Zahira Maswah, siswi SMA sederhana dari kampung kecil yang jauh dari hiruk-pikuk kota, hidupnya berubah total saat ia harus menikah secara diam-diam dengan Zayn Rayyan — pria kota yang dingin, angkuh, anak orang kaya raya, dan terkenal bad boy di sekolahnya. Pernikahan itu bukan karena cinta, melainkan karena keadaan yang memaksa.
Zahira dan Zayn harus merahasiakan pernikahan itu, sampai saatnya tiba Zayn akan menceraikan Zahira.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lianali, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19
Setelah memastikan Zahira dalam pelukannya tidak terluka lebih parah, Zayn mengangkat kepalanya. Tatapannya beralih ke tubuh Ardi yang tergeletak di lantai dengan wajah babak belur. Nafas Zayn masih memburu, namun pikirannya sudah lebih tenang—cukup tenang untuk tahu bahwa ia tidak bisa membiarkan Ardi lolos dari perbuatannya.
Dengan satu tangan yang memeluk Zahira, tangan lainnya meraih ponsel di saku celananya. Ia membuka kunci layar, dan langsung menekan nomor darurat.
“Hallo, Pak? Saya melaporkan adanya upaya pelecehan dan penyerangan terhadap seorang perempuan di kontrakan Jalan Mawar nomor 27. Pelaku masih di lokasi. Segera kirim bantuan,” katanya cepat, tegas, dan singkat.
Petugas di seberang langsung merespons cepat dan meminta Zayn tetap berada di lokasi, tanpa menyentuh pelaku lagi. Setelah memutus sambungan telepon, Zayn menatap Zahira yang kini mulai sedikit tenang, meski tubuhnya masih gemetar.
“Polisi sebentar lagi datang. Kamu jangan takut, Zahira. Aku di sini, aku nggak akan kemana-mana…”
Beberapa menit kemudian, suara sirene polisi terdengar dari kejauhan. Zahira memeluk Zayn lebih erat, tubuhnya menegang, mungkin karena trauma dan takut jika suara itu pertanda bahaya. Tapi Zayn membisikkan, “Itu mereka. Semuanya akan segera selesai.”
Dua mobil polisi berhenti di depan kontrakan. Beberapa petugas turun dengan cepat dan menghampiri pintu yang sudah rusak. Zayn langsung menyambut mereka.
“Di dalam, pelaku masih ada, dia mencoba memperkosa Zahira.”
Beberapa petugas masuk dan menemukan Ardi yang tergeletak. Mereka langsung memborgolnya tanpa banyak tanya. Ardi yang sudah tidak bisa melawan, hanya meringis kesakitan.
“Nama kamu siapa?” tanya salah satu petugas kepada Zayn.
“Zayn Rayyan. Saya yang menelepon.”
“Korban?”
“Zahira. Ini teman saya,” ujar Zayn sambil melirik ke arah Zahira yang masih duduk di lantai dengan mata sembab.
Dua polisi perempuan mendekat dan menghampiri Zahira dengan lembut. Mereka berbicara pelan dan menenangkan, “Tenang, Mbak. Kami dari kepolisian. Kamu aman sekarang. Boleh kami bantu berdiri dan bawa ke luar? Kami perlu data kamu dan akan bawa ke rumah sakit untuk diperiksa…”
Zahira hanya mengangguk lemah. Zayn pun ikut berdiri dan membantu menguatkan langkah Zahira. Saat keduanya dibawa ke mobil polisi, Zayn menatap Ardi untuk terakhir kalinya—tatapan dingin penuh amarah dan jijik.
“Kalau kau pikir Zahira perempuan lemah yang bisa kau injak seenaknya, kau salah besar.”
Polisi yang lain menyita bukti-bukti: ponsel Zahira yang rusak, hijab yang hampir sobek, serta keadaan rumah yang berantakan.
Zahira kini duduk di mobil polisi, ditemani Zayn.
*****
"Sekarang dia sudah dipenjara. Lo nggak perlu khawatir lagi,” kata Zayn, memecah keheningan.
Mereka kini duduk di restoran privat yang tenang, hanya beberapa meja yang terisi. Tadi, sepulang sekolah Zayn melihat Zahira tengah menunggu bus sendiri di halte, saat itu jarum jam menunjukkan pukul 3 sore, jadi ia mengajak Zahira untuk makan siang setelah tahu Zahira belum makan siang.
“kalau dari awal gue tahu penggemar Lo itu manusia sialan kayak dia, gue bakalan habisin dia lebih awal."
Zahira menunduk, menyendok sup hangatnya pelan-pelan, seolah ingin menyibukkan diri agar tidak terlalu gugup, “makasih banyak ya, Zayn. Kamu udah bantuin aku… Aku nggak tahu gimana harus balasnya. Hanya Allah yang bisa balas kebaikan kamu.”
Zayn menyandarkan tubuh ke kursi, menatap Zahira sejenak, lalu berkata dengan tenang, “Lo nggak perlu bilang makasih. Itu udah jadi kewajiban gue.”
Zahira mengerutkan kening, heran. “maksudnya…?”
“Selama gue masih jadi suami Lo, ngasih rasa aman itu tanggung jawab gue. Bukan karena lo minta, tapi karena gue harus.”
Kata-katanya membuat Zahira terdiam. Ia menunduk, menyembunyikan pipinya yang mulai memerah. Sementara Zayn, seperti biasa, tetap dengan wajah dingin dan tenang, seolah tidak sadar betapa ucapannya barusan mampu membuat jantung Zahira berdetak lebih kencang.
Zahira mengangguk pelan, lalu berkata dengan suara rendah, “kalau kamu datang, aku nggak tahu hari ini bakal jadi seperti apa…”
Zayn menatapnya sebentar, lalu tersenyum tipis. Untuk pertama kalinya, ia merasa kehadirannya berarti. Bukan karena harta, bukan karena nama, tapi karena dia dibutuhkan, “lanjut makan. Makan siang jam tiga sore juga tetap penting,” ujarnya ringan.
Mereka tertawa kecil. Momen yang tenang. Dari kejauhan, seseorang tampak sedang memotret mereka diam-diam, namun tak satupun dari keduanya menyadarinya.
Setelah makan, Zayn mengantar Zahira pulang. Mobil berhenti di depan kontrakan. Jarum jam menunjukkan pukul lima sore. Sinar matahari sore membuat wajah Zahira tampak teduh, meski masih menyisakan jejak trauma.
“Makasih banyak, ya…” Zahira membuka pintu mobil dan turun.
Namun langkah Zayn juga ikut keluar.
Zahira menoleh, “kamu… ikut turun?”
Zayn mengangguk ringan, “hari ini gue tidur di rumah lo.”
Zahira membelalak, “tapi kan—”
“Gue suami lo. Masak lo nolak suami sendiri buat numpang tidur di rumah lo?” Zayn menyelipkan tangan ke saku celana, bersandar santai di pintu mobil.
Zahira menggigit bibir bawahnya, canggung, “tapi kamu harus janji, jangan macam-macam ya…” ucapnya dengan nada mengancam, meski suaranya pelan dan nyaris seperti bisikan.
Zayn menoleh, menatap Zahira yang menunduk, lalu mengangkat alisnya, “iya tenang aja. Bawel banget sih lo. Lagipula, kalau gue macem macem, apa masalahnya suami sendiri kan?”
"Kamu bilang apa tadi?" ujar Zayn.
"Enggak ada, gue bilang, gue janji enggak bakalan macem macem, udah tenang aja, cepet buka rumahnya, gue mau masuk," ujar Zayn cuek.
Zahira mendengus pelan, membuka pintu rumah dengan langkah cepat. Melihat hal itu, Zayn tersenyum tipis.
Zahira, masuk lebih dahulu, dan Zayn menyusul di belakang.
lanjut Thor mau lihat seberapa hebat Zahira bisa melalui ini semua
dan cerita cinta di sekolah ini pastinya yg di tunggu ,,rasa iri, cemburu dll
apa sekejam itu Thor di sana ?
selipin cowok yg cakep Pari purna yg tertarik ma Zahira mau tau reaksi suami nya,,kalau ada seseorang yg suka pasti membara bak 🔥
ayah zayn atau ayah ardi?.
kalo ayah zayn..
apakah ingin zahira twrsiksa dan dibully di sekokah zayn?
apa gak kauatir klao terbongkar pernikahan mereka?
❤❤❤❤❤❤
atau carikan sekolah lain.
❤❤❤❤❤
use your brain