Aku dan Darren untuk sementara tinggal di rumah kakeknya. Soalnya Oma Belle kurang enak badan."
"Oh, jadi omanya lagi sakit?" tanya mami Valen santai.
Pada saat itu juga, Karen teringat dengan adu mulut yang terjadi antara Oma Belle dan maminya. Ia juga ingat saat Darren berpura-pura mengatakan tidak bisa memiliki keturunan demi menjaga keinginannya yang tak mau punya anak. Karena itulah, hingga kini kesehatan Oma Belle terus menurun.
"Mi, Mami belum minta maaf loh sama Oma Belle. Mami datang berkunjung ke rumah, ya, minta maaf sekaligus jenguk Oma?" bujuk Karen.
Mami Valen terdiam sebentar, lalu berkata, "Mami udah minta maaf kok malam itu juga. Nenek kamu yang maksa-maksa Mami. So, what's to be done!"
(N: So, what's to be done\= apa boleh buat)
Karen merasa lega. "Baguslah kalo gitu!"
"Karen, maafin mami, ya. Seharusnya cewek seusia kamu bersenang-senang menikmati masa muda. Tapi harus ngurusin suami sama nenek-nenek," ucap mami Valen yang merasa sedih.
"Gak papa kok, Mi. Justru aku sangat senang bisa menolong perusahaan ini. Lagian, Darren dan keluarganya baik banget kok. Darren juga gak batasi kebebasan aku."
"Syukur deh kalo gitu. Kamu suka, ya, sama Darren?"
Pertanyaan mami Valen membuat tangan Karen yang memegang pisau dan garpu membeku seketika.
"Kalau dibilang suka ... ya, sukalah! Dia ganteng gitu, pintar, jadi dosen idola lagi! Siapa yang enggak bangga coba, kalau orang-orang tahu aku istrinya," ucap Karen sambil senyum-senyum sendiri.
"Darren sendiri gimana sama kamu? Apa dia juga suka sama kamu?"
Karen tertegun sebentar sambil mengingat perlakuan Darren padanya selama mereka menikah. "Kayaknya juga suka," jawabnya singkat.
"Iya emang harus suka. Anak mami kan cantik, seksi, masih muda lagi ... walau gak pintar, hihihi." Mami Valen menahan tawa.
"Ya, ampun, Mami ... ujungnya gak enak banget didenger," gerutu Karen.
Mami Valen lalu memajukan wajahnya sambil memasang raut serius. "Kamu harus ingat kata mami, jangan serahkan hati kamu sepenuhnya sama dia. Biar kalau sewaktu-waktu dia ngecewain kamu, kamu gak terlalu sakit hati. Jangan cintai pasangan terlalu berlebihan, karena kalau kamu ngelakuin itu, kamu akan kehilangan dirimu sendiri. Di luar sana banyak tuh, yang seratus persen banget sama pasangannya, eh pas pasangannya selingkuh, dia malah jadi depresi atau bahkan gila."
"Ih, Mami kok malah jadi ceritain yang serem-serem, sih!" komplain Karen dengan wajah penuh kekhawatiran.
"Biar kamu tahu, Rumah Tangga itu tidak selamanya akan indah. Anak muda seusia kamu selalu terjebak stigma kalau menikah itu adalah jalan mendapatkan kebahagiaan. Makanya banyak di antara mereka yang nyerah dikit, gagal dikit, malah langsung kepengen nikah. Padahal nikah itu bukan tentang kesenangan saja," celoteh mami Valen sambil terus menyantap hidangan makan siang.
Sementara Karen hanya bisa diam sambil merenungi kata-kata maminya. Ya, seperti yang pernah dikatakan sebelumnya, dia hidup dan tumbuh besar di lingkungan keluarga yang memiliki pemikiran terbuka, bebas, dan demokratis.
Bintang yang menggantung di atas langit, menjadi pertanda bahwa hari telah beranjak malam. Di kediaman Bratajaya, Oma Belle memanggil Karen ke dapur menjelang makan malam keluarga.
"Sini, kamu harus belajar memasak! Waktu beberapa hari pasca kalian nikah, Darren sempat ngomong sama Oma kalau kamu tuh enggak tahu masak. Pegang pisau aja terbalik," ucap Oma Belle sambil menuntunnya ke dapur.
Karen lantas terbelalak. "Ih, apaan sih tuh orang! Pake-pake lapor segala kalau aku gak bisa masak. Emangnya aku dinikahi buat jadi koki pribadi dia apa!" omel Karen dalam hati.
"Aduh, Oma. Di jaman millenial kayak gini, perempuan enggak bisa masak, kan, bukan cuma Karen doang. Udah gak jaman lagi perempuan ngurusin dapur. Lagian sekarang tuh kita dimudahkan dengan makanan online dan katering yang berhamburan di mana-mana. Tinggal pesan aja, langsung datang." Kali ini Karen berani membela diri.
Oma Belle berdecak lidah sembari menggeleng-geleng kepala. "Ckckck, nah, pemikiran kayak gini gak boleh ditiru! Memasak itu adalah basic life skill. Baik perempuan maupun laki-laki harus tahu. Lagian, ya, kalau udah berumah tangga, tugas istri itu harus menyenangkan perut dan bawah perut suami. Kalau keduanya terpenuhi, yakin ... suami disodori paha wanita lain, bakalan gak melirik!"
Karen kembali bergumam dalam hati. "Ih, apaan, sih? Kenapa perempuan yang udah nikah selalu dituntut untuk menyenangkan suaminya? Kenapa tidak saling memberi kesenangan?! Kenapa para perempuan harus menjaga suaminya dari godaan pelakor? Kenapa bukan para suami yang disuruh menjaga mata?"
Terlahir dari keluarga modern, membuatnya selalu memiliki pemikiran yang bersebrangan dengan keluarga Darren. Namun, daripada harus mendengar Oma Belle berkicau lebih baik ia mengambil mode nurut.
"Oke Oma kalau gitu tolong ajarin Karen masak, ya. Biar bisa masakin Darren, eh ... maksudku mas Darren," ucap Karen dengan lemah lembut, padahal terpaksa.
Di kampus, Darren masih berkecimpung dengan penelitiannya. Meski begitu, dia telah memberitahukan Karen kalau dirinya akan pulang larut.
Dalam keheningan, pintu ruang penelitian berderit kecil. Darren menoleh dan hanya bisa menghela napas ketika Marsha masuk ke ruangan itu.
"Kamu belum pulang?" tanya Marsha yang kini menghampiri Darren.
"Belum." Darren kembali fokus pada komputernya.
Marsha menarik kursi di samping Darren lalu mendudukinya. "Aku senang banget pas tahu bakal ditugaskan ngajar di kampus yang sama dengan kamu. Aku langsung jadi gak sabaran pengen ketemu kamu sehari-hari kaya dulu. Makanya aku langsung hubungi kamu suruh jemput di bandara," kenang Marsha sambil tersenyum tipis.
"Selamat, ya, keinginan kamu untuk jadi dosen telah tercapai sekarang!" ucap Darren yang terus mengetik tanpa mengalihkan pandangan dari komputernya.
"Apa kamu gak sadar, aku jadi dosen karena pingin ngikutin jejak kamu. Aku pingin terlihat sepadan ma kamu. Tapi sayang, setelah meraih pencapaian itu, kamu malah menikah sama orang lain. Dan lucunya, perempuan itu masih mahasiswa, jauh di bawahku," ucap Marsha sambil tersenyum getir.
Darren membisu, memilih tak merespon ucapan mantan kekasihnya.
"Dar, kalo waktu itu aku enggak ke luar negeri untuk ngambil S2, apa kamu akan nikahi aku?" tanyanya dengan lirih.
Pada detik itu juga, jari-jari Darren yang bergerak lincah di papan tombol, mendadak tak bergerak.
"Apa kamu lupa, waktu itu kamu minta putus?" singgung Darren dengan raut mendingin.
"Iya, tapi itu karena aku pingin fokus—"
"Bukannya gak ada guna membicarakan kisah lama di saat kita sudah punya kisah masing-masing?" potong Darren.
Marsha tentu tidak tahu, bagaimana bahagianya pria itu mempersiapkan kejutan untuk melamarnya saat itu. Semua angan dan impian Darren untuk segera menikah pupus begitu mengetahui gadis yang ia cintai meninggalkan dirinya begitu saja secara sepihak.
Marsha menggeleng cepat lalu memegang tangan pria itu. "Aku gak terima. Aku benar-benar gak terima kamu sama dia!"
"Kamu gak terima karena merasa kamu lebih baik dari dia, kan?" singgung Darren sinis, "aku kenal kamu dengan baik, kamu tuh selalu menuhankan harga dirimu, makanya kamu gak mau kalah dari siapapun! Kamu memilih kuliah di luar negeri karena tidak mau kalah dari aku. Begitu juga saat ini, kamu gak terima aku nikah sama orang lain karena merasa perempuan itu ada di level bawah kamu, tapi aku malah milih dia. Aku benar, kan?" Darren menatap tajam Marsha dengan sudut bibir yang tertarik kecil.
Pada saat yang bersamaan, ia melihat bayangan seseorang dari balik pintu yang tak tertutup rapat. Ketika sosok di balik pintu itu berbalik cepat dan hendak pergi, Darren segera menghampirinya dan menarik tangannya.
"Istriku," ucapnya sambil menahan tangan perempuan yang ternyata adalah Karen.
.
.
.
catatan kaki
Merger: suatu proses penggabungan dua perusahaan atau lebih menjadi satu perusahaan saja
keasikan baca jadi lupa kasih bintang 😂😂😂😂😂😂🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🙏🏼
notif'y ada d berbagai judul novel kak yu 😅