My Husband Is Possessive

Keduanya menikmati makanan dengan lahap, sesekali Tristan melirik ke arah sang istri dengan senyum dan mengelengkan kepalanya merasa istrinya itu tak ada anggun nya sama sekali.

"Alhamdulillah kenyang," kata Nindi mengusap perutnya tanpa malu sekalipun.

Tristan tersenyum melihat istrinya itu tidak jaim ataupun malu ataupun berpura-pura anggun saat makan. Istrinya itu apa adanya tanpa harus berpura-pura menjadi orang lain dan Tristan sangat menyukai sifat Nindi itu membuktikan dirinya adalah wanita yang pantas untuk diperjuangkan, dalam artian Tristan akan membuat Nindi jatuh cinta kepadanya dan menjadikan pernikahan ini pernikahan yang bahagia.

"Mau tambah," tawar Tristan saat melihat beberapa menu habis tak tersisa dimakan istrinya tadi, mungkin istrinya itu ingin tambah tetapi malu.

Nindi dengan cepat mengelengkan kepalanya, dia masih bersandar di kursi dengan malas karena perutnya terasa penuh, sungguh Nindi di buat kalap dengan makanan yang di pesan suaminya itu, begitu enak membuat Nindi sampai tak berhenti makan.

"Kita mau kemana lagi?" Tanya Nindi dengan antusias memikirkan tempat-tempat mana yang akan mereka kunjungi nantinya.

"Enaknya kemana?" Bukannya menjawab justru Tristan berbalik bertanya kepada Nindi, Tristan ingin mendengar tempat mana yang ingin istrinya itu datangi.

"Entahlah, aku kan tidak tahu di sini tempat apa yang menarik," jawab Nindi dengan cemberut.

"Bagaimana kita belanja," tawar Tristan karena biasanya wanita itu suka dengan belanja.

"Mau beli apa?" Tanya Nindi heran, dia jujur sedang tak ingin membeli sesuatu.

"Kamu mau apa?" Tanya Tristan menatap wajah sang istri dengan penuh cinta.

Nindi mengelengkan kepalanya.

"Ya sudah kamu ikut saja suami mu ini, takutnya kalau istriku tercinta tidak ikut bisa-bisa suami tampan mu ini di goda perempuan-perempuan di sana,'' kata Tristan dengan percaya diri.

Nindi tersenyum mendengar kata istri tercinta keluar dari mulut sang suami. Namun senyum itu langsung hilang berubah tatapan tajam kala mendengar kelanjutan dari ucapan sang suami.

"Ayo berangkat," ajak Tristan mengandeng tangan sang istri.

Mereka berjalan bergandengan tangan, entah Nindi binggung jalan yang mereka lalui berbeda dari tadi.

Tiba-tiba muncul mobil di depan mereka, seseorang turun dan menunduk menyapa Tristan.

"Maaf tuan saya terlambat," kata pria yang berprofesi sebagai supir itu. (Sapaan ini dengan bahasa negara di sana ya gaes)

"Tidak apa-apa,"

"Ayo sayang," ajak Tristan masuk kedalam mobil.

"Ini mobil siapa?" Tanya Nindi heran.

"Oh ini semua mobil sudah di siapkan oleh opa, semua sudah di pikirkan opa jadi kita tinggal menikmatinya saja," jelasnya.

"Ck memang orang tajir beda," batin Nindi, meskipun keluarganya tergolong kaya namun kekayaan mereka masih jauh di bawah keluarga Tristan.

Keduanya pun masuk ke dalam mobil, mobil melaju dengan kecepatan sedang sesuai dengan perintah dari atasannya agar mengantar pasangan suami istri itu selamat sampai tujuan.

Mobil akhirnya berhenti di gedung berlantai 5 itu.

Nindi turun dari mobil dengan bantuan sang suami. Terlihat cukup lebay namun Tristan begitu memanjakan Nindi membuat Nindi bahagia dan senang hati menerima pernikahan ini. Dia bersyukur suaminya yang terlihat dingin di luar itu ternyata begitu hangat dan memanjakan dirinya.

"Ini seperti mal?" Kata Nindi saat keduanya sudah turun dari mobil.

"Ya memang," jawab Tristan enteng.

"Kesini mau ngapain?" Binggung Nindi.

Ingin rasanya Tristan mengigit pipi sang istri karena saking gemasnya.

"Kan tadi aku bilang mau mengajak istriku belanja,"

"Eh iya, lupa," kata Nindi cengengesan.

"Ayo masuk, malu di lihatin orang dari tadi berdiri di sini terus," kata Tristan mengingatkan sang istri.

"He he he he he, ayo," Nindi tertawa kikuk saat menyadari beberapa orang menatap dia dan Tristan.

Mereka berdua berjalan namun tetap saja tangan Tristan tak lupa bahkan tak pernah lepas mengandeng tangan Nindi.

"Apa dia kira aku anak TK yang akan hilang kalau tidak di gandeng," gerutu Nindi tentunya di dalam hati kalau tidak bisa-bisanya dia langsung diajak pulang dan di kurung di hotel saja.

Nindi menoleh ke kanan-kiri, melihat beberapa toko itu menjual apa.

"Dia mau beli apa sih," batin Nindi.

"Ayo kesana?" Ajak Tristan, Nindi menoleh ke arah yang di tujukan suaminya.

"Toko perhiasan?" Kata Nindi menatap sang suami.

"Iya, ayo," Nindi hanya bisa pasrah saat dia ditarik masuk.

Pegawai toko perhiasan pun menyambut mereka dengan ramah dan memperlihatkan koleksi perhiasan yang paling bagus, sesuai dengan permintaan sang suami.

"Kamu pilih, apa yang kamu suka," kata Tristan.

"Em yang mana ya?" Batinnya binggung.

"Mas bisa bantu aku pilihkan," pinta Nindi.

"Em...." Tristan terdiam menatap satu persatu perhiasannya.

Eh tiba-tiba Nindi tak sengaja melihat perhiasan yang model simpel namun elegan.

"Itu," berbarengan karena Tristan juga melihatnya.

"Em yang ini bagus...." Kata Nindi.

"Bungkus," kata Tristan kepada pegawai di sana.

"Hah bungkus?" beo Nindi.

"Iya kan sayangku suka jadi pilih itu saja," kata Tristan enteng.

"Sudahlah jangan berdebat dengan dia juga tak akan ada selesai," kesal Nindi yang sudah bosan menunggu dari kemarin.

"Ada lagi yang ingin di beli?" Tanya Tristan.

Nindi mengelengkan kepalanya tak mengerti bahkan dia biasanya jago akting jadi melow begini karena melihat calon tunangannya itu lebih ramah.

Nindi melotot saat tahu harga yang tertera di sana, dia merutuki dirinya yang telah memilih perhiasan itu.

"Mau bayar pakai apa pak?"Tanya sang pegawai.

Nindi menarik baju sang suami mencoba menjauh, "Mas itu perhiasannya terlalu mahal, aku bisa cari yang lebih murah saja," bisik Nindi.

Tristan tersenyum lebar ternyata dia tidak salah memilih Nindi sebagai istrinya.

"Sudah jangan pikirkan harganya karena semua tak sebanding dengan cintaku untuk mu," goda Tristan membuat Nindi tersipu malu.

"Tetapi...." Nindi ingat harga perhiasan itu tak mahal jadi dia masih sulit menerimanya.

"Stttt...." Tristan meminta Nindi agar tak protes dengan menaruh satu telunjuk di depan mulut sang istri.

Lagi-lagi wajah Nindi langsung berubah merah.

"Kenapa dia sangat menggemaskan, ck jadi ingin memasukan ke dalam kamar saja apalagi ada beberapa orang yang melihat wajah cantik istriku, sungguh aku tak rela," kesal Tristan saat tahu ada beberapa pria yang melirik istrinya itu dengan tatapan kagum atau memang wajah Nindi terlihat. Jika posesif mulai muncul dan istrinya hanya bisa pasrah menerima.

"Oh ya tolong pilih buat Oma, mama dan juga bunda," pinta Tristan.

"Hah?" Nindi kaget.

"Iya buat oleh-oleh nanti," jelas Tristan.

"Tetapi di sini mahal-mahal, lagian bunda jarang pakai perhiasan," Nindi mendekat dan berbisik di telinga Tristan.

"Tenang saja, uang ku masih banyak. Ayo pilih yang cocok buat mereka," Tristan menarik sang istri untuk memilih beberapa perhiasan untuk oleh-oleh.

Bersambung....