NovelToon NovelToon
Bumiku

Bumiku

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Spiritual / Kutukan / Kumpulan Cerita Horror
Popularitas:1.4k
Nilai: 5
Nama Author: LiliPuy

bumi yang indah dan tenang seketika berubah menjadi zona tidak layak huni.
semua bermula dari 200 tahun lalu saat terjadi perang dunia ke II, tempat tersebut sering dijadikan tempat uji coba bom atom, sehingga masih terdapat radiasi yang tersisa.

selain radiasi ternyata itu mengundang mahluk dari luar tata Surya Kita yang tertarik akan radiasi tersebut, karena mahluk tersebut hidup dengan memakan radiasi.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LiliPuy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

sinyal aneh dari luar tata Surya

Di tengah heningnya malam di kamp tentara, lampu sorot menyinari area yang digenangi kelembapan. Komandan Fury memandangi layar besar di depan desk komandonya, wajahnya serius. Di layar, tampak garis-garis aneh yang bergetar, sinyal yang sulit dimengerti, mengalir dari sinar jauh di luar atmosfer.

"Kita telah melakukan ini ratusan kali," desis Mayra, sang ahli teknologi yang berdiri di sampingnya, rambutnya bergetar terkena hembusan AC. "Sinyal ini berisi pola yang tidak biasa. Sepertinya bukan dari Bumi."

Fury mendengus, berusaha menekan rasa frustrasinya. “Sinyal dari luar angkasa? Apa yang ingin mereka sampaikan?”

Mayra mengerutkan kening, mencermati informasi di layar. “Ini bisa jadi lebih dari sekadar sinyal jelaga. Mungkin mereka mencoba berkomunikasi.”

“Komunikasi?” Fury menekankan, suaranya membentur dinding. “Komunikasi dengan siapa? Tidak ada bukti bahwa mereka ada di sini untuk berdiskusi.”

Mayra mengambil napas dalam. “Kita seharusnya menghubungi tim intelijen untuk menganalisis pola ini. Ini bisa jadi sesuatu yang besar.”

Fury menolak, wajahnya menyala. “Jika ini misi luar angkasa, maka kita tidak bisa membiarkan mereka tahu bahwa kita berada di sini. Perintahkan tim untuk tetap diam. Tidak ada yang perlu dicemaskan.”

Di seberang ruangan, salah seorang perwira, Heru, menghampiri dengan langkah cepat. “Komandan! Kami menemukan radar aneh di sekitar lokasi danau elips. Itu bisa berhubungan.”

“Radar?” mata Fury menyempit, kemudian dia tersenyum sinis. “Tunjukkan padaku.”

Sesaat kemudian, mereka mengalihkan perhatian ke layar radar, di mana sinyal itu terus bergetar. Mayra berusaha mengalihkan fokusnya kembali. “Tanpa mempelajari lebih dalam, kita akan melangkah ke dalam kegelapan. Tanpa warna, tanpa arah.”

Tapi Fury acuh tak acuh. “Tidak ada waktu untuk analisis. Persiapkan pasukan. Kita harus bersiap untuk apa yang mungkin datang.”

Suara sirene menggema di seluruh kamp. Pakar komunikasi berlari-lari, mendorong meja dan kursi di sekelilingnya, berusaha mencari tahu sumber sinyal yang mereka terima. Beberapa rekan sekrup terlihat tegang dan cemas, saling bertukar pandangan.

“Tunggu sebentar,” Mayra berbicara, suaranya tinggi, dalam upaya menghentikan kekacauan. “Ada sesuatu yang tidak biasa dengan sinyal ini. Jika kita tidak berhati-hati...”

Fury memotong. “Sudah cukup! Saatnya bertindak. Tim pengintaian, segera bersiap. Kita tidak akan memberi mereka kesempatan untuk melihat kita.”

Mayra meraih lengan komandannya. Wajahnya penuh keraguan. “Tapi, Komandan. Ada kemungkinan bahwa jika Anda menyeret kami ke konfrontasi, kita bisa kehilangan nyawa. Kita tidak mengerti apa yang sedang kita hadapi.”

Fury seolah tidak mendengar. “Saya tidak ingin mendengarkan teori-teori spekulatif. Kita harus siap hadapi siapapun yang sedang mendekat.”

Menjelang malam, keheningan menyanjung kembali di bawah langit hitam yang bertaburan bintang. Tim pengintaian berjalan keluar, masing-masing dipersenjatai dengan senapan dan pelindung tubuh. Ketegangan di udara tak dapat diabaikan.

“Tidak mungkin kita sendirian di sini,” bisik Heru kepada rekan-rekannya saat mereka berbaris. “Ada yang lebih besar yang terjadi di danau elips.”

“Iya, mungkin itu mesin UFO,” jawab Budi, berusaha menanggapi dengan nada bercanda, meski ketakutan membayangi pesannya.

“Jangan anggap remeh, Budi,” suara Heru penuh ketidakpastian. “Ini bukan permainan.”

Tiba-tiba, mereka mendengar suara desis dari radar. Lampu merah berkilau seiring dengan suara yang membingungkan. Setiap prajurit berhenti, menoleh ke arah layar. Fury menghadapkan tubuhnya, kebisingan dari radar menggema di dalam ruang kecil.

“Mayra, fokuskan pada sinyal! Kita butuh kejelasan!” perintah Fury.

Mayra menyalakan beberapa kode, wajahnya berkerut. “Ini... Ini sinyal panggilan. Terdapat pola yang berulang, seperti mereka menyampaikan pesan!”

Fury menyeringai, namun senyum itu tak mencapai matanya. Dia lebih tertarik pada kekuatan yang bisa didapat dari situasi ini. “Identifikasi lokasi sinyal. Siapkan tim untuk mengawal.”

Tapi segera Mayra melanjutkan, “Jika kita ingin memanfaatkan ini, kita perlu memahami isinya. Kita tidak bisa bertindak sembarangan.”

Pesan itu mengalir kembali ke radar, dan kian lama makin banyak bunyi yang ditangkap oleh alat komunikasi. Para prajurit terlihat mengerutkan dahi, tampak resah, seperti ada perasaan meresahkan yang menyusup ke dalam hati masing-masing.

"Apakah ini halus atau berbahaya?" tanya Budi dengan suara bergetar.

“Saya rasa kita lebih ingin tahu di mana mereka,” jawab Heru.

“Semua tim! Dengarkan! Siapkan langkah darurat jika kita menemukan alien!” Fury memerintahkan. “Kita buat langkah strategis untuk menghadapi mereka.”

Mayra menggeleng, mata bulat penuh keprihatinan. “Kita bisa saja melindungi diri, tetapi jangan sampai kita menjadikan ini perang. Kita perlu penelitian lebih dalam.”

Tetapi Fury mengabaikan nasihat tersebut dengan baik. Dia terus bergerak, menyusun strategi yang belum terujui.

“Rapikan diri kalian! Persiapan untuk melawan! Kita berhadapan dengan musuh yang tidak kita ketahui!” teriak Fury.

Semua prajurit merespon serentak, raut wajah ketegangan melingkupi mereka. Mereka tahu bahwa keputusan Fury berisiko, bisa menciptakan bencana yang lebih besar.

Beberapa prajurit tampak saling bertukar pandangan, tetapi semua menyadari bahwa mereka tidak punya waktu untuk ragu. Dalam situasi seperti ini, tidak ada tempat untuk pertanyaan. Mereka hanya bisa berharap keberanian mengalahkan rasa takut.

Sinyal berseliweran di radar semakin tinggi, menggema tanpa henti, seakan meminta perhatian mereka. Saat keheningan mengambil alih pikiran mereka, keberanian dan kepanikan bertarung hebat di antara para prajurit. Dalam detik-detik yang tegang itu, harapan dan ketakutan bertemu. Mereka berharap bukan hanya bisa selamat, tetapi juga mendapatkan jawaban atas apa yang sedang terjadi.

Fury melangkah maju, menembus keheningan yang menyelimuti ruang komando. “Semua pasukan, siap untuk bergerak. Kita luncurkan tim pengintaian menuju danau elips.”

“Komandan!” Mayra berusaha memperdebatkan, namun Fury menatapnya tajam.

“Tidak ada diskusi lebih lanjut. Jaga jarak dan bersiaplah untuk segala kemungkinan.”

Heru berdiri di samping Mayra, wajahnya tegang. “Komandan, sepertinya kita sudah pergi terlalu jauh dengan hanya berspekulasi. Kita tidak tahu siapa atau apa yang sedang kita hadapi,” suaranya penuh keraguan, memandang Fury dengan tajam.

“Semua tim, dengarkan,” Fury mengabaikan protes itu. “Kita perlu mempelajari sinyal ini. Dapatkan informasi sebanyak mungkin sebelum mereka tiba.”

Pasukan bergerak, dan di antara mereka, ada gelombang kekhawatiran yang menyebar. Mayra menatap layar yang berkilauan, berusaha menafsirkan sinyal yang asing. Teori dan data bertabrakan dalam pikirannya, menciptakan badai kebingungan.

“Mayra, bisakah kita memanipulasi sinyal? Menciptakan semacam tanggapan?” Budi mempertanyakan, harapan merambat dalam setiap kata.

Mayra menjawab sambil mengetik kode. “Kita harus berhati-hati. Jika tidak, kita bisa memicu reaksi yang tidak diinginkan.”

“Apakah kamu rasa mereka agresif?” tanya Heru, gelisah.

“Tak bisa dipastikan,” jawab Mayra. “Hanya saja, jika mereka ingin bertarung, kita berada di ambang bencana.”

Mendengar itu, Fury menyentak, mengambil langkah ke depan namun tanpa nada. “Kita akan menghadapi mereka sebelum mereka mengunci kita!”

Tim pengintaian bersiap di luar, beberapa pria memeriksa peralatan, yang lain mengamati radar. Kecemasan terlihat di wajah mereka.

“Dengar,” Heru membisikkan pada yang lain. “Kita harus tetap tenang. Jika mereka memang alien, kita tidak tahu apa yang bisa mereka lakukan.”

“Setidaknya kita dilengkapi,” Budi berusaha menenangkan. “Jika mereka berbahaya, maka senjata ini akan jadi harapan kita.”

Mereka merangkul perasaan berkonflik—bertarung melawan ketakutan dan ketidakpastian. Langit mulai gelap, menambah nuansa mencekam di sekitar kamp.

Di tengah ketegangan itu, Mayra mengalihkan perhatian ke layar. “Ada yang mendekat! Tidak hanya sinyal, ini tampaknya objek yang bergerak di luar angkasa, terlihat jelas dari pemancar.”

Semua pasukan bergegas menghampiri layar besar. Dan mereka pun terheran heran

1
mous
lanjut thor
Hikaru Ichijyo
Alur yang kuat dan tak terduga membuat saya terpukau.
Mưa buồn
Kalau lagi suntuk atau gabut tinggal buka cerita ini, mood langsung membaik. (❤️)
Jelosi James
Sukses selalu untukmu, terus kembangkan bakat menulismu thor!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!