S 2
"Aku Punya Papa." Tiga kata yang selalu diucapkan Farzan bocah berusia 6 tahun itu, ketika teman-teman seusianya mengolok dirinya tidak punya papa.
Ibu mana yang tidak sakit hati melihat putranya yang selalu diolok, namun Zana hanya bisa diam karena dia tidak bisa menunjukkan siapa ayah dari anaknya.
Hingga ketika Farzan dinyatakan mengidap Pneumonia, penyakit yang bisa mengancam nyawanya, membuat dunia Zana seakan runtuh. Berbagai cara sudah ia lakukan untuk pengobatan putranya, namun hasilnya selalu nihil bahkan semua yang ia punya telah habis terjual. Dan pada akhirnya, dengan terpaksa Zana kembali ke kota kelahirannya untuk mencari sosok ayah biologis putranya, yaitu laki-laki yang telah menghancurkan masa depannya 7 tahun lalu, dengan harapan laki-laki itu bisa menolong putranya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon syitahfadilah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 31. TERSENYUMLAH ZANA
Di bab kemarin kelean menerka-nerka kenapa ayahnya Zana tidak bisa menjadi wali.
Zana anak angkat.
Zana anaknya Wiliam.
Zana anak hasil DP, apaan tuh 🤔 Yah seperti awal pertemuan Zana dan Farhan, hingga lahirlah Farzan 🤭 Yang mana yang betul nih, nyok lanjut.
Happy Reading... Jangan lupa like setelah baca. 🤗🤗🤗
"Maaf Pak, diluar ada tamu yang ingin bertemu dengan Pak Wiliam." Ujar seorang wanita paruh baya yang merupakan ART Wiliam.
"Siapa?" Tanya Wiliam seraya meletakkan cangkir teh yang baru saja diseruput nya. Dalam hatinya bertanya-tanya siapakah yang datang bertamu sepagi ini.
"Namanya Pak Kardi, Pak." Ujar ART itu.
Mendengar nama itu, Wiliam nampak mengerutkan keningnya, sepertinya nama itu tidak asing baginya. "Suruh masuk saja, Bi." Titahnya kemudian.
"Baik Pak," ART itupun bergegas keluar dan tak lama kemudian kembali menghampiri majikannya bersama seorang pria paruh baya yang seumuran dengan majikannya.
"Pak, ini Pak Kardi." Ucap ART itu kemudian pamit undur diri.
Wiliam menatap dengan lekat lelaki yang seusianya itu, dan ketika dapat mengenalinya ia langsung berdiri dari tempat duduknya.
"Kamu Kardi mantan supirku, kan?" Tanya Wiliam dengan ekspresi terkejut sekaligus senang. Tidak menyangka akan bertemu lagi dengan mantan supir pribadinya yang dulunya juga sudah seperti saudara baginya. Namun sayangnya Kardi mengundurkan diri menjadi supir sehari setelah bayinya menghilang.
"Iya Pak, Saya Kardi. Senang rasanya Pak Wiliam masih bisa mengenali saya."
"Bagaimana kabarmu, Kardi? Apa sekarang kau datang menemui ku untuk meminta pekerjaan lamamu?" Tanya Wiliam. Kebetulan ia memang sedang mencari supir karena tidak bisa membawa mobil sendiri akibat kakinya yang cidera. Semenjak Kardi mengundurkan diri ia tidak pernah mencari penggantinya.
"Kabar saya baik, Pak. Dan kedatangan saya kemari bukan untuk meminta pekerjaan, tapi untuk membuat pengakuan." Ujar pak Kardi kemudian merendahkan tubuhnya bersimpuh dihadapan mantan majikannya itu.
"Hei Kardi apa yang kau lakukan, ayo berdiri." Dengan sedikit kesusahan karena menahan tongkatnya, Wiliam berusaha menarik tangan mantan supirnya itu untuk berdiri.
"Tidak Pak, saya tidak akan berdiri sebelum Pak Wiliam memaafkan kejahatan saya 27 tahun yang lalu."
"Kejahatan apa yang kamu maksud, Kardi?" Wiliam menjadi bingung, seingatnya Kardi tidak pernah membuat kejahatan atau kesalahan apapun selama menjadi supirnya.
"Saya pernah membuat kejahatan, Pak. Dan kejahatan saya itu sangat besar karena sudah memisahkan Pak Wiliam dan Putri bapak selama bertahun-tahun lamanya."
Wiliam tercengang mendengar penuturan mantan supirnya itu, untuk sesaat ia terdiam mencerna apa yang baru saja diucapkan Kardi.
"Jangan bilang kamu yang sudah menculik Putriku, Kardi?" Tanya Wiliam dengan amarah yang tertahan, tubuhnya seketika bergetar.
"Maafkan saya, Pak. Karena sangat menginginkan anak, saya jadi gelap mata."
"Jadi benar kamu, Kardi...!" Dengan amarah yang memuncak, Wiliam melempar tongkatnya ke sembarang tempat kemudian dengan terseok-seok menghampiri Kardi dan langsung menarik kerah baju pria itu seraya menatapnya dengan tajam.
"Kau bukan hanya memisahkan aku dari anakku, Kardi. Tapi kau juga sudah membuatku kehilangan istriku. Sarla mengalami depresi saat bayi kami hilang sampai pada akhirnya dia meninggal karena sakit-sakitan terus memikirkan bayi kami yang tidak bisa ditemukan, dan ternyata itu semua karena ulahmu Kardi!"
Untuk yang pertama kalinya pak Kardi melihat sosok Wiliam terlihat begitu murka. Selama menjadi supir pribadi Wiliam, tidak pernah sekalipun majikannya berkata kasar atau terkesan menjadikannya pesuruh. Wiliam menganggapnya sebagai teman di setiap perjalanan dan sebagai saudara bila sedang bersantai di rumah.
Namun, melihat keharmonisan sang majikan terlebih ketika telah memiliki bayi sedang istrinya belum juga bisa hamil, membuatnya menjadi iri dan memiliki keinginan untuk mengambil bayi majikannya itu.
Pada suatu kesempatan, ia memiliki cela untuk menculik bayi majikannya itu ketika istri majikannya masuk ke dapur untuk membuat susu formula sedang art pergi ke pasar dan Wiliam sendiri masih tidur saat itu.
Ketika berhasil menculik bayi itu, keesokan harinya ia memilih mengundurkan diri sebagai supir agar tidak dicurigai keberadaan bayinya.
Pak Kardi dan istrinya yang belum diberikan keturunan sangat senang memiliki anak sang majikan, mereka merawat bayi itu dengan penuh kasih sayang hingga waktu empat tahun pun berjalan. Istri pak Kardi dinyatakan hamil, perlahan kasih sayang mereka mulai terkikis pada Zana ketika anak kandung mereka sendiri lahir.
Disitulah awal derita Zana, pak Kardi dan istrinya mulai tak memperdulikan Zana lagi. Kasih sayang mereka sepenuhnya tercurah hanya kepada Zean yang merupakan anak kandung mereka sendiri.
"Kardi, katakan dimana Putriku?!"
"Tujuan sebenarnya saya datang kemari adalah untuk menjemput Pak Wiliam. Hari ini Putri Bapak akan menikah."
.
.
.
"Tersenyumlah Zana, ini adalah hari bahagia kita. Seharusnya di wajahmu itu penuh dengan binar kebahagiaan, bukannya bersedih seperti ini." Ujar Farhan yang berdiri dibelakang Zana sambil menatap tubuhnya dan calon istrinya itu yang sudah terbalut pakaian pengantin, dari cermin berukuran besar dihadapan mereka.
"Bagaimana aku bisa tersenyum setelah mengetahui Ayah dan Ibu yang sangat aku sayangi ternyata mereka bukanlah orang tua kandungku." Ujar Zana dengan ekspresi datar.
Wajahnya yang sudah dirias dengan sangat cantik tak mampu menyamarkan kesedihan dan kekecewaan setelah pengakuan ayahnya tadi malam. Ternyata ia adalah anak majikan ayahnya dulu yang diculik.
Farhan menghela nafas panjang kemudian ia membungkukkan sedikit badannya merangkul pundak mempelai wanitanya itu.
"Aku bisa mengerti apa yang kau rasakan, aku juga tidak menyangka bahwa Ayah dan Ibumu bukanlah orang tua kandungmu. Tapi kau harus ingat satu hal Zana, dihari pernikahan kita ini orang yang paling bahagia adalah Putra kita. Jadi aku mohon, jangan membuatnya menjadi sedih dengan melihatmu bersedih seperti ini."
Ketukan dibalik pintu kamar mengalihkan perhatian Farhan dan Zana. Farhan kembali menegakkan badannya sedang Zana mencoba untuk lebih tenang.
Pintu kamar pun terbuka, Aruna masuk dengan sedikit tergesa.
"Kak Farhan, Kak Zana, kalian bersiaplah. Pak Kardi sudah datang, dan sebentar lagi ijab kabul akan dimulai." Ujar Aruna.
Farhan dan Zana serentak mengangguk, dan Aruna pun berpamitan keluar dari kamar itu.
Setelah pintu kamar yang baru saja dilewati Aruna tertutup, Farhan kembali merangkul pundak Zana. Ia menyandarkan kepalanya di pundak calon istrinya itu.
"Ayo tersenyum, tunjukkan pada semua orang kalau kau adalah wanita yang paling bahagia hari ini." Ujar Farhan.
Zana hanya menanggapinya dengan senyum tipis, dan Farhan tahu itu adalah senyum yang dipaksakan.
"Tersenyumlah sepanjang acara berlangsung, dan nanti malam kau bisa menjadikan pundak ku sebagai sandaran untuk mencurahkan segala kesedihan dan kekecewaan mu. Aku akan mendengarkan segala kegundahan hatimu." Ujar Farhan sambil tersenyum penuh makna.
Zana yang tidak mengerti dengan arti senyuman lelakinya itu hanya menganggukkan kepalanya kemudian perlahan menarik kedua sudut bibirnya membentuk sebuah senyuman.
"Bagus sekali, kalau begitu ayo sekarang kita lihat siapa sebenarnya orang tua kandungmu." Farhan menegakkan tubuhnya, lalu mengulurkan tangannya pada Zana.
.
.
.
TBC.......✨✨✨