Aku tak menyangka setelah membawa istriku ke rumah ibu, aku tak tahu jika banyak tekanan yang Sari hadapi saat itu. Dimana sifat ibu yang tadinya baik berubah derastis, ia memperlihatkan sifat aslinya.
Setiap malam Sari sering menangis, membelakangi tubuhku, mengabaikan aku. Setiap kali aku bertanya, ia tak pernah menjawab selalu terlelap tidur.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fitri Arip, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31 Pov Riki, (Pergi untuk yang terakhir. )
Pulang dari hotel, aku tak sabar ingin melihat keadaan Puja yang sekarang, apa dia menikmati dirinya sebagai Sari. Atau menderita karena ibu yang rewel meminta bantuan.
"Mas, kamu kok senyum senyum kayak gitu? kenapa?"
"Aku lagi bahagia sayang!"
"Bahagia kenapa?"
Saat Sari menatap ke arah wajahku, aku mencuil dagunya dan berkata, " karena kamu. "
Tersipu malu, kedua pipi istriku memerah. Ia memukul pelan bahuku merasa senang dengan gombalan yang aku layangkan.
"Suka nggak jelas kamu. "
Meraih tangan Sari, lalu mencium punggung tangannya perlahan.
Kami pulang ke rumah, melihat suasana rumah begitu hening. Di depan teras terlihat begitu kotor banyak daun berserakan tertiup angin, membuka pintu rumah.
Bau menyengat membuat aku ingin muntah, tidak dengan istriku, ia masuk dengan begitu santainya seperti tak merasakan bau yang kuhirup.
"Sari."
Sari kini memanggil ibu dan juga Puja.
"Bu,"
"Puja."
Betapa terkejutnya aku melihat Puja dengan rambutnya yang berantakan, bau yang menyengat.
"Puja, kamu kenapa?"
"Akhirnya kalian kembali juga!"
Puja seperti menangis, ia mendekat ke arahku.
Membuat aku seketika menghindar.
Sari terlihat panik, ia segera datang ke kamar untuk melihat ibu.
" Puja, kenapa dengan dandanan kamu?"
"Mas."
Teriakan Sari, membuat aku berlari ke arah kamar ibu," ada apa Sari?"
Ibu tergeletak diatas lantai, dengan air kencing dan juga kotoran mengelilinginya.
Aku mencoba membantu Sari, untuk membawa ibu ke kamar mandi. Biar Sari memandikan ibu.
Sedangkan aku mengelap lantai, melihat Puja berdiri dengan wajah terlihat kelelahan.
"Riki."
"Jika kamu memang tak sanggup mengurus ibuku, baiknya bicara. "
Lantai sudah bersih, dimana Sari baru saja memandikan ibu.
"Ja-n-ga-n ma-ra-hi P-u-ja, d-ia t-ak sa-la-h."
Masih saja ibu membela Puja, membuat aku geram.
Puja mendekat pada ibu, ia seperti meminta pertolongan. " Ibu sudah makan belum?"
Pertanyaanku membuat Puja menundukkan wajah, " belum."
"Kenapa belum?"
"Semalam aku tidak tidur, mengurus ibu terus menerus, jadi belum sempat masak. "
"Hah, melakukan hal ini saja tak bisa."
Sari memegang lengan tangan dan berkata, " sudah, mas. Biar aku saja yang masak. "
Sari menatap ke arahku sekilas, dimana aku menahan tangannya.
"Jangan memasak, biarkan Puja saja. Takutnya ibu tak suka masakan kamu," ucapku sengaja di depan ibu.
"Riki, aku tidak bisa masak," timpal Puja padaku.
Aku malah tersenyum sinis, "bu, lihat sendiri. Menantu ibu Sari, yang ibu hina. Pada kenyataannya bisa mengurus keperluan dan makanan ibu, sedangkan Puja gadis yang ibu agul agulkan dan puji puji, tidak becus mengurus ibu, memberi makan ibu pun tak bisa."
Dengan lancangnya aku berbicara seperti itu, agar Sari tak dipandang sebelah mata oleh ibu.
"Ka-mu in-i ba-ga-im-a-na s-ih, R-iki. Jel-as Pu-ja tid-ak bi-sa men-gu-rus ibu, ka-re-na d-ia w-ani-ta pek-erja ja-di m-aklu-mi-lah. Se-da-ngk-an S-ari, cu-man IRT, a-pa s-epe-sial-nya dari is-tri-mu i-tu, ha-nya bu-ang b-u-ang du-it su-a-mi. "
Bisa bisanya ibu merendahkan istriku yang hanya seorang IRT.
"Bu, buang buang duit bagaimana. Ibu jangan asal bicara, selama ini Sari tak pernah banyak menuntut tentang uang. Dia ikhlas jika aku mem biaya ibu dan Riri. "
"Ahk, ters-er-ah i-bu tid-ak suk-a Sa-ri. Ib-u le-bih me-mi-lih Pu-ja, ja-di ce-rai-kan Sa-ri se-kara-ng ju-ga."
Aku mengacak rambut dengan kasar, mendengar perkataan ibu yang terus menyuruhku cerai dengan Sari.
"Jadi ibu ingin aku bercerai?"
"I-ya." Dengan nada bicara ibu yang kurang lancar membuat aku kesal dan lancang membantah perkataan. " Aku tidak mau."
"Be-ra-ni ka-mu. "
Emosi yang tak bisa dikendalikan, membuat aku menjawab, " Ya memangnya kenapa, kalau Riki berani."
"Ri-ki."
"Bu, jika ibu memang ingin tinggal dengan gadis ini dan lebih sayang Puja daripada menantu ibu sendiri. Maaf sebelumnya, Riki lebih baik pergi dan Riki harap ibu tidak menganggap anak ibu lagi. "
"Mas, jaga ucapan kamu. Ini ibu kandungmu. "
Sari berusaha menasehatiku, membuat aku tak bisa berpikir jernih.
"R-iki, ka-mu ma-u ja-di an-ak dur-hak-a?"
"Bu." Tanganku memegang dada, air mata perlahan mengalir mengenai pipi, "tidak ada anak yang tak ingin berbakti pada ibunya, apalagi Riki. Susah payah Riki berusaha mengabdi pada ibu, memberikan uang yang seharusnya menjadi hak Sari, mengurus ibu dengan Ikhlas tanpa imbalan sepeserpun. Hanya karena ingin menjadi anak yang bertanggung jawab pada ibu, membalas jasa jasa ibu yang tak ternilai dan tak terhitung. Tapi pada kenyataannya, ibu malah ingin merusak kebahagian Riki dengan alasan karena tak suka dengan Sari, wanita yang sangat Riki cintai. "
Aku menatap ke arah istriku, memegang tangannya, sampai tak kuduga Sari mengeluarkan suatu perkataan yang membuat aku malah menitihkan air mata." Bu, kurang apa Sari dimata ibu? Sari juga ingin merasakan jadi menantu yang ibu sayang, tidak terus menerus ibu hina karena harta. "
Ibu menatap tajam ke arah Sari, ia kini memegang tangan Puja. " ke-kurang-an ka-mu ba-ny-ak Sa-ri, jik-a ib-u ta-k suk-a te-tap t-ak su-ka. Ka-mu ini ga-dis mis-kin. "
Betapa sakitnya hatiku mendengar ibu menghina Sari. " Cukup bu, jangan hina Sari di depanku lagi."
Meraih tangan Sari dan berkata, " sebaiknya kita pergi dari sini Sari. "
Ini untuk kedua kalinya, aku pergi dari rumah ibu, setelah luka yang belum sembuh tergores lagi.
Rasanya benar benar menyakitkan, aku mengira jika dengan mengerjai Puja, ibu akan berubah. Tetapi pada kenyataanya ibu benar benar sudah gelap mata, ia tak akan pernah mengakui Sari sebagai menantunya dan malah menyuruhku untuk menceraikannya.
Maafkan aku bu, aku sudah memilih Sari dari pada ibu. Karena aku ingin bahagia dengan pilihanku yang menurut aku baik. Menggerutu dalam hati, berusaha tetap tegar.
"Mas."
Menatap ke arah Sari, tumben sekali dia tidak menyuruhku untuk kembali pada ibu.
"Kita pergi dari sini, mudah mudahan dengan kita pergi ibu bisa mengerti dan sadar. "
"Sebagai seorang istri aku hanya bisa menurut saja padamu. "
Aku melajukkan mobil dengan kecepatan tinggi, dimana tak kulihat ibu berteriak memanggil namaku.
Ya Allah apa aku berdosa sudah memilih jalanku sendiri?
𝚜𝚘𝚊𝚕𝚗𝚢𝚊 𝚍𝚒 𝚏𝚋 𝚐𝚊𝚔 𝚙𝚞𝚊𝚜 𝚗𝚞𝚗𝚐𝚐𝚞 𝚐𝚛𝚎𝚐𝚎𝚝𝚗𝚢𝚊