6 tahun mendapat perhatian lebih dari orang yang disukai membuat Kaila Mahya Kharisma menganggap jika Devan Aryana memiliki rasa yang sama dengannya. Namun, kenyataannya berbeda. Lelaki itu malah mencintai adiknya, yakni Lea.
Tak ingin mengulang kejadian ibu juga tantenya, Lala memilih untuk mundur dengan rasa sakit juga sedih yang dia simpan sendirian. Ketika kejujurannya ditolak, Lala tak bisa memaksa juga tak ingin egois. Melepaskan adalah jalan paling benar.
Akankah di masa transisi hati Lala akan menemukan orang baru? Atau malah orang lama yang tetap menjadi pemenangnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fieThaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
3. Terlalu Percaya Diri
Jantung yang berdetak tak karuhan seketika berhenti berdetak. Dadanya mulai sesak.
"Cincin yang tadi lu pilihin ternyata disukai Lea. Makasih banyak, La."
Mencoba melengkungkan senyum di tengah rasa sakit yang baru saja dia dapatkan. Sekuat tenaga Lala menahan air mata agar tak tumpah ruah.
"Weekend nanti gua akan ke Bandung. Gua akan mulai PDKT sama dia."
Lala hanya mengangguk dengan senyum yang sangat dia paksakan. Beda halnya dengan wajah Devan yang sangat berbinar.
"Padahal, gua yang suka sama lu, Van. Tapi, kenapa Lea yang lu suka?"
Makanan yang masuk ke dalam mulut terasa hambar. Lala pun tak ingin berlama di sana. Mulai mengajak Devan pulang.
"Masih sore, La."
"Ada tugas yang belum gua kerjain, Van. Besok harus dikumpulin."
Berbohong karena dia takut Devan menyadari kesedihannya. Di dalam mobil pun Lala terus menatap ke arah jendela mobil. Merasakan sakit yang tak bisa dia ungkapkan.
Baru saja masuk ke dalam kamar, tubuhnya dia sandarkan di pintu. Tak terasa bulir bening meluncur dengan sangat deras.
Tak ada isakan, tak ada suara yang dihasilkan. Namun, air mata itu tak kunjung reda. Tubuh Lala pun luruh ke lantai. Memeluk kedua kakinya dengan wajah yang dia benamkan di atas kedua lututnya.
"Sakit, Van. Sakit!"
Lelehan air mata tak dapat surut. Sudah jam dua pagi matanya masih terjaga dengan sisa air mata.
"Ternyata selama enam tahun ini gua yang terlalu percaya diri. Dekatnya dia hanya sebatas dekat biasa bukan dekat karena menyimpan rasa."
Senyum tipis terukir di wajah Lala. Membuang napas dengan begitu kasar dengan wajah yang sudah sangat sembab.
"Tuhan, bisakah aku melupakannya?"
.
Berangkat lebih awal tanpa sarapan. Hari ini juga Lala mengenakan kacamata agar mata sembabnya tak terlihat oleh kedua orang tuanya.
"Emangnya gak bareng Devan?"
"Lala ada kelas pagi, Ma," balasnya sambil mencium tangan.
"Sarapan dulu," titah sang papa.
"Nanti aja di kantin."
Lala buru-buru pergi sebelum kedua orang tuanya menyadari keanehannya. Untuk hari ini dia ingin menenangkan diri dan berdamai dengan rasa sakit yang harus dia hadapi dan terima.
.
Devan dengan langkah lebarnya menuju kelas Lala. Benar dugaan Devan, kelas Lala belum dimulai.
"Ke mana dia?"
Seperti biasa Devan menjemput Lala. Namun, yang dijemput sudah berangkat dengan alasan palsu. Devan tahu jadwal kelas Lala.
Mencoba menghubungi Lala, tapi nomor Lala tak aktif. Wajah penuh kecemasan tak terbantahkan. Sikap Lala hari ini sangat aneh. Bertanya kepada teman sekelas Lala pun mereka mengatakan jika belum melihat Lala di kampus.
"Lu kenapa, La?"
.
Hembusan napas penuh kelegaan keluar dari bibir Lala. Dia baru saja keluar dari ruangan dekan. Segera menghubungi Alfa meminta sang adik untuk menjemputnya.
"Manja kata gua mah!"
Sikap Lala yang lebih kalem dari biasanya membuat Alfa sedikit curiga. Terlebih kakaknya memakai kacamata seperti tengah menutupi sesuatu.
"La--"
"Gua kangen Baba dan Bubu."
Alfa tak banyak berkata lagi. Dia segera melajukan motor dan tanpa Lala duga Alfa membawanya menuju pemakaman elite yang berada di luar Kota.
"Al--"
"Udah lama juga kan kita gak ke sana. Naik motor lebih seru."
Hanya keheningan yang tercipta. Sesekali Lala menunduk dalam karena rasa sakit yang masih terasa sampai saat ini.
Berdiri di samping dua pusara yang sangat amat mereka sayang. Lala mulai merendahkan tubuh. Mengusap nisan bernamakan Raditya Addhitama dan Elthasya Afani.
"Lala kangen."
Tubuh Lala mulai bergetar. Kepalanya pun sudah menunduk dalam. Alfa yang berada di sampingnya hanya membiarkan sang kakak meluapkan semuanya. Hatinya ikut perih ketika isakan yang begitu lirih terdengar.
Memang tak ada satupun kata yang keluar dari bibir Lala. Tangisan Lala yang seperti orang menjerit kesakitan dapat Alfa rasakan.
Setelah puas menangis, Lala mengusap wajahnya yang sudah sangat basah. Lala mencoba untuk tersenyum ke arah dua pusara tersebut.
"Maaf, Lala ke sini hanya bisa nangis."
Alfa mulai merangkul pundak sang kakak. Usapan lembut sang adik membuat air mata Lala kembali turun. Alfa segera memeluknya dan kembali air mata itu tumpah di dada Alfa.
Setelah tenang, Lala kembali mengusap nisan kakek dan neneknya. Menatap nama itu dengan begitu lekat.
"Pasti perasaan Bubu sakit banget kan pas tahu hubungan Mami Nana dan Mama menjauh hanya karena seorang lelaki? Pasti Mama juga akan merasakan itu kalau Lala cerita tentang kisah Lala dan Devan."
"Lala cinta Devan, tapi Devan cinta Lea. Lala harus apa?"
"Ternyata sakit banget ya ketika harapan yang sudah setinggi langit malah dihempaskan ke dasar lautan."
Puas menangis dan menumpahkan kesedihan hati, Lala dan Alfa kembali ke Jakarta. Devan sudah berada di rumah Lala. Dia sengaja datang ke sana untuk menanyakan Lala.
"Alfa bilang kalau mereka lagi ke makam Bubu dan Baba."
"Naik motor?" tanya Devan.
"Kamu kayak enggak tahu Alfa kayak gimana," balas Mama Aleeya seraya tertawa.
Devan menghembuskan napas penuh kelegaan. Akhirnya, dia menemukan titik terang di mana Lala berada. Devan pun pamit pulang karena Lala sudah pasti akan aman jika bersama Alfa.
"Devan pulang ya, Tante. Salam aja ke Lala."
Mama Aleeya mengangguk. Wanita cantik itu mencium aroma tidak sedap di hubungan Devan dan Lala. Biasanya jika seperti ini mereka sedang bertengkar.
Jam sepuluh malam, Alfa dan Lala baru tiba di rumah. Wajah Lala pun sudah tak sesembab tadi.
"Langsung tidur," titah Alfa dan diangguki oleh Lala.
Senyum penuh kepedihan terukir di wajah Lala ketika melihat figura yang ada di meja belajarnya.
"Semakin dipaksa pasti akan semakin sakit," gumamnya.
Jarinya mengusap lembut wajah Devan yang berada di foto tersebut. Lelaki yang mampu membuatnya jatuh cinta pada pandangan pertama.
"Gua enggak benci lu karena di sini emang gua yang salah. Gua yang udah terlalu percaya diri. Padahal lu pernah ngomong apapun ke gua."
Senyum tipis Lala sunggingkan. Sorot mata penuh luka masih terlihat begitu nyata. Lala menyandarkan punggungnya di kursi meja belajar. Melihat ke arah tas ransel yang sudah ada di atas tempat tidur.
Baru saja membuka mata, Devan sudah mengirimkannya pesan.
"La, doain ya semoga PDKT gua besok sama Lea berjalan dengan baik."
"Semua yang disukai dan enggak disukai Lea udah gua hafal banget. Itu semua berkat lu. Karena lu pernah bilang kalau apa yang lu sukai pasti gak akan disukai sama Lea."
"Makasih banyak ya, La. Lu emang calon kakak ipar terbaik."
"Calon kakak ipar?" ulang Lala dengan raut yang penuh rasa kecewa dari sebelumnya.
...*** BERSAMBUNG ***...
Tinggalin komennya dong ..
lanjut lgi ya Thor penasaran SMA crita Lala SMA PK dosen
semangat thor
kena mental kagak tuch si Devan 😃😃😃
seperti yang telah dilakukan Lala , dia mencoba mengikhlaskan dan belajar menerima yang baru dan ternyata yang baru jauh lebih baik dan lebih perfect bukan hanya di mata Lala tapi juga dari pandangan semua .
barang yang retak apalagi sudah pecah jangan harap akan bisa kembali seperti semula . apalagi yang pecah berkeping-keping maka makin sulit pula untuk menyatukan .
jadi Devan lebih baik lepaskan saja Lala dan mencoba membuka hati lagi untuk orang lain yang mungkin juga akan lebih baik buat Devan dan orang disekitarnya tentunya .
lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍