Cerita ini season dua dari Istri Kesayangan Bule Sultan. Bercerita tentang perseteruan antar ayah dan anak yang berlomba-lomba merebut perhatian Mommy nya.
"Hari ini Mommy akan tidak bersama ku."
"Tidak! Mommy milik adek!"
"Kalian berdua jangan bertengkar karena karena Mommy akan tidur dengan Daddy, bukan dengan kalian berdua."
"Daddy!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mawar Jk, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bagian 14
“Pulang jam berapa?” tanya Melati, sambil melirik ke arah pintu kamar ketika melihat Maizah keluar dengan rambut masih sedikit basah. Wanita muda itu baru selesai mengeringkan rambutnya setelah mandi. Ia tampak anggun mengenakan dress panjang berwarna sage yang sederhana tapi memancarkan kesan lembut dan tenang.
Maizah tersenyum kecil, menatap ibunya dari cermin saat mengancingkan anting di telinganya. “Paling sorean dikit, Ma. Ini reuni teman SMA, sudah lama gak ketemu. Lokasinya agak jauh dari pusat kota.”
Melati mengangguk, lalu berjalan menghampiri sambil membawa sepiring kecil pastel isi yang baru saja selesai digoreng. Aroma harum dari pastel yang hangat membuat Maizah langsung menoleh. “Ini buat di jalan. Siapa tahu anak-anak lapar sebelum sampai tempat acara. Kamu juga bawa air putih botolan ya, jangan cuma minuman manis.”
Maizah menerima pastel itu sambil tertawa pelan. “Makasih, Ma. Memang gak ada yang ngalahin perhatian Mama.”
“Yaiyalah. Kalau bukan aku yang perhatian, nanti cucu-cucu aku gimana makannya?” sahut Melati sambil terkekeh.
Dari dalam kamar terdengar suara langkah kaki kecil berlari. “Mommy! Mommy cantik banget!” seru Aidan yang langsung memeluk kaki Maizah sambil mendongak.
“Oh ya?” Maizah mengusap kepala anaknya yang berambut coklat keemasan. “Aidan juga ganteng banget, kayak Daddy ya?”
Aidan mengangguk mantap. “Iya dong! Tapi Aidan lebih suka Mommy!”
Dari belakang, muncul Matthew yang berjalan pelan, memeluk boneka dinosaurus kecil di tangannya. Ia tidak berkata apa-apa, hanya berdiri diam sambil memandangi Maizah dari ujung rambut sampai kaki. Mata bulatnya yang jernih berbinar tenang.
"Gimana, Mommy cantik gak?” tanya Maizah sambil jongkok, membuka tangannya lebar-lebar.
Matthew pelan-pelan berjalan mendekat dan memeluk ibunya. “Mommy cantik, sangat cantik,” katanya pelan, lalu mencium pipi Maizah tanpa banyak kata. Sifat Matthew yang tenang dan penuh perhatian selalu membuat Maizah merasa terharu. Sama seperti Arvid, suaminya.
“Astaga…” Melati yang sedari tadi memperhatikan dari ruang tengah, memegangi dadanya dan tertawa kecil. “Dua-duanya lucu banget. Aduh, Nenek jadi meleleh liatnya.”
"Kami memang lucu nenek," sahut Aidan dengan percaya dirinya.
Melatih menarik pipi Aidan karena gemas. "Iya-Iya, kedua cucu nenek memang sangat lucu dan menggemaskan."
Tak lama kemudian, Arvid muncul dari arah dapur, mengenakan kaos lengan pendek berwarna putih lembut dan celana kain panjang. Ia membawa dua botol minum dan sepiring roti gandum. “Sudah siap?” tanyanya pendek, tapi senyumnya menghangatkan.
Maizah mengangguk. “Sudah. Tapi anak-anak belum pakai sepatu.”
“Matthew, Aidan,” panggil Arvid dengan suara tegas.
Matthew langsung bangkit dan mengambil sepatunya dari rak, lalu duduk rapi di lantai untuk memakainya.
Melihat kakaknya yang sudah selesai memakai sepatu dan dia baru sebelah, itupun talinya belum diikat. “Aidan capek, Daddy pasangin dong,” rengeknya.
"Minta tolong dengan baik Aidan," tegur Maizah yang menyuapi Matthew roti gandum yang Arvid siapkan.
Arvid duduk di kursi, menarik Aidan ke pangkuannya, dan mulai membantu mengenakan sepatunya. “Nakal, tapi manja,” gumamnya sambil tersenyum.
Setelah semuanya siap, Maizah melirik jam tangan. “Masih sempat foto gak ya sebelum berangkat?”
Melati langsung bersemangat. “Tentu sempat! Nih-nih, Mama yang fotoin!”
Mereka pun berdiri di depan dinding ruang tamu, berlatar lukisan keluarga yang tergantung di sana. Aidan berdiri paling depan dengan gaya superhero, Matthew berdiri di samping Maizah sambil memegangi Aidan yang banyak gaya
dan Arvid menyandarkan tangan di bahu Maizah dengan senyum kalem.
Sungguh, memiliki adik yang super aktif seperti Aidan sangat merepotkan menurut Matthew. Tapi mau bagaimana lagi, Aidan adalah adiknya jadi ia harus menjaganya walaupun sedikit merepotkan. Dari pada Mommy yang merepotkan sendiri, mana mungkin ia biarkan itu terjadi.
“Ayo, liat kamera semuanya.” seru Melati sambil menjepret beberapa kali. “Senyum manis dong! Aidan, jangan buka mulut lebar-lebar, itu bukan singa!”
“Aku singa kecil! Roarrr!” Aidan berteriak, membuat semua tertawa lagi.
Matthew kembali menahan badan Aidan saat anak itu ingin bergaya binatang yang lain. "Berdirilah dengan benar Aidan," tegur Matthew dengan nada yang seperti lelah dengan tingkah adiknya itu.
"Ah, kak Matthew mah gak asik,"
"Wah-wah rame banget ini." Sahut Dahlia yang baru datang bersama Faridah.
"Nenek buyut," Aidan dan Matthew menghapiri Faridah. Mereka langsung mencium tangan Faridah dengan hormat. Wajah Faridah yang penuh keriput pun merekah bahagia. Ia mengusap kepala keduanya lembut. “Gantengnya cucu-cucu Nenek… Aidan tambah besar aja. Matthew juga makin mirip Daddy-nya.”
“Matthew diem terus Nek, tapi dia suka jagain Aidan,” lapor Aidan tanpa merasa aneh menceritakan itu sendiri. “Dia kayak bodyguard.”
“Wah, jadi abang yang baik ya,” puji Dahlia sambil ikut mengelus kepala Matthew.
Matthew hanya tersenyum malu-malu dan menyembunyikan wajahnya di lengan Maizah yang kembali mendekat. Maizah memeluk Matthew sebentar, lalu menyambut Faridah dan mencium tangannya pula.
“Alhamdulillah, Nenek sehat ya,” kata Maizah lembut.
“Iya, tadi pas Dahlia bilang kalian mau pergi ke depan. Nenek pengen lihat kalian dulu. Siapa tahu nanti pulangnya udah malam, Nenek udah tidur,” jawab Faridah.
Arvid maju dan menyalami kedua wanita itu, kemudian menawarkan tempat duduk.
Aidan kembali ke tengah ruangan dan mulai menunjukkan gaya superhero lainnya kepada Faridah. “Nenek lihat nih! Ini gaya laser mata! Ciaaaat!” Ia melompat-lompat, sementara Matthew ikut tersenyum dan duduk di samping Faridah, memperhatikan dengan tenang.
“Aidan nanti jadi aktor film action aja ya,” kata Dahlia sambil tertawa. “Biar Mommy dan Daddy-nya bangga.”
“Enggak! Aku mau jadi penyelamat dunia!” sahut Aidan cepat. “Matthew jadi ilmuwan, terus buat alat super buat Aidan!”
Matthew mengangguk kecil. “Boleh, tapi nanti Aidan harus hati-hati pakainya.”
Maizah dan Melati tertawa pelan mendengar percakapan lucu antara Aidan dan Matthew. Rumah terasa hangat oleh canda anak-anak dan suara riuh kecil yang membawa kebahagiaan sederhana.
Tapi waktu tak menunggu. Dari luar terdengar klakson pelan—mobil yang Arvid pesan akhirnya tiba di depan rumah. Arvid melirik ke arah jam dinding dan berdiri dari sofa.
“Honey, mobilnya udah sampai,”
"Kami berangkat ya, nek, ma, tan." katanya lembut sambil mendekat dan mencium tangan mereka satu per satu. Akhdan sih sudah pergi kerja ya dari tadi pagi.
Setelah berpamitan, mereka naik ke dalam mobil. Maizah dan Arvid di tengah, sementara Aidan dan Matthew duduk di belakang.
“Semua sudah siap?” tanya Arvid sambil menoleh ke belakang dari kursi depan.
“Siap!” teriak Aidan dengan semangat. Matthew hanya mengangguk sambil tersenyum.
Mobil mulai melaju pelan keluar dari halaman rumah. Dari jendela, Aidan melambaikan tangan heboh ke arah Melati, Dahlia, dan Faridah yang masih berdiri di teras sambil melambai kembali.
"Bye-bye,"
“Iya, hati-hati di jalan ya, cucu-cucu Nenek.”
Tbc.
semangatttt