NovelToon NovelToon
Indigo X Zombie Apocalypse

Indigo X Zombie Apocalypse

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / Zombie / Hari Kiamat / Hantu / Roh Supernatural / Penyelamat
Popularitas:3.5k
Nilai: 5
Nama Author: Mobs Jinsei

Kisah tentang tiga anak indigo yang berjuang demi hidup mereka di dalam kiamat zombie yang tiba tiba melanda dunia. Mereka mengandalkan kemampuan indigo mereka dan para hantu yang melindungi mereka selama mereka bertahan di tempat mereka, sebuah rumah angker di tengah kota.

Tapi pada akhirnya mereka harus meninggalkan rumah angker mereka bersama para hantu yang ikut bersama mereka. Mereka berpetualang di dunia baru yang sudah berubah total dan menghadapi berbagai musuh, mulai dari arwah arwah penasaran gentayangan, zombie zombie yang siap menyantap mereka dan terakhir para penyintas jahat yang mereka temui.

Genre : horror, komedi, drama, survival, fiksi, misteri, petualangan.

Mohon tinggalkan jejak jika berkenan dan kalau suka mohon beri like, terima kasih sebelumnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mobs Jinsei, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 31

Setelah menyampaikan pesan kepada ketiganya, boneka kembali mengetuk pipi Ajeng, tiba tiba Ajeng berdiri,

“Yuk, kita harus pergi dari sini, 40 menit lagi semua lampu di matikan dan di sini pasti akan gelap banget,” ujar Ajeng mengajak Reno, Dewi dan Felis pergi.

“Ren, lo ambil kerisnya gih,” ujar Dewi.

“Iya kak, ambil,” tambah Felis.

“Aduh...kenapa gue sih, kan yang di suruh simpen kita bertiga,” ujar Reno.

“Masa lo tega nyuruh gue atau Felis yang ngambil,” ujar Dewi.

Melihat Dewi yang sedikit ketakutan dan Felis yang bengong tidak mengerti, Reno menarik nafas panjang, dia berjalan mendekati sarung keris yang masih terbelit kain merah beraksara jawa kuno, dia mengambil nya dan berjalan ke arah keris yang tergeletak, dengan perlahan, dia jongkok, tangannya terjulur berusaha meraih gagang keris,

“Deketan napa ?” tanya Dewi di belakang Reno.

“Diem sih, emang lo doang yang takut,” jawab Reno.

“Iya iya sori,” balas Dewi.

Dengan susah payah akhirnya jari Reno berhasil menjepit ujung gagang keris dan menariknya, dengan perlahan dan menjauhkan kepalanya, dia memasukkan keris ke dalam gagangnya, tapi ketika ingin memasang rantainya kembali,

“Aw....panas,” ujar Reno melepaskan rantainya.

“Kenapa Ren ?” tanya Dewi.

“Rantainya panas banget, kayak besi abis di bakar, melepuh dah tangan gue,” ujar Reno melihat telapaknya yang sedikit terbakar.

“Ludahin aja....sini,” “cuh,” ujar Dewi menarik tangan Reno dan langsung meludahinya.

Dewi mengambil sapu tangannya dan membersihkan luka melepuh di telapak Reno kemudian mengikatnya,

“Thanks Wi,” ujar Reno.

“Ntar pake obat, gue punya,” jawab Dewi yang membungkus tangan Reno.

“Trus ini keris ga di rantai lagi kayak tadi dong ?” tanya Reno sambil mengangkat keris nya.

“Tidak usah kata mas Budi, keris itu sudah jinak dan kalau di rantai lagi dia malah marah nanti,” celetuk Ajeng.

“Emang ada rantainya ?” tanya Felis yang maju melihat keris di tangan Reno.

Reno, Dewi dan Ajeng melihat keris di tangan Reno, ternyata yang di katakan Felis benar, rantainya hilang dan hanya menyisakan lubangnya, Reno melihat ke lantai untuk mencari rantai yang kemungkinan terlepas.

“Aneh nih...perasaan gue pegang barusan, buktinya kan tangan gue ini,” ujar Reno melihat tangannya yang di bungkus kain oleh Dewi.

“Gue juga liat kok tadi, emang aneh,” ujar Dewi.

“Ya sudah, kita harus pergi, kalian belum makan kan, nanti kalau lampu sudah mati semua repot,” ujar Ajeng.

“Iya mba,” balas Reno dan Dewi.

Dewi langsung menggendong Felis, mereka berjalan keluar dari lab. Selagi berjalan, Reno melihat keris yang di pegangnya,

“Ini...yang punya keris nya ntar nyariin ga ya, lagian kok ngungsi bawa bawa keris sih,” ujar Reno.

“Mungkin keris ini peninggalan turun temurun di keluarganya dan di anggap harta berharga, banyak kan yang seperti itu. Masalah dia mencari lagi atau tidak, kalian tentu dengar kan apa yang mas Budi bilang, kalian harus simpan keris itu dan gunakan pada waktunya nanti, jangan sampai jatuh ke tangan yang salah,” ujar Ajeng mengingatkan.

“Iya sih, tapi ntar ga di tuduh maling kan ?” tanya Reno.

“Udah ah, enggak bakal di tuduh maling, cepetan, tangan lo harus di obati dan gue lapar,” jawab Dewi.

“Felis juga lapar,” tambah Felis.

“Iya iya, ayo, sabar napa,” ujar Reno.

Ajeng yang berjalan lebih dulu dari ketiganya tersenyum melihat ketiganya, dia kembali memeluk bonekanya sampai bonekanya tampak sesak karena di peluk. Setelah kembali ke tenda, Reno membungkus kerisnya dengan kain merah dan menaruhnya di dasar ranselnya, Dewi langsung mengobati tangan Reno dan kembali membungkusnya, mereka mengambil makanan dan makan di dalam tenda mereka sebelum lampu di matikan.

Setelah semua gelap, Reno, Dewi dan Felis berbaring di sleeping bag masing masing,

Reno dan Dewi melihat ke tengah, Felis sudah terlelap karena memang sebelumnya dia sudah mengantuk.

“Wi, gue boleh tanya ga ?” tanya Reno.

“Nanya apa ?” tanya Dewi.

“Kita udah tau asal usul Felis, gue ga nyangka aja kalau ternyata kakek lo dan nenek gue hampir jadi suami istri, trus kalau bokap nyokap lo gimana ?” tanya Reno.

“Udah gue duga lo pasti akan tanya soal itu setelah mendengar cerita mba Ajeng tadi, gue pernah nanya kakek soal bokap gue waktu gue baru pindah kesana, tapi kakek marah tidak mau cerita ke gue, akhirnya om gue yang cerita,” jawab Dewi.

Dewi mengatakan kalau ayah Dewi yang merupakan anak pertama kakek dan neneknya, pergi dari rumah karena tidak di setujui oleh kakek dan nenek untuk menikahi ibu Dewi, tapi rupanya, dia bukan hanya kabur, dia membawa pergi juga sertifikat rumah yang sudah di wariskan kepada dia dan om gue kemudian menggadaikannya ke bank. Nenek Dewi yang mengetahuinya menjadi jatuh sakit dan meninggal tidak lama kemudian, kakek Dewi menjadi marah kepada ayah Dewi dan tidak mengakuinya lagi sebagai anak.

Tapi suatu hari, istri anaknya yaitu ibu dari Dewi, datang ke rumah kakek membawa Dewi yang saat itu baru berusia 1 tahun. Sang ibu menceritakan kalau suaminya pergi meninggalkan dirinya dan pergi entah kemana, kemudian dia menitipkan Dewi kepada kakek karena kekurangan biaya dan minta maaf kepada kakek sampai menunduk. Tapi kakek marah dan mengusirnya bersama dengan Dewi yang masih berusia 1 tahun. Melihat itu, om Dewi yang adalah adik dari ayahnya, merasa tidak tega, dia berniat mengasuh Dewi dan membesarkannya.

Sang ibu menitipkan Dewi kepada om nya, namun kakek tetap tidak mau menerima Dewi, akhirnya om memutuskan pindah dari rumah kakek dan membeli rumah sendiri di sebuah komplek perumahan. Setelah Dewi menginjak usia smp kelas 1 dan bertepatan Felis datang ke rumahnya, perusahaan yang di dirikan om nya terkena dampak guncangan ekonomi sehingga menjadi bangkrut, karena selama ini dia menanggung cicilan dua rumah, dia menjadi tertekan dan kewalahan, akhirnya dia memutuskan kembali ke rumah ayahnya di manggarai dan menjual rumahnya di komplek perumahan.

Begitu sampai ke rumah ayahnya yaitu kakek, Dewi menjadi kaget karena kakek Dewi menyambut mereka dengan gembira dan senang, dia juga mengakui dirinya sebagai cucu pertamanya selain Felis, sejak itu mereka hidup sebagai satu keluarga sampai om dan kakek Dewi meninggal dunia,

“Jadi lo pindah ke rumah kakek lo bukan karena di bully juga kan ?” tanya Reno.

“Waktunya bertepatan, jadi ya...soal bully membully gue jadiin alasan gue pindah,” jawab Dewi.

“Kakek lo berubah pasti karena dia mengadopsi Felis, tapi kenapa Felis bisa sama lo dan om lo ya ?” tanya Reno.

“Oh kalau itu om pernah bilang, papanya sudah pensiun dan berat kalau harus membesarkan Felis sendirian, dia minta papanya supaya menyerahkan Felis kepada dirinya sama seperti waktu menyerahkan gue kepada dirinya,” jawab Dewi.

“Gue ngerti sekarang, sori ya gue tanya macem macem,” ujar Reno.

“Ga apa apa kale, lo memang harus tau juga hehe,” balas Dewi tersenyum.

“Hehe iya, yuk tidur lah, gelap gini bingung mau ngapain,” ujar Reno.

“Iya, met tidur Ren,” ujar Dewi.

“Met tidur Wi,” balas Reno.

Reno dan Dewi langsung masuk ke dalam sleeping bag mereka, keduanya menoleh ke tengah melihat Felis dan memegang kedua tangannya. Beberapa saat kemudian, setelah ketiganya tertidur lelap, ke empat cincin mereka menyala, terlihat hantu kakek Dewi berdiri tepan di depan ketiganya, dia merangkul nenek Reno dan mereka di apit oleh kedua orang tua Reno, empat hantu itu terlihat sedang melihat ketiganya yang tertidur dengan senyum lebar dan mata yang nampak sedih.

1
Yulitasari Daniel
tetap sehat Thor agar bisa up terus
Fitri
jangan jangan pak yohan yang jahat
anggita
like👍☝iklan. moga novelnya lancar.
Mobs Jinsei: makasih kak dukungan nya /Pray/
total 1 replies
anggita
reno, dewi, podo" sama" 🤫
anggita
👋😡 pembukaan cerita marah nampar orang.
heyza. 617
bikin cerita kok setengah setengah buruan update
Mobs Jinsei: update tiap malam kak
total 1 replies
Aryanti endah
Luar biasa
Mobs Jinsei: makasih dukungan nya kak /Pray/
total 1 replies
FJ
padahal aku dah berpikir, emang bisa dibuka?
Mobs Jinsei: Tembus kak
total 1 replies
adib
wah genre baru... makasih thoe
Mobs Jinsei: sama sama kak, semoga suka
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!