Menikahi Brondong

"Pagi Nona Bee," sapa Gilang.

"Pagi," jawab Bee singkat padat dan jelas. Wanita itu seperti tengah sibuk dengan berkas-berkas diatas meja nya.

"Oh ya, ini saya bawa bekal lebih tadi. Jadi ini buat Nona saja," ucap Gilang menyedorkan kotak nasi berukuran kecil dengan isi dua lembar roti didalam nya.

"Buat saya?" Bee memincingkan matanya curiga.

"Iya Nona Bee, untuk Anda," sahut Gilang.

"Saya sudah sarapan, Tuan. Berikan pada Rara saja," tolak Bee halus.

"Weh, baik hati. Sini Tuan buat saya saja." Rara mengambil kotak nasi itu dengan cepat dari tangan Gilang.

Gilang terkejut, wajahnya berubah jadi dingin karena Rara mengambil kotak itu dengan kasar. Padahal dia sudah bersusah payah membuatkan Bee sarapan dengan harapan wanita itu akan menerima nya.

"Terima kasih Tuan Gilang, sering-sering saja ya," goda Rara mengedipkan matanya jahil.

Sementara Bee menahan tawanya. Dia takut dekat laki-laki lain, suaminya itu memiliki mata-mata. Kalau Bastian tahu dia mengambil makanan dari orang lain, bisa mengamuk lagi suaminya itu nanti. Maklum, masih bocah jadi pemikiran nya juga masih anak-anak.

"Iya sama-sama Nona Rara," balas Gilang memaksakan senyum di bibirnya. Padahal lain di mulut lain di hati.

Gilang kembali duduk ke mejanya. Manager muda serta tampan itu tampak kesal ketika Bee menolak pemberian nya.

"Ternyata benar kata Tuan Bara, jika Nona Bee tidak semudah yang aku bayangkan. Dia sulit didekati," gumam Gilang melirik Bee yang tampak serius dengan berkas diatas meja nya.

Gilang tersenyum licik ketika melihat Bee. Dia memang orang suruhan Bara untuk mengawasi perusahaan Bastian dan merebut Bee dari tangan lelaki muda tersebut.

.

.

Bastian turun dari mobil, kaki jenjang nya menuntun dia melangkah masuk kedalam gedung pencakar langit tersebut. Dia baru saja pulang dari luar kota dan langsung datang ke perusahaan tanpa pulang ke rumah.

Lelaki muda dan tampan itu tak sabar bertemu istri dewasanya, seminggu bagai setahun. Walau setiap malam mendengar dan melihat wajah wanita itu lewat layar ponsel, tetap saja dia tidak puas. Rasa rindu kian menyeruak masuk kedalam dadanya.

"Tuan, Anda mau kemana?" tanya Ruah ketika Bastian hendak melangkah kearah ruangan Bee yang tidak tahu dari ruangan nya.

"Ke ruangan istri ku lah, memang nya kemana lagi?" cetus Bastian.

"Maaf Tuan, sebaiknya jangan gegabah. Nanti bisa ketahuan jika Nona Bee adalah istri Anda," ucap Ruah memperingatkan.

"Dia memang istri ku," jawab Bastian cepat.

"Tetapi semua karyawan tidak tahu kalau Nona adalah istri Anda, Tuan," jelas Ruah sekali lagi.

Bastian langsung tersadar, lelaki itu menghembuskan nafasnya kasar. Saking rindunya dia lupa kalau sampai saat ini tidak ada yang tahu tentang status pernikahan mereka.

Bastian melangkah masuk ke dalam ruangan nya. Seminggu perjalanan bisnis membuat dia tak konsentrasi dalam bekerja, apalagi pikiran nya terus berkelana memikirkan istrinya. Takut jika wanita itu nanti malah didekati lelaki lain.

"Panggilkan istriku," titah Bastian.

"Baik Tuan Muda."

Bastian menghembuskan nafasnya kasar. Lelaki itu tampak frustasi. Harga saham di perusahaan nya turun drastis. Banyak para investor yang menarik uang investasi mereka dan memutuskan tali kerja sama dengan perusahaan Bastian. Ini semua ulah Bara yang sengaja menawarkan harga saham tinggi sehingga meninggalkan perusahaan Bastian.

"Kakak belum tahu aku siapa. Mungkin untuk saat ini Kakak boleh menang, tetapi lain kali. Akan aku pastikan jika Kakak menangis darah," ucap Bastian tersenyum devil.

Bastian tak masalah jika Bara ingin mengambil apapun yang menjadi miliknya, tetapi Bastian takkan tinggal diam kalau ada yang berani menganggu hidup Bee. Bee adalah istri nya dan wanita yang paling dia cintai didunia ini. Tak ada orang yang bisa merebut Bee dari nya termasuk Bara.

.

.

"Selamat siang Nona Bee," sapa Ruah saat berdiri didepan meja Bee.

Kening Bee mengerut heran, tentu mengenal siapa lelaki ini.

"Siang Kak, ada apa?" tanya Bee menatap asisten suaminya. Apa Bastian sudah pulang?

"Anda dipanggil Tuan Muda ke ruangan nya, Nona."

Bee langsung menatap Ruah. Tanpa sadar wanita itu berdiri dari duduknya. Jantung nya berdegup kencang, lelaki yang dia rindukan beberapa hari ini akhirnya pulang dan datang menemui dia.

Tanpa pikir panjang wanita itu melenggang keluar dari ruangannya dengan langkah tergesa-gesa, sehingga membuat semua karyawan yang ada didalam ruangan itu terheran-heran melihat nya kecuali Rara yang memang sudah tahu.

"Bas, akhirnya kau pulang," gumam Bee berjalan dengan cepat.

Bee masuk kedalam ruangan suaminya. Matanya berkaca-kaca melihat lelaki muda tersebut yang duduk di kursi kebesaran nya. Dia benar-benar rindu sosok menyebalkan yang selalu membuat tensi darahnya naik.

"Bas."

Bastian mengangkat pandangannya. Sontak lelaki itu berdiri dari duduknya. Matanya juga berkaca-kaca. Padahal mereka baru berpisah satu Minggu, tetapi kenapa rasanya seperti sudah bertahun-tahun.

"Ayang."

Bastian melangkah mendekati istrinya. Tatapannya tak beralih pada wanita yang usia nya 7 tahun lebih tua darinya.

"Ayang."

"Bas."

Keduanya saling berpelukan erat. Bee tak mampu menahan haru nya, wanita itu sampai menangis dipelukkan suami tenggil nya. Bee pikir tanpa Bastian dia bisa hidup. Tetapi nyatanya, seminggu saja berpisah dengan lelaki itu dia sudah merasakan sesak didada.

"Aku merindukan mu, Bas. Sangat," ucap Bee sungguh-sungguh dari hatinya yang paling dalam.

Bee yang tak percaya pada kata cinta, di pertemukan dengan lelaki labil seperti Bastian. Dia wanita trauma akan masa lalu yang kejam. Hatinya dipatahkan oleh banyaknya kenyataan. Dia wanita yang tak mudah jatuh cinta karena perasaan. Tetapi pertemuan nya dengan Bastian seolah mampu mengubah segala perasaan yang tak mungkin ada.

Bastian semakin memeluk Bee dengan erat ketika mendengar bahwa wanita itu merindukan dirinya.

"Aku juga merindukan mu, Ayang," ucap Bastian.

Cukup lama kedua orang itu saling berpelukan satu sama lain, melepaskan semua kerinduan yang mengembang didalam dada.

Bastian melepaskan pelukan nya, tangan nya menempel di wajah Bee. Sungguh demi apapun dia begitu mencintai wanita ini. Bastian tidak tahu kapan tepatnya perasaan itu tumbuh didadanya. Hanya bersama Bee dia merasa menjadi seseorang. Saat semua orang tak percaya bahwa dia bisa melakukan segala hal, tetapi Bee justru menunjukkan dunia yang sesungguhnya kepadanya dan selalu yakin bahwa dia balik ada kemauan berusaha selalu ada hasil yang baik.

"Tadi kau bilang apa, Ayang?" tanya Bastian sekali lagi.

"Aku merindukan mu, Bas," sahut Bee dengan air mata meleleh. Entahlah, kenapa rasanya nyaman sekali saat tangan kekar itu mengusap pipinya.

"Ayang, apa kau sudah mencintai ku?" tanya Bastian memastikan perasaan istrinya.

Bersambung....

Guys bacanya jangan lompat-lompat yaaa ..

Jangan lupa kasih bintang 5 dan vote serta like nya.