NovelToon NovelToon
Jejak Metamorfosa

Jejak Metamorfosa

Status: sedang berlangsung
Genre:Menyembunyikan Identitas / Trauma masa lalu / Bullying dan Balas Dendam
Popularitas:1.4k
Nilai: 5
Nama Author: Garni Bee

Di balik nama Alysa Kirana Putri, tersembunyi tiga kepribadian yang mencerminkan luka dan pencariannya akan kebebasan. Siapakah "Putri," anak ceria yang selalu tersenyum, namun menyembunyikan ribuan cerita tak terucapkan? Apa yang disembunyikan "Kirana," sosok pemberontak yang melawan bukan untuk menang, tetapi untuk bertahan dari tekanan? Dan bagaimana "Alysa," jiwa yang diam, berjalan dalam bayang-bayang dan bisu menghadapi dunia yang tak pernah memberinya ruang?

Ketika tuntutan orang tua, perundungan, dan trauma menguasai hidupnya, Alysa menghadapi teka-teki terbesar: apakah ia mampu keluar dari kepompong harapan dan luka menjadi kupu-kupu yang bebas? Atau akankah ia tetap terjebak dalam tekanan yang terus menjeratnya? Semua jawabannya tersembunyi dalam jejak langkah hidupnya, di antara tiga kepribadian yang saling bertaut namun tak pernah menyatu.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Garni Bee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bayangan dibalik senyuman

Hari ini berbeda.

Dari pagi saat aku melangkah ke sekolah, sesuatu terasa tidak biasa.

Biasanya, aku hanya menerima tatapan sinis, bisikan ejekan, atau sekadar keberadaan yang diabaikan. Tapi hari ini?

Semua orang bersikap baik.

Bahkan terlalu baik.

Seorang teman sekelasku yang biasanya pura-pura tidak melihatku, tiba-tiba menyapaku dengan senyum lebar.

"Alysa, pagi!"

Aku sempat terdiam sebelum menjawab pelan, "Pagi."

Lalu yang lain menyusul.

"Alysa, sini duduk bareng."

"Alysa, kamu udah ngerjain tugas? Kalau butuh bantuan, bilang aja."

Aku mengerjap. Aku tidak bermimpi, kan?

Aku mencoba membaca ekspresi mereka. Tidak ada tanda-tanda ejekan tersembunyi atau kepalsuan yang biasa mereka tunjukkan.

Mereka terlihat... tulus.

Bahkan Wilona-Wilona yang selama ini menjadi orang pertama yang selalu mencari celah untuk membuatku jatuh-hari ini tersenyum kepadaku.

Dan aku hampir tidak bisa mempercayai telingaku ketika dia berkata, "Alysa, aku mau minta maaf."

Jantungku berdetak cepat.

Aku menatapnya hati-hati. "Apa?"

Wilona menghela napas pelan. "Aku sadar aku selama ini keterlaluan sama kamu. Aku cuma mau bilang... maaf, ya."

Aku tidak tahu harus berkata apa.

Apakah aku seharusnya menerimanya begitu saja? Atau... apakah ini hanya permainan lain?

Tapi aku ingin percaya.

Aku ingin percaya bahwa untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, aku bisa merasa baik-baik saja.

Jadi sepanjang hari di sekolah, aku membiarkan diriku menikmati momen ini.

Untuk pertama kalinya, aku merasa ada. Aku merasa diakui.

Aku merasa... bahagia.

Tapi kebahagiaan itu hanya sementara.

Karena aku tidak tahu bahwa semua ini adalah jebakan.

Dan aku tidak tahu bahwa seseorang sedang menunggu saat yang tepat untuk menerkam.

...

Hari mulai sore ketika aku menyadari bahwa aku adalah salah satu orang terakhir di sekolah.

Aku masih harus piket. Beberapa siswa lain juga masih ada di sekolah, tapi hanya tinggal segelintir orang.

Aku berjalan ke lorong yang mulai sepi, menuju kamar mandi untuk mencuci tangan sebelum pulang.

Saat aku membuka pintu, sesuatu terjadi.

Tiba-tiba ada seseorang di belakangku.

Aku merasakan lenganku ditarik, lalu sebelum aku sempat berteriak-

Tubuhku terangkat dari tanah.

Seseorang menggendongku.

Aku langsung memberontak. "LEPASIN AKU!"

Orang itu tidak bicara. Aku merasakan genggaman kuat di tubuhku, menarikku ke dalam kamar mandi.

Tidak.

Tidak.

Aku berpegangan pada pinggiran pintu sekuat tenaga.

"LEPAS!" Aku menjerit, tanganku mencengkeram kayu pintu dengan kekuatan yang bahkan aku tidak tahu aku miliki.

Aku bisa merasakan napas laki-laki itu di belakangku. Dia berusaha menyeretku masuk, tapi aku menolak. Aku menendang, meronta, mencakar-melakukan apa pun untuk bertahan.

Dia semakin kasar.

Aku merasakan cakaran tajam di pergelangan tanganku, mencoba melepaskan cengkeramanku dari pintu.

Sakit.

Luka terbuka di kulitku, tapi aku tidak peduli. Aku tidak akan menyerah.

Aku tidak akan membiarkan ini terjadi.

Akhirnya, dia menyerah.

Dia menurunkanku, tapi itu tidak berarti dia berhenti.

Aku hampir jatuh ke lantai, tapi sebelum aku bisa melarikan diri, dia meraih lenganku lagi.

Aku berusaha menepisnya, tapi dia semakin kuat.

Aku melawan. Aku menendang, mencakar, mencoba mendorongnya menjauh.

Tanganku gemetar. Dadaku sakit. Aku tidak tahu berapa lama aku bisa bertahan.

"Kecil-kecil tenaga kamu kuat juga sayang." Ujarnya.

Mata ku membulat, "J-jadi k-kamuu?"

"Iya, akhirnya aku bisa liat kamu lebih deket." Ucap laki-laki itu.

"Kenapa bisa ngelawan aku? Tapi kenapa kamu gak bisa ngelawan orang yang udah bully kamu!" Imbuhnya dengan nada penuh dengan penekanan.

Dia mencengkram tanganku lebih erat, kukunya kembali menggores kulitku.

Lalu-

Aku berteriak sekuat tenaga.

"TOLONG!"

Aku tidak peduli apakah ada yang mendengar atau tidak. Aku hanya tahu aku harus berteriak.

Dan kali ini, keberuntungan ada di pihakku.

Langkah kaki berlari mendekat.

Seseorang meneriakkan namaku.

Aku mendengar suara laki-laki itu mengutuk pelan sebelum akhirnya melepaskanku dan kabur.

Aku jatuh terduduk di lantai, tubuhku gemetar hebat.

Aku tidak bisa berpikir. Aku tidak bisa berbicara.

Aku hanya bisa menangis.

"Alysa!"

Aku mendongak dan melihat Katy, satu penjaga sekolah dan beberapa siswa lain. Penjaga sekolah berusaha mengejar laki-laki itu, tapi hasilnya nihil.

Ternyata di belakang Katy ada, seorang wanita yang lebih dewasa-Ia Tante Nirmala (Tante Katy).

Mereka buru-buru mendekatiku. Katy langsung memelukku erat, sementara Tante Katy berlutut di sebelahku.

"Nak, kamu tidak apa-apa?" suaranya lembut, tapi aku bahkan tidak bisa menjawab.

Aku masih menangis.

Aku masih gemetar.

Seseorang bertanya, "Apa dia sempat menyentuhmu?"

Aku menggeleng, masih terisak.

Mereka semua menghela napas lega.

Tante Katy merangkulku dengan lembut. "Kamu pulang ke rumah kami dulu, ya. Biar lebih tenang."

Aku hanya bisa mengangguk.

Aku bahkan tidak peduli lagi.

Aku hanya ingin merasa aman-meskipun aku tidak tahu apakah tempat yang aman itu masih ada untukku.

...

Aku duduk di sofa rumah Katy, tubuhku masih terasa gemetar meskipun aku sudah jauh dari sekolah. Aku menggenggam lengan bajuku yang ternoda darah kering, bekas luka-luka kecil yang tadi kuterima masih perih. Tapi yang paling menyakitkan bukanlah luka-luka itu.

Melainkan kenyataan bahwa kejadian tadi benar-benar terjadi.

Di sampingku, Katy duduk tanpa suara, tapi kehadirannya cukup membuatku merasa tidak sendirian. Dia tidak banyak bicara, hanya sesekali menepuk pundakku pelan.

Di meja di depanku, Tante Katy datang membawa secangkir teh hangat dan meletakkannya dengan hati-hati. "Minum dulu, Sayang. Biar kamu lebih tenang."

Aku mengangguk kecil, tapi tidak langsung menyentuh cangkir itu. Jari-jariku masih terasa kaku, pikiranku masih melayang di tempat lain.

Aku mengangkat kepala dan menatap sekitar. Rumah Katy terasa nyaman-cahaya lampunya tidak terlalu terang, ada wangi teh yang samar memenuhi ruangan, dan suasana rumah ini terasa lebih... hangat. Tidak seperti rumahku. Tidak seperti sekolah.

Aku ingin percaya bahwa di sini aku aman.

Tapi perasaan itu tidak bertahan lama.

"Alysa," suara Tante Katy memecah keheningan. "Boleh Tante minta nomor orang tuamu?"

Aku mengangkat wajah, menatapnya bingung.

Tante Katy tersenyum lembut. "Tante mau izin ke mereka, supaya kamu bisa menginap di sini beberapa hari."

Aku terdiam.

Aku tahu aku tidak bisa pulang sekarang. Aku masih gemetar. Aku masih merasa sesak. Aku tahu, kalau aku pulang ke rumah dalam keadaan seperti ini, mereka tidak akan mengerti.

Perlahan, aku mengambil ponsel dari saku dan menyerahkannya kepada Tante Katy. Dia menerima dengan lembut, lalu mencari kontak orang tuaku sebelum akhirnya menelepon.

Aku tidak bisa mendengar percakapan mereka dengan jelas, tapi aku bisa melihat ekspresi Tante Katy yang sabar, berbicara dengan nada meyakinkan.

Sesekali dia melirik ke arahku, seolah memastikan bahwa aku baik-baik saja.

Beberapa menit kemudian, telepon ditutup.

Tante Katy menaruh ponselku di meja dan tersenyum kecil. "Orang tuamu sudah setuju. Kamu bisa menginap di sini untuk beberapa hari."

Aku tidak tahu harus merasa lega atau justru semakin sedih.

Aku hanya mengangguk pelan. "Terima kasih, Tante."

Tante Katy mengusap punggung tanganku dengan lembut. "Kamu tidak sendiri, Sayang. Apa pun yang terjadi, kamu bisa cerita ke Tante dan Katy, ya?"

Aku tidak menjawab.

Aku tidak yakin bisa menceritakan semuanya.

Tapi setidaknya, untuk malam ini, aku bisa berada di tempat yang sedikit lebih tenang.

Mungkin untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama... aku bisa tidur tanpa dihantui ketakutan.

1
Black Jack
wah, jalan ceritanya bikin gue deg-degan 😱
Mulyani: wahh makasih dukungan nya, jangan ragu buat kasih masukan atau sarannya ya..
total 1 replies
Kakashi Hatake
Aku selalu menantikan update dari cerita ini. Jangan sampai berhenti menulis, thor!
Mulyani: Waaaah makasih dukungan nya! Ikutin terus update nya ya..Jangan lupa juga masukan nya
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!