Dinikahi Karena Mandul

Hari demi hari berlalu. Gery masih belum memiliki uang senilai 5 juta Noks di tangannya. Ia hanya mencicil 1,5 juta Noks terlebih dahulu setelah dirinya mengambil biaya keuntungan yang didapat perusahaan dan menguras tabungan pribadi. Gery tidak tahu harus ke mana lagi, ia juga sedang melakukan proses pengurangan karyawan di Spark agar biaya gaji tidak terlalu besar di dua bulan terakhir ini.

Keputusasaan itu membuat Gery tidak tidur berhari-hari. Dia hanya bekerja dan bekerja, mencoba memasukkan proposal ke perusahaan lain untuk meminta bantuan dana. Bahkan, Gery kerap mengunjungi bar untuk menenangkan pikirannya. Kini, Gery merasa tenang jika ia mendapatkan minuman dan hiburan wanita cantik di bar tersebut.

Namun, Gery tidak menyerah begitu saja. Ia tetap mengusahakan mendapatkan dana sebelum jatuh tempo membayar penalti kontrak. Sebagai satu-satunya jalan, Gery kembali pulang mengunjungi rumah sang ayah pasca gagal menjual mobil mewahnya. Siapa lagi kalau bukan ayahnya yang bisa membantu Gery mengatasi masalah? Sedewasa-dewasanya Gery, dia tetaplah seorang anak di mata orangtuanya.

"Mukamu kusut seperti bajuku yang belum disetrika," kata ayah Gery ketika melihat putranya duduk malas di sofa. Phillip meletakkan koran di atas meja.

"Aku dengar, kamu mau jual mobilmu?"

"Iya. Tapi tidak laku-laku. Aku masih cari pembelinya," kata Gery bercerita kepada ayahnya. Philip nyengir, tampak meremehkan sang putra.

"Kamu sepertinya sangat gigih mencari uang."

"Aku harus bertanggung jawab untuk Spark. Catatan keuangan perusahaan belum cukup untuk menutupi penaltinya. Satu-satunya cara adalah memangkas biaya produksi dan mengurangi karyawan," ujar Gery.

"Lakukan saja."

"Sudah kulakukan. Tapi masih kurang sedikit."

"Kurang berapa?"

"Mungkin masih kurang 3,5 juta lagi?"

"Astaga, Gery! Kenapa kantongmu bisa kosong begitu sampai-sampai kekurangan banyak uang?"

"Aku juga nggak tahu, Dad." Gery tampak frustrasi, ia mengusap wajahnya yang tampak kelelahan.

"Bolehkah aku pinjam uang Ayah dulu? Aku akan kembalikan kalau sudah balik modal dan mobilnya laku," kata Gery memohon. Phillip geleng-geleng kepala.

"Aku tidak bisa membantumu. Uang yang ku punya, itu digunakan untuk perputaran bisnis. Aku hanya memegang 2 persennya saja," kata Phillip memberi pengertian kepada sang putra. Gery menghela napas panjang, lalu duduk lesu lagi.

"Nggak papa, Dad. Aku terima berapa pun uang yang kamu berikan. Aku akan mengembalikannya," kata Gery masih memohon. Phillip menepuk pundak sang putra.

"Ikuti saranku. Merujuk lah dengan Adel. Menyerahlah,” kata Phillip mencoba membuat putranya menyerah dan kembali bekerja sama dengan Nymte.

Tidak mungkin Gery mau bernegosiasi lagi dengan mantan calon mertuanya itu. Jiwa gengsi Gery lebih besar daripada uang yang dia miliki. Gery tentu saja mengabaikan saran sang ayah. Dia lebih memilih berlutut kepada ayahnya demi keberlangsungan perusahaannya.

“Dad, aku tahu ini bukan hal yang ingin engkau lihat. Tapi aku benar-benar membutuhkan uang sekarang. Aku ingin meminjamnya, aku janji akan melunasinya. Tolong, bantulah aku. Spark adalah separuh nyawaku, Dad,” kata Gery memohon. Phillip tidak menduga jika putranya dengan berani bersujud dan meminta pertolongan padanya. Namun, Phillip pun tak ingin putranya menang. Phillip hanya ingin Gery menyerah dan kembali bekerja sama dengan Nymte.

“Nak, maafkan aku. Aku benar-benar nggak bisa melakukannya. Aku sangat menyayangimu, tapi uangku juga dibutuhkan di perusahaan induk kita, Diamond Corp. Nggak ada yang bisa kita lakukan selain kamu menyerah. Tenanglah, aku yakin Dexter akan memaafkanmu. Dan kalian bisa kembali berhubungan baik seperti sebelumnya,” kata Phillip masih berusaha menekan ego Gery yang enggan kembali dengan Adel.

“Aku sudah bilang berkali-kali, aku nggak mau kembali bersama Adel! Aku nggak sudi punya pasangan yang selingkuh dan meremehkanku!” ujar Gery naik pitam.

“Bukankah hubungan selalu ada yang seperti itu? Yang namanya kesalahan, perlu dimaafkan. Toh, Adel sudah berubah. Kamu mengetahui perselingkuhan itu setelah beberapa bulan kemudian, kan? Adel sudah nggak berselingkuh lagi. Kalau kamu mau memaafkannya, kalian pasti akan menjadi besar.”

“Jangan bicara tentang kesetiaan di depanku, Dad. Aku ingin mencari sosok wanita yang setia seperti Mom. Dan Adel bukan orang yang seperti Mom,” kata Gery tegas. Dia berdiri dari sujudnya, tampaknya perilakunya tidak membuat hati ayahnya luluh.

“Kalau memang tidak mau membantuku, tidak apa-apa. Aku akan berusaha sendirian.” Gery pun pergi dari rumahnya. Sia-sia dia memohon kepada ayahnya sendiri. Gery semakin sadar jika ayahnya bukan tidak bisa membantunya, melainkan tidak ingin. Phillip terus menerus menyuruh Gery untuk menyerah dan kembali kepada Adel. Mana mau Gery kembali dengan wanita tidak setia seperti itu?

*

Kabar bahwa Spark akan melakukan PHK massal semakin berhembus kencang. Berita buruk itu menimbulkan kegaduhan di waktu itu. Spark benar-benar memperlihatkan kebangkrutannya setelah 1 dekade berjaya.

Para karyawan merasa terancam, mereka saling tukar informasi siapa saja yang dirumorkan akan terkena pemecatan massal tersebut. Sejak rumor itu beredar, Clara tampak lesu. Jika dibandingkan dengan karyawan lainnya, nama Clara pasti akan menjadi di urutan teratas sebagai pegawai yang harus di PHK. pasalnya, Clara baru satu bulan bergabung dengan perusahaan tersebut.

"Katanya, si anak baru itu bakal kena,” bisik seorang karyawan perempuan.

"Jelas sih, dia cuman bikin onar aja. Terus, nama kita gimana?" desas-desus para karyawan itu sampai di telinga Clara. Sejak Clara mengklarifikasi tuduhannya terhadap Gery Rochstein, para karyawan memilih untuk menjaga jarak dengan Clara karena takut terlibat.

Sudah jelas korban nyatanya, Pak Arnold, yang tiba-tiba dipecat atas perilaku Clara kepada sang bos. Namun, gosip hangat itu kini beralih pada PHK massal. Ditambah, Gery akan menuntut jalur hukum atas pencemaran nama baik. Seakan semua musibah ini terjadi bertubi-tubi.

Selama ini Clara belum menunjukkan kemampuannya sebagai seorang karyawan karena memang dirinya adalah pegawai baru. Pun, dia belum seharusnya menerima pesangon bernominal besar.

"Clara, jangan murung. Yakin, kamu akan tetap bertahan di kantor ini." kata Barra melihat wajah penuh kecemasan Clara yang sedang memainkan bolpoin di tangan kanannya.

"Gimana nggak khawatir, orang udah kelihatan banget aku tuh bakal tersingkirkan duluan..." kata Clara lemas. Barra menepuk pundak Clara perlahan, lalu menggeleng.

"Aku yakin, pasti kita akan lanjut tetap bekerja di sini." ujar Barra menenangkan Clara.

"Aku capek, Bar. Harus cari kerja lagi. Kerja di sini tuh udah jadi impianku banget. Aku ingin kerja di tempat yang menerima keahlianku, Barra. Bukan yang menuntutku harus bisa ini-itu. Aku capek..." kata Clara terisak. Di tengah itu, Vey datang dan ikut menangis.

"Clara, Barra. Gimana ini? Aku takut banget... Aku pengen tetep kerja di sini. Kalo aku nggak kerja, siapa yang biayain pengobatan ibuku dan sekolahnya adekku?" kata Vey yang juga menumpahkan rasa cemasnya akibat rumor pemecatan massal ini. Kekhawatiran Vey menambah rasa tidak percaya diri Clara, ia merasa iba. Ingin sekali Clara membantu Vey untuk bertahan. Namun, kariernya sendiri terancam. Bagaimana bisa?

*