NovelToon NovelToon
CINTAKU YANG TELAH PERGI

CINTAKU YANG TELAH PERGI

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / CEO / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:5.2k
Nilai: 5
Nama Author: Noona Rara

Alisa Veronica gadis cantik yang hidup sebatang kara dalam kesederhanaan. Menjalin kasih dengan seorang pemuda yang berasal dari keluarga terpandang di kota Bandung. Rayyen Ferdinand. Mereka menjalin kasih semenjak duduk di bangku SMA. Namun, kisah cinta mereka tak semulus yang di bayangkan karena terhalang restu dari orang tua yang menganggap Alisa berasal dari keluarga yang miskin dan asal-usul yang tidak jelas. Di tambah lagi kisahnya kandas setelah Rayyen melanjutkan pendidikannya ke luar negeri. Rayyen pergi tanpa sepatah kata atau mengucap kata putus pada Alisa. Ini yang membuat Alisa galau brutal dengan kepergian Rayyen. Enam tahun berlalu, kini Alisa tumbuh menjadi wanita dewasa yang semakin cantik, berbakat dan tentunya kini dia mempunyai bisnis sendiri . Alisa mempunyai toko kue yang cukup terkenal di Jakarta. Dan dia mempunyai 2 cabang di Bandung dan Surabaya. Ada suatu acara dimana ia di pertemukan kembali dengan Rayyen dengan situasi yang canggung dan penuh tanda tanya. Rayyen datang bersama gadis cantik yang terus bergelayut manja di lengan kekarnya. Sedangkan Alisa datang dengan sahabat baiknya, Marko. Seakan waktu di sekeliling berhenti bergerak, Alisa merasakan sesak kembali setelah bertemu dengan Rayyen. Banyak sekali pertanyaan yang ingin dia lontarkan ke wajah kekasihnya itu. Namun itu semua hanya berputar dalam otaknya tanpa keluar satu kata pun. Akankah kisah cinta mereka akan terulang kembali??? Kita liat saja nanti. Heheheh

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Noona Rara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 7 RUMAH SAKIT

Tomi dan Jerry sedang berada di dekat brankar Alisa. Mereka berdua saling pandang ketika melihat kondisi Alisa yang terlihat menyedihkan.

“Alisa kayaknya habis dari rumah Rayyen, deh. Emang dia nggak tahu ya kalau Rayyen udah ke Amrik beberapa hari lalu?” tanya Jerry sambil melirik ke arah ranjang tempat Alisa terbaring lemah.

“Kayaknya sih nggak tahu. Kalau tahu, mana mungkin dia capek-capek datang ke rumah Rayyen? Gila aja. Kasihan banget gue liat dia,” kata Tomi dengan wajah iba.

“Iya… gue juga nggak nyangka hubungan mereka bakal selesai kayak gini,” sahut Jerry pelan.

“Awalnya gue kira mereka bakal langgeng, loh. Ternyata Rayyen main cabut gitu aja. Tanpa penjelasan, tanpa pamit. Emang tuh cowok nggak punya hati,” Tomi mulai terdengar kesal.

Jerry menyengir. “Lah, lo kenapa jadi baper banget? Jangan-jangan lo suka sama Alisa?”

Tomi langsung melotot. “Apaan sih lo?”

“Ya siapa tahu… lo keliatan emosional banget. Biasanya sih gitu tanda-tandanya,” kata Jerry sambil tertawa kecil.

Plak!

Tomi menjitak kepala Jerry.

“Yah elah, jitak segala sih,” keluh Jerry sambil mengusap kepalanya.

“Biar otak lo jalan. Gue bukan suka sama Alisa. Gue cuma peduli. Dia itu gue anggap kayak adik sendiri. Lo pikir gue bisa diam aja liat dia disakitin gitu? Kita ini masih muda, Jer. Tapi Alisa udah kayak kehilangan arah sejak ditinggal Rayyen. Dia kehujanan di depan rumah Rayyen, terus masuk rumah sakit. Lo liat sendiri sekarang,” kata Tomi panjang lebar.

Jerry mengangguk pelan. Memang ada benarnya juga. Mereka baru remaja. Harusnya belum waktunya untuk cinta yang menyakitkan kayak gini.

“Kayaknya Alisa udah kelewat jatuh cinta sama Rayyen,” gumam Jerry sambil menghela napas.

Tomi hanya mengangkat bahu, malas menanggapi.

Setengah jam kemudian, langkah cepat Dona terdengar dari lorong, bersama Ibu Rianti yang terlihat panik. Mereka langsung menghampiri ranjang Alisa.

“Nak, gimana kondisi Alisa?” tanya Bu Rianti dengan wajah cemas.

Tomi dan Jerry berdiri, menyambut kedatangan mereka dan menjabat tangan Bu Rianti.

“Belum sadar, Bu. Tapi demamnya udah mulai turun setelah diinfus. Kata dokter, Alisa harus dirawat beberapa hari,” jelas Jerry.

“Dia sempat ketemu Rayyen?” tanya Bu Rianti, pelan.

“Nggak, Bu. Rayyen udah di Amerika. Dia pergi empat hari yang lalu,” jawab Tomi.

“APA?!” teriak Dona, kaget setengah mati. Ia buru-buru membekap mulutnya sendiri.

“Ssttt! Jangan berisik, ini rumah sakit,” tegur Tomi dengan kesal. Rasanya ingin menggetok kepala Dona saat ini juga

“Maaf... Gue cuma... kaget banget. Kok bisa Rayyen pergi secepat itu? Nggak ada angin, nggak ada kabar,” bisik Dona.

“Kita juga nggak tahu,” kata Jerry sambil mengangkat bahu.

“Cowok itu pengecut. Seharunsya dia selesain masalah dia dulu dengan Alisa baru pergi. Kalau gini kan Alisa bakal tambah stress. Bener-bener yah tuh Rayyen. Arrggghh.”  gumam Dona kesal.

Tomi buru-buru angkat tangan. “Jangan libatin kami ya. Kita cuma bantu Alisa, bukan mau ikut campur.”

Jerry menyikut Tomi pelan, memberi kode bahwa mereka harus jaga sikap. Ada orang tua di situ.

“Hehe, maaf Bu,” ucap Tomi sambil garuk kepala.

Ibu Rianti hanya mengangguk dan mengalihkan pandangannya ke wajah pucat Alisa. Hatinya teriris. Meskipun bukan anak kandungnya, Alisa sudah ia rawat sejak kecil. Dan melihatnya terbaring seperti ini membuatnya merasa sangat bersalah, seakan tak cukup melindungi anak itu dari patah hati.

“Bu, kami pamit dulu. Orang tua kami udah nyariin,” kata Jerry pelan.

“Iya, Bu. Kami nggak bisa lama di sini,” tambah Tomi.

“Tidak apa-apa, Nak. Terima kasih karena sudah menjaga dan membantu Alisa,” jawab Bu Rianti lembut.

“Sama-sama, Bu. Kami pamit ya,” sahut Tomi.

Dona melambaikan tangan, “Ati-ati di jalan. Makasih ya, kalian berdua.”

Sementara itu, di sebuah kamar apartemen di New York, seorang pemuda tampak mondar-mandir dengan napas tidak beraturan. Barang-barang berserakan di lantai. Pecahan gelas, remote TV yang patah, bahkan bantal yang robek. Kamar itu porak-poranda. Dan itu semua karena Rayyen.

Rayyen tidak bisa tenang sejak menerima video dari satpam rumahnya. Alisa berdiri kehujanan di depan rumah mereka, tanpa payung, tanpa jaket, dengan wajah penuh harap. Lalu Tomi mengirim foto Alisa yang terbaring di rumah sakit. Dadanya seperti dihantam palu.

Ia ingin kembali. Ingin memeluk Alisa, bilang maaf, bilang bahwa kepergiannya adalah bentuk rasa sayang yang salah arah. Tapi semuanya sudah terlanjur.

Tak banyak yang tahu, bahwa Rayyen pun terluka. Hanya saja, dia memilih pergi karena takut. Karena tidak tahu bagaimana menghadapi semua yang ia rasakan.

Dua hari kemudian, Alisa diizinkan pulang dari rumah sakit. Tubuhnya masih lemah, tapi ia tetap tersenyum. Dona sibuk membantunya beres-beres, sementara Bu Rianti menyelesaikan administrasi.

“Lo masih kelihatan pucat, Lis,” kata Dona sambil melirik sahabatnya yang sedang duduk di ranjang.

Alisa tersenyum tipis. “Tenang aja. Gue udah sehat kok. Nih liat, otot gue udah balik.” Ia mengangkat kedua lengannya, memperlihatkan ‘otot’ mungilnya.

“Itu bukan otot, tapi lemak,” ejek Dona sambil mencibir.

Alisa tertawa kecil. Tapi Dona tahu, itu tawa palsu. Ia mengenal Alisa terlalu baik. Saat hati sahabatnya rapuh, biasanya dia akan berpura-pura kuat. Berpura-pura baik-baik saja.

Dona duduk di samping ranjang, menggenggam tangan Alisa erat-erat.

“Lis... gue sahabat lo. Gue sayang lo kayak keluarga sendiri. Kalau lo sakit, gue juga ngerasa sakit. Lo nangis, gue juga perih. Tapi tolong... jangan terus-terusan nyakitin diri lo karena Rayyen. Dia nggak pantas. Lo lebih dari cukup. Dunia lo lebih luas dari sekedar satu cowok.”

Alisa menunduk. Butiran air mata kembali jatuh dari matanya.

“Gue tahu lo masih cinta. Tapi lo juga harus tahu... hidup lo nggak berakhir di sini. Lo masih punya banyak mimpi, banyak harapan. Jangan biarin satu orang menghancurkan semuanya. Gue yakin lo kuat. Dan gue akan selalu ada buat lo.”

“ lagian kita masih sangat mudah Lis. Perjalanan kita masih panjang. Ada cita-cita yang harus kita wujudkan, ada banyak makanan di luar sana yang belum kita coba. Masih banyak tempat-tempat menarik yang belum kita kunjungi berdua. Pokonya kita harus menikmati masa muda kita selagi masih hidup. Jangan biarkan patah hati ngancurin segalanya. Ngancurin hidup kita. Rugi banget Lis. Rayyen bukan satu-satunya cowok di dunia ini. Masih banyak yang lain, yang jauh lebih ganteng, tajir, baik, royal dan paling penting bertanggung jawab. Lo harus bisa move on. Okey? ”

Alisa mengangguk pelan, sambil menghapus air matanya. Untuk pertama kalinya sejak kejadian itu, ia merasa sedikit lebih tenang.

Hari itu, bukan luka yang hilang.

Tapi untuk pertama kalinya... ia merasa siap untuk menyembuhkannya.

1
Mundri Astuti
semoga Dona cepet tau
Mundri Astuti
next thor
Rahmah Chahara: Iyaapss... makasih ya kak sudah mampir
total 1 replies
Violette_lunlun
good dona...
Rahmah Chahara: Makasih udah mampir yah
total 1 replies
Violette_lunlun
aku udah liat kak!
Violette_lunlun
selain kayak tante-tante. Veronica juga kayak nama Tante pencinta berondong:)
Isolde
Gemes deh!
Jing Mingzhu5290
🤔😭😭 Akhirnya tamat juga, sedih tapi puas, terima kasih, author.
Rahmah Chahara: Tamat apanya kak 😭😭😭baru juga mulai hiks
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!