Laura Veronica, dia merupakan seorang mahasiswi jurusan manajemen bisnis. Dia bisa di bilang wanita barbar di kampusnya, prilaku Laura memang sembrono dan centil.
Suatu hari, kebetulan ada dosen baru yang bernama Dimas Adamar, pria tampan namun berwajah dingin. Postur tubuhnya yang gagah membuat Laura terpikat akan pesonanya.
Akankahkah pria itu terpikat oleh pesona wanita barbar?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NurmaMuezzaKhan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 31 Sadar
"D-dimas? Nama suamimu Dimas?" Tanya Revan pada Vina.
Saat itu juga Vina langsung menoleh dan mengangguk pelan. "Ya."
"Ah, mungkin hanya nama sama. Entah kenapa aku malah berpikir jika suaminya adalah Dimas yang ku kenal." Menggeleng pelan.
"Jaga batasanmu pria miskin, putriku masih berstatus istri orang, jangan sampai kau berani menggodanya!" Seru Fani dengan tatapan kesal pada Revan.
Revan pun hanya terdiam tanpa menjawab apapun. Dia memang tahu batasan meski dirinya masih berharap ada keajaiban untuk bersatu dengan Vina dan putrinya.
"Mah, cukup!" Menekan kata.
Drap.. Drap.. Drap..
Terdengar suara langkah kaki yang berlari ke arah mereka bertiga. Saat itu juga mereka langsung menoleh ke arah suara tersebut.
"Maaf, nyonya. Putri anda sudah siuman." Pekik seseorang yang tak lain adalah seorang suster.
Vina terkejut dan perasaanya berubah bahagia saat mendengar kabar tersebut. "Benarkah? Aku akan ke sana sekarang." Berlari menuju ruangan pasien VIP.
"Huft.. Syukurlah, akhirnya putriku sudah siuman dan melewati masa kritisnya." Ucap Revan merasa lega mendengar kabar tersebut.
Saat Revan ingin melangkahkan kakinya menuju ruangan Amelia, tiba-tiba....
"Mau kemana, kau?" Tanya Fani sambil mencekal tangan Revan.
"Aku ingin melihat putriku, dia harus tahu kalau saya ini adalah ayah kandungnya." Jawab Revan.
Mata Fani langsung melotot saat mendengar jawaban Revan. "Enak saja, pergi sana! Kau ingin membuat Amelia bingung dan bersedih? Kau pikir jika Amelia tahu kau adalah ayahnya, dia akan merasa senang? Tidak! Justru akan membuat keadaannya semakin memburuk."
Degh.
Meskipun ucapan Fani ada benarnya, namun tidak salah jika Revan hanya melihat keadaan putrinya dari kejauhan. "Tapi--"
"Sana minggir! Jangan memberikan beban pada putri dan cucuku. Urus saja kaki cacatmu itu." Melangkahkan kakinya menuju ruangan Amelia.
Tangan Revan pun langsung mengepal ketika mendengar hinaan dari Fani. "Aku tidak punya kekuasaan untuk melawannya saat ini. Suatu saat nanti aku akan membalas ucapannya itu."
Dan setelah itu.....
"Ibu..." Lirihnya dengan tatapan sayu.
"Sayang, akhirnya kamu sadar, nak." Seru Vina sambil mencium punggung tangan Amelia.
Amelia pun tersenyum tipis. "Mana ayah?" Tanya Amelia dengan nada lemas.
"Ah, ya. Ayahmu ada di lu--"
"Ayah Dimas, dimana dia?" Tanya Amelia dengan memotong pembicaraan Vina.
Degh.
Dan benar saja, saking tak fokusnya. Vina sampai lupa pada Dimas. Bahkan saat ini dia tak tahu dimana Dimas. "Astaga, Dimas kemana sih?!" Paniknya.
"Bu, jangan bercerai dengan ayah. Meskipun ayah bukan ayah kandungku, tapi aku sangat menyayangi ayah Dimas." Celetuknya.
Degh.
"D-dari mana kau tahu apa itu bercerai?" Tanyanya kaget mendengar ucapan Amelia. Vina tak tahu dari mana asal ucapan yang di lontarkan putrinya.
"Aku mendengar ceritaan dari temanku, kalau ayah dan ibunya akan bercerai. Bedanya, orang tua dia bercerai karena kesibukan masing-masing. Kalau ayah dan ibu bercerai penyebab utamanya adalah aku, aku yang salah sudah lahir ke dunia. Benar kan bu?" Ucapnya dengan senyum kecut.
Hati Vina merasa teriris setelah mendengar unek-unek putrinya. Anak sekecil itu begitu paham bahkan menyalahkan dirinya yang menjadi penyebab bercerainya Dimas dan Vina.
"Tidak, ibu dan ayah tidak akan bercerai."
Prang!!
***********
Di tempat lain.
Brakh!!
"LAURA!!"
Suara seseorang berteriak memanggil. "Aku disini." Ucap Laura dengan lemas.
"Astaga, Laura!!" Pekik Rika yang terkejut melihat Laura yang tergeletak lemas di lantai.
Greb!
Dimas langsung memeluk erat sang kekasih sembari mengusap surainya dan mencium seluruh wajah Laura. "Syukurlah kau baik-baik saja." Ucapnya dengan perasaan lega.
"Aku tidak papa, hanya saja aku merasa haus dan lemas karena--"
"Dimana para penculik sialan itu? Berani-beraninya mereka menyakitimu." Rahang Dimas mengeras sambil mengusap sudut bibir Laura yang berdarah.
Rika langsung memberikan jaket miliknya untuk menutupi tubuh Laura yang nampak kedinginan. "Kami berdua benar-benar mencemaskanmu, polisi juga berada di luar, katakan saja dimana penculik itu?" Tanya Rika dengan tegas.
Laura pun menggeleng pelan. "Mereka sudah pergi sekitar 20 menit yang lalu setelah menerima panggilan dari seseorang.
"Seseorang?"
єηєg ρgη мυηтαн... кαυ ∂gя
double up!!