Apa dasar dalam ikatan seperti kita?
Apa itu cinta? Keterpaksaan?
Kamu punya cinta, katakan.
Aku punya cinta, itu benar.
Nyatanya kita memang saling di rasa itu.
Tapi kebenarannya, ‘saling’ itu adalah sebuah pengorbanan besar.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eka Magisna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episot 1
Suasana di ruangan itu terasa kelam, ruangan yang menjadi saksi dua sejoli akan dipersatukan.
Kediaman keluarga Anugerah.
Tidak ada hiasan mewah dan tamu-tamu, tidak ada makanan hajatan dan menu prasmanan yang khas menggiurkan, tidak juga baju pengantin yang indah dan berkilauan, semua dilakukan secara diam-diam yang hanya melibatkan dua keluarga inti saja.
--Keluarga Manggala--pihak lelaki, dan keluarga Anugerah--pihak wanita.
Bukan karena ketidakmampuan, harta Manggala tak akan habis tujuh turunan. Hanya ini semua memang sudah terencana dalam kitabnya seorang Kavi, Tuan Muda Manggala. Itu keinginan yang juga disetujui calon istrinya--Puja Anugerah.
Kavi membubuhkan tanda tangan di atas sehelai dengan wajah tak senang. Itu sertifikat pernikahannya dengan wanita yang sama sekali 'tak dia inginkan jadi pasangan.
Puja menyusul menggores bagiannya tanpa berpikir setelah Kavi. Wajahnya biasa saja. Kelakuan yang membuat pandangan Kavi seperti kobaran api di California buatan AI.
Padahal aslinya tidak! Puja juga terpaksa melakukannya.
"Menjijikkan banget!" Bunyi umpatan Kavi dalam hatinya. “Segitu maunya dia nikah sama gua.”
"Baiklah. Sekarang kalian sudah sah menjadi pasangan suami istri. Selamat." Ucapan pria petugas pencatat nikah itu kedengaran sangat manis dan menyenangkan.
Mungkin iya, jika pasangan yang disahkannya adalah pasangan saling menginginkan. Sedangkan ini adalah Kavi Manggala dan wanita yang sangat dibencinya sejak mereka masih ingusan--Puja Anugerah. Sejoli yang dipersatukan karena orang tua dan keadaan.
Bagaimana pun ini tak adil, tapi mereka harus. Pura-pura rela menjalani alasan yang berlainan.
(Note: ini bukan novel religi---jangan kaitkan apa pun dengan agamis!)
Semua berjabat tangan dan mengucapkan terima kasih satu sama lain setelah itu.
Setelah bapak petugas catatan sipil berlalu pulang ....
"Udah selesai, aku harus balik ke kantor." Kavi berdiri dari tempatnya, menunjukkan dengan gamblang bahwa dia sangat tak ingin berlama-lama ada di sana. Tak peduli perasaan pihak istrinya, ada ibunya Puja--Sedayu Asih, juga adik iparnya--Luna Anugerah.
Namun langsung mendapat hardikan keras dari sang mama, "Nggak ada kantor! Hari ini kamu harus bawa Puja pulang ke rumah. Mama udah ngatur kamar pengantin buat kalian!"
Bukan hanya Kavi, Puja pun turut terkejut mendengar itu.
"Itu nggak ada dalam perjanjian kita, Mama!" debat Kavi, ditimpal anggukan oleh Puja tanda setuju. "Bukannya pernikahan ini cuma status aja? Kenapa Mama sampe repot nyiapin kamar pengantin segala?"
Bagian itu Puja cukup tersentak, melengak sesaat lalu merunduk lagi.
Bukan tentang dirinya, melainkan ... dia menoleh ke arah ibunya, wanita tua rapuh itu nampak sangat terkejut dengan sikap si berengsek yang kini telah sah jadi menantu.
Sebagai seorang ibu, Sedayu tentu pasti merasakan sakit jauh di dalam hati. Putri yang begitu dia banggakan dan sangat dia jaga semua bagian diri gadis itu sepenuh jiwa, harus menikah dengan lelaki yang sama sekali tak menginginkannya.
“Maafkan Ibu, Puja.” Keras dia gemakan itu di dalam benak. Ditampar penyesalan dari perasaan gagal sebagai seorang ibu yang seharusnya jadi pelindung anak-anaknya. “Maafkan Ibu karena kamu harus berkorban sebanyak ini.”
Tentu ada alasan di balik semua perkataan itu.
Di sebelahnya, Luna--adik Puja, nampak begitu geram. Kuat keinginannya menampar wajah tampan mengerikan yang kini telah sah berstatus kakak iparnya, tapi Sedayu menahannya dengan gelengan.
Sebenarnya lebih terhenyak dari siapa pun, Puja merasakan hatinya seperti ditusuk-tusuk. Sikap blak-blakan Kavi lumayan membuat harga dirinya seperti sepotong roti kering yang tercampakkan.
Tapi dia tak boleh terlihat lemah, harus tetap tenang.
Mata dipejamkannya untuk mengusir resah.
“Pokoknya aku pergi! Terserah Mama mau bawa dia atau nggak, aku gak peduli!” kukuh Kavi.
Tepat saat tungkai kaki lelaki itu lima langkah bergerak jauh, Puja juga ikut berdiri, kemudian berseru, "Aku setuju sama Mama Bening. Aku ikut Kavi pulang ke rumah kalian."
jadi lupakan obsesi cintamu puja..
ada jim dan jun, walaupun mereka belum teruji, jim karena kedekatan kerja.. jun terkesan memancing di air keruh..