Dijodohkan sejak bayi, kemudian sempat dekat bahkan pacaran, sebelum akhirnya terpaksa memilih berpisah, Calista tidak menyangka jika pada akhirnya, ia akan kembali bahkan menikah dengan Sabiru, pria berusia 33 tahun yang sempat membuatnya sibuk menghindar.
Sebab demi melindungi Calista yang usianya terpaut enam tahun lebih muda darinya, Sabiru yang selalu bertaruh segalanya asal Calista baik-baik saja, berakhir mengalami patah tulang kaki maupun tangan kanan, selain pengusaha muda sangat bertanggung jawab itu yang juga sampai terkena cacar. Keadaan tersebut membuat Calista dan Sabiru harus secepatnya menikah, agar Calista bisa merawat Sabiru dengan leluasa, seperti yang Calista harapkan.
Menjalani pernikahan karena keadaan yang memaksa, dengan sosok yang pernah ada rasa dan selalu menjadikannya sebagai satu-satunya cinta. Ingin menghindar, tapi rasa peduli apalagi rasa sayang makin lama jadi makin besar. Semua itu membuat Calista menjalani setiap detik waktu yang dimiliki dengan dada berdebar-debar. Terlebih, sekadar menatap saja, Sabiru selalu melakukannya penuh cinta.
💗Merupakan bagian novel : Muslimah Tangguh Untuk Sang Mafia & Mempelai Pengganti Ketua Mafia Buta yang Kejam 💗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rositi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
31 : Gemilang & Gemintang
Alasan Calista menangis dan sampai tersedu-sedu, bukan karena rasa sakit dari proses persalinan, atau itu proses melahirkan yang dijalani. Melainkan karena lahirnya kedua anaknya yang sudah langsung sibuk menangis, dan itu bertanda keduanya sama-sama sehat, membuatnya sangat bahagia. Dalam dekapan Sabiru yang makin lama makin erat, ia meluapkan tangis kebahagiaannya.
Air mata Calista benar-benar banjir, bukan hanya membasahi pipi, tapi juga kedua tangan Sabiru yang masih memeluknya erat.
Suasana ruang bersalin yang awalnya diwarnai rintih sakit penuh ketegangan dari Calista, kini menjadi berisik tangis bayi. Sabiru yang turut menangis, berakhir tertawa kecil. Karena tak beda dengan Calista, lahirnya anak-anak mereka juga membuatnya sangat bahagia. Ditambah lagi, sang istri juga tampak baik-baik saja.
“Rasanya sesempurna ini. Masyaallah ...,” batin Calista membiarkan wajahnya diabsen melalui kecup-an oleh sang suami.
“Aku lapar banget loh Mas. Dari kemarin kan aku enggak makan makanan. Dari kemarin aku makan hati,” rengek Calista, membuat suster maupun dokter di sana dan tentu saja mendengar, berakhir cekikikan.
“Memangnya kamu mau makan apa? Nanti aku beli apa malah masakin,” ucap Sabiru yang menepi dari tawanya.
Sembari menunggu Calista membalas, Sabiru sengaja menarik beberapa helai tisu kering dari kotak di sebelahnya. Ia menggunakan itu untuk mengelap keringat Calista. Efek melahirkan, membuat Calista kuyup keringat, bahkan meski AC di ruang bersalin keberadaan mereka, menyala.
“Mas jangan pergi. Mas di sini saja,” rengek Calista.
“Ya sudah, nanti minta Go—Rain buat cari segala sesuatunya!” lembut Sabiru yang sukses membuat kelima wanita di sana, termasuk Calista sendiri, baper.
“Tapi kasihan ih, tuh anak kita suruh-suruh terus. Memangnya hari ini, dia enggak ada syuting?” ucap Calista sambil menahan tawanya.
“Jadwal syutingnya agak sore. Jadi memang masih aman sih,” balas Sabiru dan langsung membuat Calista tersenyum. Meski semenjak hamil, selain jadi sensi-tif sekaligus manja, Calista memang jadi sangat sering tersenyum.
***
Gemilang dan Gemintang, menjadi nama yang Calista maupun Sabiru pilih menjadi nama anak kembar mereka. Hadirnya kedua malaikat kecil itu sudah langsung disambut dengan sangat bahagia. Terlebih latar belakang mereka yang memang sudah seperti keluarga.
“Masa iya semuanya pakai ‘Lucas’? Kan ada dua. Satu pakai ‘Prasongko’ lah!” protes pak Helios mendadak bersedih. Sebab meski bukan cucu pertama di keluarganya, tapi ini untuk kali pertama, cucunya tak memakai nama keluarga mereka. Karena anak-anak Calista dan Sabiru memakai nama keluarga pak Excel selaku nama keluarga pihak Sabiru.
“Yang penting sehat, Pah. Soal nama, mereka kan kembar, nanti kalau sampai beda, ada yang iri,” ucap ibu Chole berusaha menengahi.
Semuanya hanya mesem, dan mereka siap mengantar keluarga kecil Sabiru pulang. Karena ada dua bayi, dan orang tua Calista juga akan sibuk dengan urusan anak-anak yang lain, mereka sepakat agar Calista dan anak-anak tinggal di rumah orang tua Sabiru.
“Ini semuanya mirip papa? Beneran enggak ada yang mirip mamanya? Ya ampun, nasibnya Mbak Calista berasa yayasan penghasil anak saja!” ucap Rain masih aktif mengawasi wajah Gemilang dan juga wajah Gemintang, silih berganti.
Ketika semuanya bahkan Calista kompak tertawa, tidak dengan pak Helios yang juga sampai berkata, “Anaknya Paojan. Kelakuanmu, mirip banget bapakmu!”
“Tapi itu jauh lebih baik, ketimbang keduanya mirip aku, yang ada aku dipitnah macam-macam. Secara, kalau ada apa-apa kan, Mas Sabiru langsung telepon,” sergah Rain menjadi heboh. Kemudian, ia memperagakan cara Sabiru berbicara melalui telepon kepadanya.
“Rain, kamu cariin ini. Istriku ngidam ini, pengin ini. Lah, aku ya bingung. Itu istri siapa, kok aku yang apa-apa serba cari. Terus mas Sabiru bilang, ‘Istriku enggak mau ditinggal, Rain! Nangis kejer dia!’ . Ya elaah, siapa yang hamil ya, siapa yang susah.” Rain benar-benar heboh.
“Terakhir itu, Mas Sabiru ngabarin, minta aku buat cariin jamblang. Kalau dipikir-pikir lagi, aku berasa jadi jin hamil mereka kan? Saking pusingnya karena si jamblang tuh harus dapat malam itu juga, aku sampe ambil hape Mbak Calista, terus uninstall aplikasi tok-tokz biar dia enggak nonton video macam-macam lagi. Karena takutnya nonton apa lagi, terus aku jadi jin hamil. Eh, lupa kalau donload aplikasi saking mudahnya! Ya tetap saja, Rain, tolong cariin ini!” cerita Rain sampai kaku sendiri karena tawa yang dibarengi air mata. Bukan hanya olehnya, tapi semuanya termasuk Calista yang tampak malu sekaligus merasa bersalah.
“Ini Mbak beneran minta maaf loh,” ucap Calista yang memang merasa sangat tidak enak hati kepada Rain.
“Ya enggak apa-apa. Semuanya akan termaafkan asal transferannya lancar,” balas Rain dengan santainya, dan lagi-lagi membuat kebersamaan di sana diwarnai canda tawa.
“Ehmm ... ehmmmm!” Deham seorang pria yang melongok layaknya pengintai di depan tembok lorong depan, sukses membuat kebersamaan di sana hening.
“Ada suara, tapi tidak ada penampakan. Sudah, dibiarkan saja. Langganan telat, ngarepnya dapat banyak berkat!” ucap pak Helios sengaja mengajak keluarga besarnya maupun keluarga sang besan, pergi dari sana.
“Aku juga ngarep dapat banyak warisan sih, Pih!” ucapnya dan memang tak lain pak Ojan.
“Nah itu! Sudah kaya, masih maruk warisan!” semprot pak Helios dan sukses membuat semuanya tertawa.
“Makanya, Pi. Ini kan aku sadar diri. Aku telat, maiwaifi juga lagi di luar negeri, makanya aku mau kasih hadiah saham ke adik-adikku,” ucap pak Ojan.
Menyebut anak-anak Sabiru dan Calista sebagai adiknya, yang ada pak Ojan malah menjadi bahan bulan-bulanan kebersamaan di sana. Apalagi ketika pria itu jujur, bahwa saham yang akan diberikan untuk Gemintang dan Gemilang, hanya satu persen.
“Orang pelit, kuburannya sempit, Jan!” ucap pak Helios yang tentu saja mengomel kepada anak angkatnya.
“Kan aku belum mau mati, Pi. Ya sudahlah, enggak usah bahas kuburan. Bahas yang hepi-hepi saja!” ucap pak Ojan dengan santainya.
***
Malamnya, Gemintang dan Gemilang nyaris tidak pernah berhenti menangis. Seisi rumah sampai tidak tidur.
“Ini pasti ada yang salah. Mah, gimana sih?” Sabiru benar-benar memohon kepada sang mamah yang notabene memang seorang bidan sekaligus ahli kandungan. Karena meski dulu saat awal menikah dengan pak Excel, ibu Azzura sempat berhenti dari kesibukannya. Namun setelah Aurora dan Sabiru berusia lima tahun, ibu Azzura justru melanjutkan pendidikannya, hingga ia menjadi ahli kandungan.
“Ini beneran enggak ada yang salah, Mas. Coba Mas peluk. Mbak Calista juga peluk. Peluk satu-satu. Pastikan menempel ke dada kalian,” ucap ibu Azzura berusaha menenangkan. Terlebih, menangisnya si kembar juga turut membuat Calista ikut menangis.
Ibu Azzura memaklumi keadaan menantunya. Memang sudah menjadi hal yang wajar, seorang ibu baru menjadi bingung jika di hadapkan pada konsisi anak yang tidak baik-baik saja. Karena jangankan ibu baru, ahli anak saja pasti akan bingung jika dihadapkan pada tangis tak kunjung henti.
“Bentar, Papah coba shalat dulu,” pamit pak Excel yang juga bingung harus bagaimana menghentikan tangis cucunya.