Original Story by Aoxue.
On Going pasti Tamat.
Ekslusif terkontrak di NovelToon, dilarang plagiat!
Di tengah hujan yang deras, seorang penulis yang nyaris menyerah pada mimpinya kehilangan naskah terakhirnya—naskah yang sangat penting dari semangat yang tersisa.
Tapi tak disangka, naskah itu justru membawanya pada pertemuan tak terduga dengan seorang gadis misterius berparas cantik, yang entah bagaimana mampu menghidupkan kembali api dalam dirinya untuk menulis.
Namun, saat hujan reda, gadis itu menghilang tanpa jejak. Siapa dia sebenarnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aoxue, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19 - Hujan
Hujan masih turun pelan, membasahi jalanan kota Tokyo yang kini terasa lebih sepi bagi Liliana.
Hatinya remuk, namun dia tetap berdiri di hadapan Sean, menatap wajah itu dengan harapan yang mulai memudar.
Sean tampak terkejut dengan keberadaannya, namun tidak ada sedikit pun pengakuan dalam sorot matanya.
Liliana menahan air matanya yang terus ingin jatuh, menggigit bibir bawahnya sambil berkata dengan nada gemetar, "Sean, kau benar-benar tidak mengenaliku?"
Sean mengerutkan kening, menatap Liliana lebih lama, seolah mencoba mengingat sesuatu. Tapi tak ada yang muncul dalam benaknya. "Maaf," ujarnya datar, "Aku rasa kau salah orang,"
"Jangan bercanda, ini aku, Liliana yang selalu bersamamu yang waktu itu bersamamu saat kau—"
"Aku tidak tahu siapa kau," potong Sean cepat, suaranya mulai terdengar kesal. "Dan aku sedang tidak punya waktu untuk permainan ini."
"Tapi kita pernah bersama, kita—"
"Berhenti!" suara Sean meninggi sedikit, membuat Aoxue menoleh dengan khawatir.
Liliana terdiam, matanya kini benar-benar berkaca-kaca.
Melihat reaksi itu, Sean menarik napas, mencoba menenangkan dirinya. Namun, ucapannya berikutnya justru menghancurkan harapan terakhir Liliana.
"Aku sibuk," ucap Sean dingin. "Aku sedang mencari pekerjaan, nadi, maaf kalau kau butuh bantuan atau hanya sedang iseng, temui orang lain saja."
Setelah itu, Sean memalingkan wajah, mengucapkan sesuatu pada Aoxue, lalu melangkah pergi meninggalkan Liliana yang berdiri kaku di bawah hujan, payung di atas kepalanya terasa berat, dan dadanya terasa kosong.
Pelayannya hanya bisa berdiri canggung di samping, tidak tahu harus melakukan apa.
Liliana menunduk, bibirnya bergetar, dan akhirnya ia berkata pada dirinya sendiri dengan suara lirih, "Dia benar-benar melupakanku?"
Langkah Liliana menyusuri trotoar Tokyo terasa berat.
Hujan yang turun deras tak lagi terasa dingin dibanding beban di hatinya. Pelayan di sampingnya terus memayungi dengan sabar, namun sorot mata Liliana tak lepas dari punggung Sean yang berjalan beberapa meter di depannya, ditemani Aoxue yang kini tertawa ceria.
Mereka tampak begitu dekat, Aoxue bahkan dengan semangat menepuk lengan Sean sambil berkata, "Kalau kau benar-benar jadi penulis suatu hari nanti, aku akan jadi editor pribadimu! Tak peduli sesulit apapun naskahmu, aku akan tetap mendukungmu!"
Sean tersenyum dan mengangguk pelan. "Itu kalau aku bisa mencapai cita-cita itu, ya," katanya ringan.
Liliana berhenti sejenak, matanya menyipit bingung.
"Penulis? Bukankah dia sudah menjadi penulis? Bukankah Aoxue memang editornya? Apa yang sebenarnya terjadi?"
Dunia di hadapannya terasa mulai retak, rasa tidak percaya mulai menggerogoti hatinya, bukan hanya karena Sean tak mengenalnya, tapi karena Sean yang ia kenal seolah tidak pernah ada, semua kenangan yang ia jalani bersama Sean kini seperti mimpi samar yang tak pernah terjadi di dunia ini.
"A-apakah ini dunia yang berbeda?" gumam Liliana lirih, nyaris tak terdengar oleh pelayannya.
Tapi pelayan itu menangkap kegundahan di suara tuannya dan memandang Liliana dengan tatapan khawatir.
Liliana kembali melangkah perlahan, menatap Sean dari kejauhan, meski hatinya retak, ia tak sanggup memalingkan wajahnya dari pria yang dia cintai.
"Jika ini dunia yang lain kenapa aku tetap di sini? Dan bagaimana aku bisa mengembalikannya?"
Hatinya merintih, namun untuk saat ini, dia memilih tetap mengikuti Sean, walau hanya dari jauh, seseorang yang pernah, atau mungkin masih dianggap menjadi segalanya bagi hidupnya.
...----------------...
Langkah kaki Sean berhenti tepat di depan gerbang besar kediaman keluarga Shinomiya.
Pagar besi hitam menjulang tinggi, dihiasi ukiran lambang keluarga yang terlihat begitu tua namun penuh wibawa.
Aoxue berdiri tak jauh di belakangnya, memandangi sekeliling dengan ragu.
Tak seperti bayangan Sean sebelumnya, tempat ini tampak jauh dari kemewahan yang mencolok, sunyi, megah, namun menyiratkan kesedihan yang lama menetap.
Di pekarangan luas yang tertutup dedaunan musim panas yang mulai gugur, seorang pria tua dengan pakaian pelayan sederhana sedang menyapu perlahan.
Sean mendekatinya dengan sopan, menghela napas pendek untuk menenangkan diri sebelum akhirnya bertanya,
"Permisi, Tuan, apakah ini benar kediaman keluarga Shinomiya?"
Pelayan itu berhenti menyapu, menoleh perlahan. Sorot matanya tampak tajam meski usia tampak telah menggerogoti tulangnya. Ia mengangguk pelan. "Benar, ada keperluan apa, Nak?"
"Saya seorang penulis, nama saya Sean," katanya pelan, lalu menatap lurus ke mata pria itu. "Saya sedang mencari seseorang, namanya Liliana, dia putri dari Kaori Shinomiya kan?."
Pelayan itu terdiam, tangannya mengencang pada gagang sapu dan matanya kini lebih tajam dari sebelumnya, seolah menimbang apakah yang ada di hadapannya ini hanyalah pemuda yang penasaran atau seseorang yang membawa jejak masa lalu.
"Liliana-sama adalah cucu dari Tuan Besar di sini dan Anda bilang dia putri dari Nona Kaori?" suaranya terdengar berat, menelan keraguan dan kehati-hatian.
"Iya," jawab Sean mantap, "Saya tahu ini terdengar gila, tapi saya punya alasannya sendiri, saya hanya ingin tahu apakah dia ada di sini atau apakah Anda tahu di mana dia sekarang?"
Pelayan itu menghela napas panjang, matanya melirik sesaat ke arah dalam rumah besar itu, sebelum kembali menatap Sean.
"Saya tidak bisa menjawab pertanyaan mu pasti. Tapi, Anda mungkin ingin berbicara langsung dengan Tuan Besar, dia satu-satunya yang bisa menentukan apakah Anda layak mendapat jawaban itu." Ia lalu menunjuk ke arah bangunan utama. "Ikuti jalan batu itu, saya akan memberi tahu beliau bahwa Anda datang."
Sean menatap ke arah yang ditunjukkan, hatinya berdetak lebih cepat, satu langkah lebih dekat dengan Liliana dan mungkin, kebenaran tentang dunia yang telah mengubah hidupnya.
Aoxue yang sedari tadi diam, akhirnya bersuara pelan, "Sean, kau yakin ingin tahu semuanya?"
Sean menatapnya sekilas dan mengangguk.
"Aku harus yakin."
Setelah menapaki jalan batu yang membelah taman kecil penuh bunga camellia, Sean akhirnya sampai di beranda utama kediaman Shinomiya.
Aoxue tetap diam di sisinya, menyadari betapa tegangnya atmosfer yang mereka masuki, pintu kayu besar terbuka perlahan, dan seorang pelayan muda membungkuk hormat.
"Silakan masuk! Tuan Besar telah menunggu."
Langkah Sean terasa berat, namun tekadnya tak goyah.
Ketika ia memasuki ruang tamu utama yang besar dan bergaya tradisional Jepang, duduklah seorang pria tua dengan jubah keluarga Shinomiya, rambutnya putih semua, matanya tajam dan dalam seperti samurai yang menyimpan sejarah panjang.
Aura wibawa menyelimuti ruangan, membuat siapa pun yang ada di hadapannya merasa harus berhati-hati.
Sean membungkuk hormat, dan pria tua itu hanya menatapnya tanpa sepatah kata selama beberapa detik.
"Kau Anak itu, bukan?" Suaranya dalam dan berat, namun masih jelas meski usia telah menggerus tenaga fisiknya. "Kau datang membawa nama yang seharusnya tak ada seorang pun yang mengetahuinya, Nama cucuku—Liliana."
Sean menegakkan tubuhnya perlahan. "Saya tidak datang untuk mencampuri urusan keluarga Anda, Tuan. Saya hanya, ingin tahu apakah Liliana ada?"
Kepala keluarga Shinomiya menyipitkan mata. "Kau tahu nama itu, tahu siapa ibunya Kaori. Itu adalah informasi yang bahkan media tidak miliki, bahkan dalam database internal keluarga pun, informasi itu dikunci, siapa kau sebenarnya?"
Sean menggenggam erat tangannya, menahan degup jantung yang semakin keras.
"Bukankah aku menemukannya di sebuah artikel?" batin Sean yang langsung membuka ponselnya karena dia sudah menyimpan berkas itu dalam ponselnya.
Namun, berkas itu tidak ada!
Sean terdiam, dia benar-benar bingung apa yang harus dia lakukan untuk menjawab pertanyaan dari orang yang mengerikan itu.
"Saya, saya penulis dan saya mengenal Liliana bukan dari dunia ini. Kami pernah bersama dalam cara yang mungkin sulit dipercaya. Tapi, semua petunjuk mengarah ke sini. Nama Liliana, Kaori Shinomiya, bahkan wajah mereka, semuanya nyata. Saya hanya ingin tahu, apakah saya gila, atau memang benar ada hubungan antara kami?" jawab Sean tidak menutupi apapun.
Sang kakek terdiam cukup lama. Lalu, perlahan ia berdiri, terlihat renta, tapi tetap berwibawa.
"Selama 25 tahun, keluarga ini hidup dalam bayang-bayang kehilangan, putriku Kaori menghilang saat melahirkan Liliana dan kami menyembunyikan keberadaan cucu kami demi melindunginya. Tapi kini, seorang pemuda asing datang membawa nama itu, entah membawa harapan atau malah bencana? Tapi, Liliana sudah tiada!"
Sean terdiam, dia benar-benar tidak mengerti dengan 'tiada' yang dikatakan oleh pria tua di depannya itu.
"Aku akan memberimu waktu, tapi jawaban yang kau cari tidaklah ringan. Jika kau terus maju, maka kau takkan bisa kembali menjadi orang biasa, siapkan hatimu, Nak!"
Sean menunduk dalam. "Saya sudah siap."
Dan begitu, kisah tentang benang merah antara dua dunia mulai mengurai, satu demi satu.