Gita seorang istri yang tidak begitu di anggap keberadaanya oleh sang suami, tapi karena cinta membutakan Gita, hingga akhir di saat ulang tahun pernikahan yang ke satu tahun Gita yang ingin memberikan kejutan pada sang suami justru ia yang terkejut karena.
tanpa sengaja Gita melihat perselingkuhan sang suami dengan ibu kandungnya sendiri. hari itu ia mendapatkan kado penghianat ganda.
karena shock Gita pergi keluar dan mengalami kecelakaan, disaat itulah ia di nyatakan meninggal tapi tiba tiba tetak jantungnya kembali.
tapi itu bukan Gita yang dulu karena tubuh Gita sudah di masuki oleh seorang ratu penguasa jaman kuno yang mati karena penghianat. dan kini berada di tubuh Gita.
ingin tau kelanjutannya yuk mulai baca
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25
Hamil tua bukan perkara mudah, apalagi bagi Keira yang terbiasa mandiri dan aktif bekerja. Tapi sejak memasuki usia kehamilan delapan bulan, tubuhnya mulai menunjukkan batas. Nafas jadi pendek, kaki bengkak, dan yang paling mengejutkan: ngidam yang tak masuk akal.
“Aku mau es serut dengan topping mi instan,” ucap Keira suatu malam sambil memeluk bantal.
Rafael yang sedang membaca di sebelahnya menoleh dengan tatapan tidak percaya. “Mi instan di atas es serut?”
Keira mengangguk mantap, lalu mengerucutkan bibir. “Kalau enggak ada, aku nangis.”
Dan seperti biasa, Rafael turun tangan. Malam itu juga, dia membujuk dapur hotel langganan untuk membuat menu eksperimental demi menenangkan ibu dari anaknya. Bahkan kepala chef sampai ikut tertawa saat Rafael meminta mi instan di atas es serut stroberi.
---
Minggu Menentukan
Seminggu menjelang due date, Keira mulai lebih sering merasa mulas. Ia tetap tenang, tapi Rafael selalu siap sedia seperti satpam 24 jam.
Suatu malam, Keira menggenggam tangan Rafael dengan wajah menahan sakit.
“Ini beda, Raf... aku rasa... saatnya.”
Rafael tidak panik. Dia langsung mengangkat tas yang sudah dipersiapkan, lalu membawa Keira ke rumah sakit mereka sendiri—rumah sakit Keira, tempat Keira jadi ikon, dan kini jadi pasien istimewa.
---
Kelahiran
Di ruang bersalin, Keira menggenggam tangan Rafael kuat-kuat. Keringat membasahi dahinya, tapi sorot matanya penuh tekad. Ia ingin melahirkan dengan kekuatan sendiri, membuktikan bahwa perempuan yang pernah jatuh bisa berdiri seutuhnya.
“Sedikit lagi, Bu Keira. Nafas... dorong!”
Tangisan pertama itu menggema seperti simfoni kemenangan.
“Selamat, putri pertama kalian lahir dengan sehat!”
Rafael langsung mencium kening Keira dengan mata berkaca-kaca. “Terima kasih... kamu luar biasa.”
Keira menangis pelan. Ia memeluk bayi mungil itu yang kini ada di pelukannya, hangat, lembut... hidup.
“Aku menamainya Alesha Adinata, dari kata ‘perlindungan dan cahaya’. Karena dia akan tumbuh dengan cinta, bukan dendam.”
---
Ruang Pemulihan
Hari-hari setelah kelahiran adalah hari-hari paling bahagia yang pernah Keira jalani. Tak ada glamor, tak ada urusan perusahaan, hanya dirinya, Rafael, dan Alesha.
Orang-orang terdekat berdatangan memberi selamat, termasuk Amanda, dokter pribadi mereka, bahkan karyawan dari rumah sakit dan butik. Tapi Keira hanya fokus pada satu hal:
Keluarga kecil yang kini utuh.
Rafael menggoda, “Kalau Alesha nanti ngidam juga, kita siapin es serut mi instan dari sekarang.”
Keira tertawa lemah. “Boleh juga. Tapi nanti kamu yang antar ke sekolahnya ya, aku mau istirahat.”
Dan Rafael pun hanya tersenyum, penuh syukur. Karena kini, rumahnya benar-benar lengkap.
...----------------...
Satu tahun telah berlalu sejak kelahiran Alesha. Dalam kurun waktu itu, Keira tidak hanya menikmati perannya sebagai seorang ibu, tapi juga terus menanam makna pada setiap langkah hidupnya.
Hari ini, Keira berdiri di depan panggung megah dalam sebuah acara bertajuk “Women Beyond Survival” sebuah forum internasional yang menghadirkan tokoh-tokoh wanita inspiratif dari berbagai negara.
Duduk di barisan terdepan adalah Rafael yang menggendong Alesha kecil yang tertidur dalam pelukannya, mengenakan gaun putih kecil seperti ibunya. Di sisi Rafael, Amanda dan beberapa tokoh penting dunia bisnis duduk dalam diam, memperhatikan Keira dengan penuh haru dan hormat.
Sorot lampu panggung menyoroti sosoknya. Gaun simpel berwarna biru gelap membalut tubuh rampingnya, dan kalung batu safir khas Ratu Batu menggantung anggun di lehernya. Keira melangkah ke mimbar, lalu menatap ratusan pasang mata yang menunggunya berbicara.
“Ada masa dalam hidup saya ketika saya merasa tidak berharga,” suara Keira menggema tenang. “Saya kehilangan cinta, harga diri, bahkan identitas saya sebagai manusia.Saya sempat dilukai oleh orang-orang terdekat. Tapi dari semua itu… saya belajar satu hal penting bahwa kita tidak didefinisikan oleh luka kita. Kita didefinisikan oleh cara kita bangkit.”
Ruang itu hening. Tak ada suara. Hanya isakan kecil dari sebagian hadirin.
“Saya tidak datang dari keluarga yang utuh. Saya pernah dicampakkan, dihina, dijadikan alat. Tapi lihat saya sekarang…” Keira tersenyum, matanya menatap lurus. “Saya bukan korban. Saya adalah pejuang. Saya membangun rumah sakit, saya membangun lapangan kerja, saya menciptakan pelatihan untuk perempuan yang dipinggirkan… bukan untuk balas dendam, tapi untuk membuktikan, bahwa kasih itu bisa lebih kuat dari kebencian.”
Sorak tepuk tangan mulai terdengar, perlahan namun tulus.
“Dan saya tahu,” lanjutnya, “di luar sana, masih banyak perempuan yang sedang terjatuh. Saya di sini bukan untuk menyelamatkan mereka. Tapi untuk menjadi cermin bahwa mereka bisa menyelamatkan diri sendiri… dan saya akan berjalan bersama mereka.”
Ketika Keira turun dari mimbar, Rafael berdiri menyambutnya. Alesha yang sudah terbangun mengulurkan tangan kecilnya ke arah sang ibu.
Saat Keira memeluk putrinya, fotografer memotret momen itu seorang wanita muda, dengan wajah tenang dan lembut, menggendong buah hatinya di hadapan dunia. Foto itu menjadi sampul majalah besar minggu itu, dengan judul:
“Keira Alisya, Luka yang Menjadi Cahaya”
---
Di Luar Gedung
Di luar aula, Clarissa yang kini hidup dalam bayang-bayang kegagalan hanya bisa menyaksikan dari balik layar media. Ia pernah mencoba menghancurkan Keira, tapi kini tak mampu bahkan menginjak lantai tempat Keira berdiri.
Sementara itu, mantan-mantan orang yang pernah meremehkan Keira Dion, ibu Yulia, Ares, bahkan Tomi mulai kehilangan pijakan mereka di dunia bisnis. Reputasi mereka hancur, tersingkir oleh dunia yang kini dipenuhi standar baru: integritas, bukan intrik.
Dan Keira?
Ia melangkah dengan kepala tegak. Tidak pernah tinggi hati, tapi selalu kuat.
“Ini baru permulaan,” ujar Rafael sambil mengecup kening istrinya. “Kita belum selesai menyinari dunia.”
Keira tersenyum. “Aku tidak ingin jadi bintang, Mas. Cukup jadi lilin… yang tetap menyala di gelap sekalipun.”
"Jangan biarkan luka mengubahmu jadi pahit. Biarkan ia membentukmu jadi pribadi yang lebih bijak."
...KARENA ...
"Luka hari ini adalah pelajaran untuk menjadi lebih kuat esok hari. Bangkitlah, karena kamu lebih tangguh dari rasa sakit itu."
Tamat
Terima kasih sudah mengikuti kisah Gita dan ratu Xia Huan yang kini menjadi Keira Alisya.
Tentang luka yang disembuhkan oleh waktu, tentang cinta yang tumbuh dari pengorbanan, dan tentang harapan yang tak pernah padam—meski dunia tak selalu ramah.
Mereka yang pernah tersesat, akhirnya menemukan jalan pulang. Mereka yang sempat rapuh, akhirnya berdiri lebih kuat. Dan mereka yang memilih bertahan, akhirnya meraih bahagia.
Terima kasih telah menjadi saksi perjalanan ini. Semoga kisah ini menemukan tempat istimewa di hatimu, sebagaimana ia tumbuh dari relung terdalam penulisnya.
Maaf juga jika cerita ini terlalu pendek,
sampai jumpa di cerita berikutnya.
♥️♥️♥️♥️♥️♥️♥️♥️
sukses terus thor. . karya mu aku suka👍👍👍👍semangat😇😇💪💪💪