NovelToon NovelToon
Sisa Rasa Rosa

Sisa Rasa Rosa

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen / Teen School/College / Keluarga / Persahabatan / Bad Boy / Idola sekolah
Popularitas:970
Nilai: 5
Nama Author: Noey Ismii

Rosa kembali ke Bandung setelah enam tahun menghindari Papa dan Rama, Kakaknya. Selain kembali beradaptasi dengan sekolah baru dan menguatkan hatinya untuk bertemu Rama, Rosa yang kaku juga dikejutkan dengan kedatangan Angkasa. Kakak kelasnya yang adalah anggota geng motor.
Perasaannya dibuat campur aduk. Cinta pertamanya, kebenciannya pada Rama dan Papa, juga rasa kehilangan yang harus kembali dia rasakan. Bagaimana Rosa yang sulit berekspresi menghadapi semuanya?
Apakah Rosa bisa melaluinya? Apakah Rosa bisa mengembalikan perasaan damainya?


Update setiap hari.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Noey Ismii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Baking with Rama

“Dia gak gangguin kamu, kan?” tanya Bu Riska memastikan setelah Angkasa keluar dari sana.

Yang langsung dijawab gelengan oleh Rosa.

Beliau membawa gelas bening berisi air berwarna cokelat terang, “Minum dulu,” kata Bu Riska lagi.

Tangannya menerima gelas itu. Aroma teh langsung tercium, Rosa menyesapnya sedikit-sedikit. “Makasih banyak, Bu,” katanya.

Rasa manis tersebar di rongga mulutnya. Segera membuatnya sedikit lupa dengan rasa besi yang sejak tadi mengganggunya.

Rosa tertahan sampai bel berbunyi. Padahal dia sudah meyakinkan Bu Riska bahwa dia bisa kembali ke lapangan karena tidak mengalami cedera serius. Tapi Bu Riska keukeuh menyuruhnya diam dan istirahat. Jadi dia pasrah dan hanya duduk diam disana.

Suara derap kaki terdengar dari luar. Rosa menyangka itu adalah Bella dan Najwa yang datang untuk membawanya pergi. Tapi orang yang muncul di pintu UKS adalah Rama.

Rosa mencelos.

“Rosa, kamu gak apa-apa? Kepala kamu sakit? Hidungnya masih berdarah? Kita ke rumah sakit aja gimana?” Rama mendekati brangkar dimana Rosa duduk sambil bertanya. Berdiri di samping Rosa dia memeriksa kening Rosa. Menangkup kedua pipinya sambil memerhatikan wajah adiknya itu.

Rosa melepaskan dirinya, “Aku gak apa-apa,” katanya kesal.

“Tapi kita ke rumah sakit aja ya,” kata Rama lagi.

Wajahnya benar-benar khawatir. Keringat menetes di pelipisnya. Jarak kelas XI ke UKS memang sedikit lebih jauh.

“Tanya Bu Riska aja, aku udah gak apa-apa dari tadi,” kata Rosa kemudian.

Rama menatap Bu Riska yang masih duduk di kursinya. “Adik saya gak apa-apa, Bu?” tanyanya.

Bu Riska mengangguk, “Udah gak apa-apa,” jawabnya dengan senyum.

Akhirnya Rama percaya. Dia menatap Rosa tersenyum, “Mau pulang aja?” tanyanya kemudian.

“Aku masih ada kelas satu lagi. Pulang jam biasa aja,” Jawab Rosa.

Bersamaan dengan Bella dan Najwa yang masuk ruang UKS. Dan Rosa baru menyadari Sandy juga berdiri tak jauh dari belakang Rama.

“Aku gak apa-apa,” katanya sebelum temannya itu bersuara.

Rosa kemudian melihat ada seorang lagi yang mengikuti Bella dan Najwa.

“Aku minta maaf, Sa, beneran aku gak sengaja. Aku gak tau tadi kamu belum fokus ke bolanya,” Zihan berkata sambil mendekati brangkar besi itu.

Mata Rosa menangkap ketulusan itu sebelum dia mengangguk. Dia tidak mau memperpanjang urusan apapun. Jadi dia memaafkan Zihan secepat bola itu mendarat di keningnya tadi.

-o0o-

Sabtu siang setelah berbagai pertimbangan, akhirnya Rosa berani untuk bicara pada Bu Asih.

Perutnya kram sejak tadi pagi dan dia tahu apa artinya itu. Jadi sebelum nanti bagian seprai dan baju tidurnya berbercak-bercak yang tidak disengaja olehnya, dia akan bilang lebih dulu.

“Ya, Bu Asih, aku bener-bener gak bisa terbiasa kalau kayak gini,” katanya setelah menjelaskan bahwa cucian baju dan piring yang sudah dia pakai adalah tanggung jawabnya. Jadi dia akan mencucinya sendiri.

“Terus Bu Asih kerja apa atuh, Neng?” tanyanya.

“Aku gak akan nyapu,” jawab Rosa kemudian.

Dia sudah menceritakan kesehariannya di rumah Nenek yang mengurus rumah di desa dulu. Jadi hampir dua minggu hanya diam saja membuat Rosa tidak nyaman, tidak tenang. Seperti ada yang hilang dari kesehariannya.

Bu Asih masih memandang anak majikannya itu. Gadis di depannya ini benar-benar berbeda. Akhirnya Ia hanya bisa mengangguk. Membiarkan Rosa mengambil tanggung jawab atas dirinya sendiri dan barang yang dipakainya.

Dia baru akan masuk ke kamar saat dilihatnya ada sebuah mobil mungil masuk halaman rumah.

Setelah memarkirnya, Rama keluar dari pintu pengemudi. Dia masuk rumah langsung menyapa Rosa yang memerhatikannya.

“Besok senin kita berangkat pake itu,” kata Rama ringan.

“Terus motornya kemana?”

“Dituker tambah sama Papa,” Rama nyengir.

Rosa hanya menganggukan kepalanya sambil lalu. Dia berniat langsung masuk kamar tapi Rama segera memanggilnya lagi.

“Mau temenin aku bikin cookies?” tanyanya.

Mata Rosa menatap kebalik kaca bening itu,

“Emang bisa?”

“Loh, belum tau aku bisa masak dan baking?” tanya Rama. Dia benar-benar tersenyum. “Dulu kan, aku sering bantuin Enin masak sama bikin kue. Jadi kalau cookies aja mah aku bisa,” bangganya.

Benar juga, Enin punya usaha bakery yang cukup terkenal di Bandung. Dulu hanya skala kecil karena bosen ditinggal Aki pergi-pergi ke proyek. Tapi karena cukup banyak yang udah kenal, jadi Enin udah gak produksi rumahan lagi sekarang. Enin sudah punya toko dan karyawan yang banyak buat produksi. Bahkan sudah membuka cabang di luar kota Bandung.

Setelah menimbang ajakan Rama, akhirnya Rosa mengangguk dan mengikuti Rama ke dapur.

Rama meminta Rosa duduk di salah satu kursi yang menghadap island table di tengah dapur. Menyimpan ponsel yang setipe dengan milik Rosa di dekat gadis itu.

“Kamu bisa masak?” tanya Rama di tengah kesibukannya menimbang tepung, gula, butter, dan memecahkan telur.

Rosa menggeleng, “Gak ada yang enak,” jawabnya. Dia masih tidak melakukan apapun kecuali melihat bagaimana cekatannya Rama.

Setelah selesai dengan menimbang bahan-bahan, Rama mengelap tangannya dengan tisu, menggulung lengan kemejanya, lalu kembali mencuci tangannya.

Setelah mengeringkan tangannya dengan lap bersih. “Lupa,” katanya berbalik pada Rosa, “Boleh tolong pakein apronnya?” tanyanya.

Rama menunggu sambil menatap gadis di depannya yang masih loading. Sejak bertemu Rosa, Rama jadi lebih sabar. Karena adiknya itu ternyata lemot juga, atau lebih tepatnya selalu terlalu mempertimbangkan semua hal.

Gadis itu lalu turun dari kursinya, “Dimana?” tanyanya kemudian.

Rama menunjuk ke salah satu laci di kabinet bawah dekat dengan kulkas dua pintu berwarna hitam. Senada warnanya dengan semua furnitur di dapur besar itu. Rosa membuka lacinya kemudian menemukan setumpuk apron berwarna hitam. Dia mengambil satu. Berbalik pada Rama yang masih menunggunya.

Tanpa menunggu, Rama menunduk. Rosa segera mengalungkan tali apronnya. Rama kemudian berputar dan Rosa membuat simpul sederhana dengan tali di punggung Rama.

“Makasih,” bisik Rama dengan senyum lesung pipitnya.

Rosa segera mundur karena wajah Rama yang tersenyum itu sudah sejajar dengannya. Berbalik kemudian kembali duduk di tempatnya tadi. Dia membuang muka saat pandangan Rama mengikutinya.

“Kita bikin pake choco chip aja ya, yang basic,” kata Rama memulai lagi.

Tangannya yang sudah bersih lalu mulai mencampurkan butter dan gula. Dia mengambil telur yang kemudian memasukannya setengah-setengah. Setelah itu Rama mengucurkan cairan berwarna coklat kehitaman, Rosa bisa menebak itu adalah vanilla extract karena wanginya, bahkan sebelum Rama memberitahunya.

Selanjutnya giliran tepung terigu dan garam juga soda kue. Rama masih mengaduknya dengan spatula. Dia mencampur semuanya. “Terakhir ini, cokelatnya,” kata Rama.

Rosa mengangguk.

Rama jadi senyum sendiri. Karena dari tadi, Rosa hanya mengangguk-angguk mendengar penjelasan Rama.

“Kamu hari ini cantik banget, Sa,” kata Rama kemudian, sambil membulat-bulatkan adonan yang sudah selesai dibuatnya.

Hari ini, Rosa memakai dress sebetis, berlengan panjang, berwarna kuning pastel dengan renda kecil di sekeliling garis leher yang bebentuk kotak. Rambut Rosa digerai menutupi punggung tanpa kepangannya. Warnanya hitam kecokelatan, bergelombang di ujung-ujungnya yang sering dikepang.

Rosa mengabaikan pujian Rama. Membuat kakaknya terkekeh pelan melihat Rosa yang cemberut.

Pemuda itu lalu menyetel suhu di ovennya. Kemudian memasukan loyang dengan empat bulatan adonan di atasnya. Setelah itu memasukan sisa adonan ke dalam plastik ziplock.

“Ini buat besok. Kita piknik, ya, Sa. Mau ikut kan?” tanya Rama.

“Aku besok ada janji sama Kak Angkasa.”

-o0o-

1
Nulis terus✍️💪
Saling support ya kak. mampir juga di karya aku"Dokter Bucin" ☺️
Nulis terus✍️💪
Saling support ya kak ☺️
Nulis terus✍️💪
Hallo kak, aku mampir di karya kakak. semangat ya 🔥🔥
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!