NovelToon NovelToon
Di Balik Cadar Arumi

Di Balik Cadar Arumi

Status: tamat
Genre:Tamat / Cinta setelah menikah / Diam-Diam Cinta / Romansa / Menyembunyikan Identitas
Popularitas:20.4k
Nilai: 5
Nama Author: Mbak Ainun

Penasaran dengan kisahnya yuk lansung aja kita baca....

Yuk ramaikan...

Sebelum lanjut membaca jangan lupa follow, like, subscribe , gife, vote and komen yah....

Teruntuk yang sudah membaca lanjut terus, dan untuk yang belum hayuk segera merapat dan langsung aja ke cerita nya....

Selamat membaca....

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mbak Ainun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 31

"Tau nggak, Farhan itu bekerja di klub. Ia sebagai pelayan, ia kadang-kadang jadi bartender juga. Penampilannya ya ... bisa kamu lihat sendiri, urakan dan terkesan liar. Dia kasar orangnya. Suka minum juga. Tinggalnya saja di dalam bar tempat kerjanya itu. Setau mbak, dia nggak punya keluarga alias sebatang kara.

Kalau nggak salah, dia cuma lulusan SMA."

Arin tiba-tiba mengembangkan senyumnya. Arumi menoleh, melirik dan mendapati Arin tersipu-sipu.

"Mbak bicara yang buruk-buruk tentang dia, karena dari penampilan dan pembawaan saja sudah terlihat jelek. Supaya kamu berpikir lagi, Farhan itu bukan laki-laki sempurna yang diidam-idamkan kebanyakan wanita, romantis, soleh, lembut dan santun tutur katanya. Dia tidak memiliki itu."

"Aku tau kok, Mbak. Kelihatan juga dari cara ngomongnya."

"Dia terlihat sedikit istimewa karena terlihat sedikit manis," ceplos Arumi.

Tiba-tiba Arin cekikikan.

"Mbak Rum bisa juga memuji laki-laki lain ...."

"Astagfirullah. Bukan begitu maksudnya." Arumi berbalik menatap Arin. Ia sedikit mendelik.

"Nggak apa-apa kok, Mbak. Aku nggak akan ngadu sama mas Aris. Tenang, rahasia kita berdua. Eh, ngomong-ngomong, mas Farhan punya akun media sosial nggak, sih, Mbak?"

"Nggak tau, ah. Kamu mancing-mancing mbak rupanya. Mbak jadi keceplosan, kan?"

"Tapi Arin suka mendengarnya. Padahal yang Mbak bicarakan hal-hal buruk tentang mas Farhan. Andai Mbak mau cerita sedikit kebaikan dia--"

"No, no, no! Mbak nggak menyarankan kamu mengenalnya lebih jauh. Ingat, Rin, mas Aris nggak suka sama Farhan. Jangan membuat masalah, nanti mbak yang kena juga."

"Nggak akan, Mbak. Aku nggak akan melibatkan Mbak Rum. Lagipula, takut amat berbagi informasi."

"Ah, sudah-sudah. Mbak mau memasak. Sana, kamu balik ke kamar saja kalau nggak mau membantu."

Arin tertawa lagi. Kali ini tawarannya lebih keras hingga ia menutupnya menggunakan kedua tangan.

"Kalian heboh sekali pagi-pagi begini? Apa sih, yang dibahas?" Aris datang tanpa sepengetahuan keduanya.

"Mas, sudah pulang dari masjid? Arin tuh, kalau cerita lucu-lucu. Jadinya kami tertawa."

"Cerita tentang apa, Rin?" tanya Aris. Ia duduk di sebelah adik semata wayangnya.

"Nggak ada, Mas. Biasa, masalah anak muda," jawab Arin.

"Kamu punya pacar?" tebak Aris.

"Ih, Mas Aris nih, asal bilang masalah anak muda, pasti menebaknya langsung ke soal pacaran. Ya, enggaklah, Mas."

"Syukurlah. Jangan pacaran dulu. Kuliah saja yang bener, cari kerja yang baik-baik, menyenangkan hati mama dulu baru memutuskan menikah. Ingat, menikahnya dengan laki-laki yang bener, ya? Jangan yang urakan dan liar, apalagi preman yang bertato-tato itu. Jauh-jauh berteman dengan orang-orang semacam itu."

Arin mengerling malas. Ucapan yang berupa nasehat dari Aris terasa panas di telinganya. Namun, Arumi memberinya isyarat agar menurut.

"Iya, Mas. Nanti Arin minta tolong Mbak Rum buat mencarikan jodoh," celetuk Arin, lalu tertawa.

"Mbakmu saja mama yang mencarikan jodoh," balas Aris.

"Ya, nggak apa-apa lah minta tolong. Iya kan, Mbak?"

Arumi tersenyum simpul.

"Kalau mbak sih, menyerahkan urusan ini sama Mas Aris saja. Iya kan, Mas?"

"Ih, masa dipilihkan sama Mas Aris. gak mau, ah! Nanti culun."

"Eh, kamu bilang masmu ini culun?"

"Apalagi coba? Kan kelihatan? Hanya tertolong wajah yang ke-Korea-Koreaan saja. Mirip opa-opa. Kalau enggak, Mbak Rum yang cantiknya kayak Laudia Cintya Bella kata mama, mana mau sama Mas Aris."

"Eh, kamu kecil-kecil udah berani menilai orang tua, ya?" Tangan Aris terulur, hendak mencubit adiknya. Tetapi keburu Arin bangkit karena bisa menebak gerak tangan kakaknya.

Arin mendekati Arumi, berpura-pura membantu pekerjaan mencuci sayuran.

"Mas Aris, Arin boleh, kan pergi ke rumah teman? Perempuan, kok. Teman kuliah yang rumahnya nggak jauh dari sini." Arin membuat permintaan.

"Jangan. Nanti kamu nyasar atau kena jambret lagi. Itu barang-barang kamu, KТР dan lain-lainnya saja belum selesai diurus." Aris menolak permintaan Arin.

"Nggak lama, Mas."

"Suruh saja temanmu yang main kemari."

"Arin penasaran dengan rumahnya. Ya, boleh, ya?"

Gadis itu memelas.

"Nggak. Pokoknya tetap di rumah. Kalau mau pergi biar di dampingi Mbakmu." Aris menoleh pada Arumi yang meletakkan menu sarapan ke atas meja.

"Nanti Mbak yang menemani," ucap Arumi.

"Nggak, ah, nggak usah kalau begitu." Arin bersungut-sungut, ia kesal.

"Pokoknya nggak boleh kalau pergi sendirian. Oh iya, Mas mau mandi, Rum."

"Iya, Mas. Pakaian kerja sudah Rum siapkan di atas ranjang."

"Oke." Aris beranjak dari hadapan dua wanita di sana. Selepas kepergian Aris, Arumi langsung mendekati Arin.

"Habis ini kita jalan-jalan. Kamu pasti suka tempatnya."

"Tapi--"

"Temani mbak belanja bulanan juga. Oke?" Arumi setengah memaksa. Arin tak punya pilihan lain kecuali mengangguk.

**

Evan membawa laptop ke depan Aris yang duduk di sofa ruang kerjanya. Ia mendapat sedikit masalah yang membutuhkan bantuan Aris. Sepuluh menit berlalu, usia pekerjaan Evan.

"Thanks, Bro." Evan menutup laptop.

"Kita makan ke luar? Aku yang mentraktir." Evan menawarkan.

"Ayok lah." Belum sempat bangkit, mendadak Nijar masuk.

Brak!

Aris tersentak. Begitu juga dengan Evan. Nijar menggebrak meja kerja. Nafasnya terengah-engah, khas seseorang yang sedang menahan emosi.

"Kenapa kamu?" tanya Aris sangat penasaran. Ketakutannya adalah, jangan-jangan Nijar membawa satu bukti ke hadapannya.

"Sial! Sialan ...!!" Nijar merutuk. Wajahnya memerah.

"Kamu menemukan Utari ?" Aris memberanikan diri untuk bertanya.

"Hampir."

"Hampir? Di mana kamu menemukannya?" Aris terus mengejar dengan pertanyaan-pertanyaan menjurus.

"Hampir dapat informasi keberadaan terakhir Utari. Tapi keburu seseorang menggagalkan rencana. Pria brengsek itu."

"Pria? Pria siapa yang kamu maksud?"

"Dia tau semua rencana gua. Tau juga tentang diri Utari. Saat gua menawarkan uang, eh ditolaknya. Sombong bener dia.

Padahal dia itu cuma pelayan bar. Pakai sok-sokan menolak duit gua."

"Teman Utari, biasanya hanya ingin melindungi." Evan menyela.

"Kenapa dia muncul, sih! Pernah gua tegur agar jangan mencampuri urusanku dengan Utari saat Utari masih bekerja di tempat itu. Tapi sekarang, laki-laki itu nggak perduli dengan ancamanku."

"Temui saja bos-nya. Minta diberhentikan."

Nijar menatap Evan usai mendengar saran sahabatnya itu. Tiba-tiba matanya berbinar.

"Ya, benar sekali. Kenapa gue nggak kasihkan uang itu ke bos-nya. Akan lebih mudah menyingkir laki-laki ini. Setidaknya, gua memberi pilihan. Tetap bekerja di sana, atau pergi dari bar itu. Dia pasti mau menerima tawaranku. Apalagi laki-laki kere seperti dia, mana punya tempat tinggal dia."

Nijar akhirnya bisa duduk dengan tenang, di samping Aris. Aris sendiri, khawatir mendengar rencana sahabatnya.

1
Bellenav
Buruk
Retno Harningsih
up
Retno Harningsih
lanjut
Retno Harningsih
up
Retno Harningsih
lanjut
Retno Harningsih
up
Retno Harningsih
lanjut
Retno Harningsih
up
Retno Harningsih
lanjut
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!