Alceena harus menelan kekecewaan saat pernikahannya dibatalkan secara sepihak oleh calon suami, karena ada rumor yang beredar jika dirinya mandul.
Alceena tidak merasa jika dia seperti yang diberitakan pun berniat untuk membuktikan pada seluruh orang bahwa dirinya bisa memiliki keturunan. Dia melakukan program hamil dengan metode inseminasi buatan, memasukkan sel dari bibit kehidupan seorang pria misterius yang bersedia mendonorkan sedikit cairan penting tersebut, tanpa melakukan hubungan badan.
Namun, tanpa Alceena ketahui bahwa pendonor bibit kehidupan tersebut adalah Dariush Doris Dominique, seorang pengusaha muda di Eropa sekaligus musuh dan orang yang selalu dia hindari sejak dahulu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NuKha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 22
Dariush tidak pergi dari rumah sakit. Dia menaiki lift untuk menuju ruang rawat istri kembarannya. Tanpa mengetuk pintu VIP satu, Dariush langsung saja menyelonong masuk.
“Ciuman terus ... mentang-menatang sedang berdua dan anak-anakmu masih bayi,” celetuk Dariush saat memergoki Delavar dan Amartha sedang menempelkan bibir satu sama lain.
Delavar otomatis menyudahi kegiatannya yang sebatas memadu lidah. Menatap kesal ke arah Dariush, si perusuh. “Ck! Menganggu saja kau, kenapa ke sini?”
Dariush berjalan dengan santai ke tengah ruangan. “Kenapa? Kau amnesia? Bukankah kau sendiri yang memintaku datang ke rumah sakit ini?”
“Maksudku bukan memintamu untuk ke ruang rawat istriku, tapi menemui Alceena yang sedang ke dokter obgyn.”
“Aku sudah menemuinya.”
“Lalu, kenapa kau ke sini? Seharusnya mengekori Alceena!”
“Karena aku ingin meminjam kamar mandimu.” Dariush menunjuk salah satu pintu yang ada di ruangan itu.
Delavar menaikkan sebelah alis. “Untuk?”
Tangan Dariush menunjukkan tabung kecil yang dia bawa. “Melakukan ritual yang dulu sering kau lakukan.”
“Pft ....” Delavar menahan tawanya. “Dulu kau sering menghinaku, sekarang melakukannya juga.”
“Diam kau, jangan mengejek. Ini demi membuat Alceena hamil anakku.”
Delavar menganggukkan kepala, tapi wajah tetap tak bisa berbohong jika meremehkan Dariush. “Silahkan kau pakai kamar mandi itu. Tapi, tutup rapat pintunya, agar suara mendesahmu tak tembus keluar.”
Dariush mengacungkan jari tengah pada Delavar sebelum dia masuk ke dalam kamar mandi. Melakukan ritual tangan seorang diri. Mungkin inilah yang dinamakan karma karena sering mengejek Delavar yang sering bermain sendirian.
Tabung segera Dariush posisikan untuk menutupi kepala yang berada di area pangkal pahanya. Memuntahkan cairan putih dan kental ke dalam, memastikan agar tidak tercecer sedikit pun.
“Semoga kau bisa berkembang di dalam rahim Alceena. Setidaknya, jika belum ku dapatkan orangnya, ada ikatan anak yang bisa menjeratnya suatu saat nanti,” gumam Dariush seraya melihat tabung yang sudah terisi itu.
Setelah mendapatkan apa yang dia inginkan. Dariush keluar dari kamar mandi. “Delavar,” panggilnya.
Orang yang dipanggil pun menengok. “Apa?”
Dariush menunjukkan cairan bibit kehidupannya. “Setidaknya kita memiliki perbedaan. Kau bermain sendiri dan dibuang sia-sia, sedangkan aku digunakan untuk membuahi Alceena.” Alis pun disentakkan ke atas karena dia merasa lebih unggul dari Delavar saat masih bermain solo.
Delavar menatap aneh pada Dariush. “Bagaimana caramu membuahi dia? Memangnya kau sudah berhasil meluluhkan singa betina itu?”
“Dia ingin melakukan inseminasi buatan. Diam-diam aku yang akan mendonorkan cairan untuknya. Kau jangan kaget jika nanti jumlah anakmu ku saingi.” Dariush menarik sebelah sudut bibir, terlihat wajah-wajah khas kelicikan.
“Buktikan dulu, baru bicara,” cibir Delavar dengan tatapan mengejeknya.
“Oke, siapa takut.” Dariush main menyanggupi saja, walaupun jumlah anak bukan dia yang bisa menentukan. Tapi, percaya diri memang perlu. “Sudahlah, aku pergi dulu, ingin membuat anak dengan Alceena,” pamitnya.
“Dih, membuat anak katamu, cairan dimasukkan dengan alat suntik saja kau banggakan. Tidak bisa merem melek, lebih enak membuat secara langsung, suaranya merdu,” timpal Delavar, tetap dengan mencibir Dariush.
“Yang penting aku sudah menanam bibit di rahimnya.” Dariush melambaikan tangan, lebih baik melenggang keluar daripada melihat kemesraan sepasang orang tua baru itu.
“Sombong sekali dia, mentang-mentang sudah bisa menakhlukkan wanitanya yang berhati dingin,” gerutu Dariush seraya mengayunkan kaki menuju ruangan Dokter Hillary.
...*****...
...Jangan lupa like, komen, vote, dan hadiah ya bestie...