Bella Cintia?" Gumam Eric. Dia seolah tidak asing dengan nama itu. Bahkan ketika menyebutnya namanya saja membuat hati Eric berdesir menghangat.
"Kenapa harus designer ini?" Tanya Eric.
"Karena hanya dia yang cocok untuk mode produk kita pak."
"Apalagi yang kau ketahui tentang designer ini?" Tanya Eric kembali.
"Dia adalah salah satu designer terkenal di dunia. Dia sering berpindah dari negara satu ke negara lain. Karena dia memiliki cabang butiknya hampir di setiap negara yang dia tinggali. Namanya Bell's Boutique. Tapi untuk rumah mode utama nya, dia hanya memilikinya di negara ini. Nama rumah mode itu adalah Bellaric."
Eric terkesiap kala manager produksi itu menyebutkan kata Bellaric.
"Bellaric?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LidyaMin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Upil Anoa, Selamat Malam
Mereka berempat sudah tiba di tempat favorit mereka, Segarra Ancol. Mereka menyukai suasananya yang nyaman. Menikmati suasana laut seperti ini membuat rasa lelah mereka hilang seketika.
Mereka menuju tempat yang sudah David pesan sebelumnya. Mereka duduk di sofa yang sudah di sediakan di sana. Sambil menunggu pesanan mereka datang, masing-masing sibuk dengan ponselnya.
Ketika Eric mengalihkan pandangannya ke laut, tiba-tiba saja nama seseorang terlintas di pikirannya. Bella.
Eric baru saja menyadari bahwa tempat dimana mereka duduk sekarang adalah tempat dia dan Bella dulu. Eric teringat dengan semua yang terjadi di tempat itu bersama Bella. Dia mendesah pelan lalu menyandarkan kepalanya sambil memejamkan matanya.
"Bel, lo apa kabar? Apa lo masih ingat gue? Apa lo baik-baik aja di sana? Gue kangen lo." Ucap Eric dalam hatinya.
"Kenapa lo?" Tanya Daniel yang melihat Eric begitu gelisah di sampingnya.
"Euugghh. Gue kenapa?" Eric tersadar dari lamunannya.
"Labil nih anak." Ucap Daniel sambil menggelengkan kepalanya.
"Sampai kapan makanan di anggurin?" David menegur para sahabatnya. Dia sendiri seperti tidak sabar untuk segera makan.
"Lo kayak orang gak makan sebulan tau gak." Seloroh Ardi karena melihat David makan dengan cepat.
"Gue dah bilang gue laper." Ucap David sambil mengunyah makanannya.
"Telan dulu makanan lo baru ngomong. Jorok banget sih." Eri mencebik pada David.
"Dosa apa gue punya sahabat kayak lo semua." Ucap Daniel dengan wajah berpura-pura sedih.
Sontak membuat ketiganya menatap kesal pada Daniel tapi kemudian kembali pada makanannya. Daniel tertawa terbahak melihat wajah kesal sahabatnya.
***
Di tempat lain, Bella di sibukkan dengan kegiatan kuliahnya. Sebagai calon seorang desainer, dia harus tekun belajar.
Tidak tanggung-tanggung Bella mendapatkan beasiswa dari ESMOD Paris. Kita sendiri tahu bahwa itu merupakan salah satu institut terkenal di Paris di bidang Fashion.
Bella sangat bersyukur untuk bisa menimba ilmu disana. Karena itu lah dia tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan yang Tuhan sudah berikan untuknya.
Bukan hanya di kampus, Bella juga belajar langsung dari salah satu desainer yang ada di sana. Sehingga itu sangat membantu Bella dalam pembelajarannya di kampus.
Bella tiba di flat sederhananya pada pukul 10 malam. Dia meletakkan tas dan bukunya di atas meja. Melepaskan semua pakaiannya dan kemudian masuk ke dalam kamar mandi. Selesai membersihkan dirinya dan memakai piyama bermotif Teddy Bear, Bella melangkahkan kaki jenjangnya menuju dapur.
Perutnya sudah berbunyi minta di isi. Dia membuka salah satu kabinet kitchen set nya. Pilihannya jatuh pada mie instan rasa soto ayam. Paling tidak 2 bulan sekali, Bella meminta mamahnya untuk mengirim mie instan dengan berbagai rasa dari Indonesia. Bagaimana pun lidahnya tetap merindukan makanan dari negara sendiri.
Sambil menunggu air mendidih, Bella membuka aplikasi Instagram di ponselnya. Tangannya dengan lincah mencari akun milik Eric. Baru-baru ini dia menjadi salah satu follower Eric tapi dengan akun yang berbeda. Dia tidak ingin Eric mengetahuinya tentang dirinya.
Hanya itu cara yang Bella miliki untuk melepas rasa rindunya pada Eric. Satu bulan pertama Bella tinggal di Paris, tidak ada satupun balasan pesan ataupun telepon dari Eric. Hingga pada akhirnya Bella memutuskan untuk mengganti nomor ponselnya.
"Lo lagi ngapain ya sekarang?" Bella menunggu postingan terbaru dari Instagram Eric sudah hampir seminggu ini. Tapi belum juga muncul.
Biasanya berita terbaru Eric hanya menunjukkan kebersamaanya dengan para sahabatnya saja. Selebihnya tidak ada. Bahkan saat mereka dulu masih bersama, dia dan Eric sepakat untuk tidak memposting foto mereka di sosmed mana pun. Tapi hanya untuk koleksi pribadi saja.
"Sulit buat gue bisa menghilangkan semua rasa ini dari hati gue. Tolong kasih tau gue gimana caranya biar gue bisa ngelupain lo." Lirih Bella
"Gue gak tau harus gimana lagi. Bukannya berkurang, justru rasa cinta gue semakin bertambah buat lo." Air mata Bella seketika menetes di pipi nya.
Air mendidih membuyarkan lamunan Bella. Dia memasak mie instannya dan kemudian membawa mangkuk berisi mie ke ruang tengah. Bella menonton televisi sambil menikmati makanannya.
Selesai makan malamnya yang sangat terlambat itu, Bella kemudian menggosok giginya dan membaringkan tubuhnya untuk beristirahat.
Sebelum memejamkan matanya Bella melirik foto Eric dan dirinya yang ada di atas nakas samping tempat tidurnya.
"Upil anoa gue, selamat malam." Ucap Bella sambil tersenyum.
***
"Pa, Eric berangkat dulu ya." Pamit Eric pada Papanya.
"Kamu gak sarapan dulu?" Papa Eric sampai menolehkan kepalanya karena melihat Eric yang terburu-buru melewati meja makan.
"Gak sempat pa. Pagi ini Eric sudah ada janji sama klien." Balas Eric dan bergegas menuju mobilnya.
"Hati-ha–" Papa Eric tidak meneruskan kata-katanya karena Eric sudah menghilang dari balik pintu.
"Kenapa pa?" Edo dan Eno baru bergabung untuk sarapan dengan papa nya.
"Eric terburu-buru berangkat ke kantor sampai belum sarapan."
"Gak usah kuatir pa. Nanti Eno yang akan mengingatkan nya buat makan."
"Jangan sampai adik kamu lupa makan karena pekerjaan." Ucap papanya.
"Nanti Edo akan mampir ke kantor ngantar makanan buat dia. Papa gak usah kuatir ya." Edo tidak mau membuat papa nya khawatir. Jadi dia akan meluangkan waktunya mengantar makanan untuk Eric.
Eric tiba di kantor tepat jam 8 pagi. Sesampainya di kantor Eric mempersiapkan bahan yang di perlukan untuk pertemuannya pagi ini. Di dampingi sekretarisnya, Eric menuju sebuah gedung perusahaan untuk bertemu klien.
Usai melakukan perundingan dan mencapai sebuah kesepakatan yang menguntungkan kedua belah pihak, Eric pun pamit undur diri untuk kembali ke kantornya.
Ketika akan keluar dari lobby gedung tersebut, Eric berpapasan dengan seorang wanita yang dia kenal. Eric membalikkan tubuhnya untuk menyapa wanita itu.
"Clara kan?"
Wanita itu menghentikan langkahnya dan berbalik menghadap Eric.
"Eric" Seru Clara sambil tersenyum.
"Apa yang kamu lakukan di sini?" Tanya Eric penasaran.
"Aku ada urusan sedikit dengan pimpinan di sini. Kamu sendiri?"
"Aku tadi barusan meeting di sini." Balas Eric.
"Baiklah kalau begitu sampai jumpa." Baru selangkah Clara melangkahkan kakinya harus terhenti karena panggilan Eric.
"Emm Clara. Boleh aku meminta nomor ponsel mu? Bukan bermaksud apa-apa. Mungkin suatu hari kamu bersedia makan malam dengan ku." Ujar Eric dengan gugup.
Clara melihat kejujuran Eric di matanya. Tanpa ragu Clara mengangguk dan mengetik nomor ponselnya di ponsel milik Eric.
"Terima kasih." Ucap Eric sambil tersenyum.
"Sama-sama" Balas Clara dengan tersenyum manis pada Eric dan beranjak pergi dari sana.
.
.
.
"Lama banget meeting nya." Edo mendengus kesal melihat kedatangan Eric yang sudah cukup lama membuatnya menunggu di ruangan Eric.
"Namanya juga meeting ka. Mana ada cuma 5 menit."
"Tumben datang kesini. Mau ketemu kak Eno?" Eric heran dengan kedatangan kakaknya yang tidak seperti biasanya.
"Kamu belum makan kan. Kakak tadi belikan makanan buat kamu. Kata papa tadi kamu belum sempat sarapan." Edo menunjuk bungkusan makanan yang ada di atas meja Eric.
"Kakak memang the best." Eric mengangkat kedua jempolnya dengan girang dan langsung meraup bungkus makanan dan membukanya.
Dengan lahap Eric makan bahkan melupakan kehadiran kakaknya di sana.
"Gitu ya kalau lapar. Kakak sendiri gak di pedulikan." Edo menggelengkan kepalanya bercampur gemas dengan kelakuan adiknya ini. Sedangkan Eric hanya melihat kakaknya sambil nyengir kuda.