Mendadak Menikahi Mantan
Di siang yang agak terik, Calista tengah mengontrol jalannya renovasi restoran miliknya. Awalnya semuanya baik-baik saja, tapi kedatangan seorang Sabiru membuat Calista yang ada di belakang restoran bersama seorang mandor proyek, menjadi sangat gugup.
“Berarti nanti di atas dikasih taman lengkap dengan lampu, yah, Mbak?” tanya mandor proyek kepada Calista, tapi yang bersangkutan malah jadi kurang fokus mirip orang linglung sekaligus kebingungan.
“M—maaf, Pak. Tadi Bapak bilang apa? Maaf, tadi saya kurang fokus!” ucap Calista sambil sesekali melirik Sabiru.
Sabiru dengan segala pesonanya memang selalu membuat dunia Calista tidak baik-baik saja. Jantung Calista selalu berdebar lebih kencang di setiap pria berusia tiga puluh tiga tahun itu ada di dekatnya. Terlebih selain mereka yang memang sudah dijodohkan sejak bayi, kemudian sempat dekat bahkan pacaran sebelum akhirnya terpaksa memilih berpisah, Sabiru masih sangat memperhatikan Calista layaknya seorang pasangan yang begitu setia. Tiga tahun berlalu setelah Calista memutuskan hubungan mereka secara sepihak, Sabiru benar-benar masih sama—selalu bersikap layaknya pasangannya, penuh kelembutan sekaligus cinta.
Layaknya kini, Sabiru yang Calista ketahu baru pulang dinas dari luar kota, datang sembari membawa buket mawar merah terbilang besar. Hanya saja, kenyataan Sabiru yang terlihat sangat kelelahan cenderung sakit, membuat Calista sangat mengkhawatirkannya. Wajah Sabiru terlihat pucat, kedua matanya sayu, sementara bibir berisinya tampak kering layaknya orang dehidrasi.
Selain mengawasi Calista, Sabiru juga mengawasi sekitar. Balkon di atas Calista dan memang sedang dibangun, menjadi salah satu sasaran serius pengawasan Sabiru.
Calista yang menjadi salah tingkah, diam-diam juga tidak bisa berhenti memperhatikan Sabiru. Beberapa kali Calista terpeleset hanya karena kesibukannya itu. Hingga Sabiru yang memang selalu tenang sekaligus berwibawa, berakhir menghampirinya sesaat setelah menaruh buket mawar merahnya maupun jas biru gelap dan baru saja pria sangat tampan itu dilepas. Sabiru meletakan semua itu di meja bundar yang ada di sebelah pintu.
“Jangan pakai heels. Pakai sandal saja, toh di restoran sendiri. Ini kakimu terluka,” lembut Sabiru tak segan jongkok hanya untuk memastikan kedua kaki Calista. “Aku siapkan air es buat kompres, ya?”
Ulah Sabiru tidak hanya membuat Calista gugup tak karuan. Karena mandor proyek yang ada di sana juga jadi kikuk dan berakhir tersipu.
Status Calista dan Sabiru memang mantan, tapi pada kenyataannya keduanya masih saling sayang. Termasuk Calista yang sampai detik ini masih sibuk menghindar, sebenarnya wanita berhijab biru toska itu juga masih belum bisa move on dari Sabiru dan juga semua pesona anak dari sahabat baik orang tuanya itu. Masalahnya, Calista memiliki alasan kuat kenapa dirinya harus menghindari Sabiru. Alasan kuat yang membuat Calista harus mengubur dalam-dalam rasa cintanya kepada cinta pertamanya itu.
Demi menghindari Sabiru, Calista sengaja menjawab telepon masuk di ponselnya sembari pergi ke samping restoran. Calista sengaja melakukannya agar jantungnya aman, selain ia yang tak mau terlihat bodoh karena kegugupannya di hadapan Sabiru. Terlebih di setiap Calista gugup menghadapi Sabiru, Calista akan menjadi sibuk bersin dan jika itu sudah terjadi, yang ada Sabiru jadi makin peduli.
“Mbak Calistaaaaaaa!”
Teriakan dari mandor proyek yang Calista tinggalkan layaknya Sabiru, sukses mematahkan langkah Calista. Tepat ketika Calista akan menoleh ke belakang, tubuhnya sudah terlempar setelah didorong sekuat tenaga oleh kedua tangan kokoh Sabiru.
“Innalilahi, Mas Bi!” histeris Calista.
Air mata Calista luruh membasahi pipi. Selain itu, tubuhnya juga jadi gemetaran hebat mengiringi dadanya yang bergemuruh. Sebab alasan Sabiru mendorongnya dan membuatnya berakhir jatuh memang karena balkon di atas dan harusnya mengenai Calista, ambruk menimpa Sabiru setelah pria itu menyelamatkannya.
Keadaan sudah langsung kacau. Calista yang merasa sangat bersalah refleks bernazar akan melakukan apa pun asal Sabiru selamat.
“Mas Bi ... tolong ... tolong bantu bawa ke rumah sakit! Mas Bi, bertahan Mas. Kuat! Aku mohon! Aku benar-benar minta maaf!” Calista sudah tersedu-sedu. Hatinya remuk redam menyaksikan sebagian tubuh Sabiru dipenuhi darah. Hingga lagi-lagi ia bernazar, “Ya Allah, ... apa pun akan hamba lakukan asal Mas Bi selamat! Hamba akan mengabdikan hidup hamba dalam sebuah pernikahan sakral dengan Mas Bi, seperti yang selama ini Mas Bi harapkan!”
Di bantu mandor proyek dan juga karyawan restorannya, Calista memboyong Sabiru ke mobilnya. Wanita berusia dua puluh tujuh tahun itu nekat menyetir mobilnya sendiri, membawa Sabiru ke rumah sakit terdekat. Sepanjang perjalanan, Calista yang masih sangat kacau juga sengaja mengabari kedua orang tua mereka.
Orang tua mereka datang nyaris di waktu yang sama tak lama setelah Sabiru ditangani di IGD. Tulang tangan kanan dan kaki kanan Sabiru patah hingga harus dilakukan tindakan operasi pemasangan pen. Karenanya, orang tua Sabiru sudah langsung mengurus persetujuan tindakan operasi guna mempercepat tindakan dilakukan.
“Mas Bi juga kena cacar. Pantas tadi kelihatan kayak kelelahan khas orang sakit,” lirih Calista tersedu-sedu.
Calista membiarkan tubuhnya didekap erat oleh sang papah seiring tatapannya yang melepas kepergian Sabiru menuju ruang operasi.
Para orang tua tak hentinya menatap sedih satu sama lain. Mereka tak menyangka dan memang masih sangat terkejut atas kecelakaan yang menimpa Sabiru maupun Calista.
“Sesuai nazarku ... aku ingin merawat Mas Bi. Semoga Mas Bi mau menikah denganku. Apalagi Mas Bi juga sampai kena cacar. Duh, enggak kebayang gimana rasanya. Pasti Mas Bi tersiksa banget!” sedih Calista dalam hatinya dan sampai sekarang masih belum bisa menghentikan tangisnya.
Sepanjang Sabiru berada di ruang operasi, juga setelah pria itu akhirnya diboyong ke ruang rawat tapi belum juga siuman, Calista merasa dunianya menjadi berputar lebih lambat. Calista sampai tidak bisa tidur dan menghabiskan waktunya untuk mendoakan Sabiru. Malahan, Calista masih memakai mukena lengkap ketika di pagi menjelang subuh, Sabiru akhirnya sadar.
“Mas ...? Alhamdullilah ....” Calista buru-buru menaruh tasbihnya. Ia beranjak berdiri, kemudian meraih sebotol air mineral yang sudah tersedia di meja nakas sebelah ranjang rawat Sabiru berada.
“Li ... ini beneran kamu?” lirih Sabiru dengan suara yang masih lemah. Pandangannya masih belum sempurna, tapi ia melihat wanita cantik yang memakai mukena putih di hadapannya memang Calista. Sabiru sengaja memastikan karena rasa cintanya yang begitu besar kepada Calista, kerap membuatnya tidak bisa membedakan antara nyata maupun halusinasi.
Calista mengangguk tanpa bisa menyudahi kesedihannya. Ia berangsur membantu Sabiru minum.
Sabiru yang tidak bisa berhenti mengawasi wajah khususnya kedua mata Calista bertanya, “Aku sudah bikin kamu sedih?”
Pertanyaan Sabiru barusan sukses mengaduk-aduk perasaan Calista. Air matanya berlinang seiring tatapannya yang berakhir fokus kepada kedua mata Sabiru. “Nikah, yuk?”
Baru siuman sudah langsung diajak menikah dan itu oleh Calista yang sangat ia cintai, kenyataan tersebut justru membuat Sabiru yakin dirinya sedang bermimpi.
“Mas Bi, ... ayo kita nikah! Aku mohon! Aku ingin merawat Mas. Aku ingin menjalani hidup ini penuh bahagia dengan Mas. Aku ingin menua bersama Mas dan hanya maut yang bisa memisahkan kita!” yakin Calista masih dengan suara lirih sekaligus lembut. Ia agak membungkuk dan bertahan duduk di hadapan Sabiru.
Demi Sabiru yang selalu berkorban untuknya, Calista mengesampingkan alasannya sempat sibuk menghindar pria itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments
Sandisalbiah
apa yg membuat Calista memutuskan hubungan dgn Sabiru padahal dia juga mencintai lelaki itu?
2024-07-30
0
sherly
jd penasaran yg buat Calista minta putus apa...
2024-07-29
0
sherly
ah buat baper nih kayaknya cerita sabiru dan Calista... suka banget aku cerita kalo si cowoknya tu peduli Ama ceweknya... kayak ada manis2nya gitu ..
2024-07-29
0