Istri Pilihan Mama

"Sudah, pakai saja, tidak perlu banyak berfikir, nanti cepat tua," seloroh Mayang terkekeh melihat wajah Laras yang ragu serta penuh raut kebingungan.

"Itu coba minta pasangkan sama suamimu!," ucap Mayang kembali menoleh ke arah Arga.

Spontan, Arga dan Laras membelalakkan mata. Rasa ada petir menyambar di atas kepala mereka.

Mereka saling berpandangan dengan muka panik, kemudian keduanya langsung mengalihkan pandangan ke arah Mayang yang saat ini tengah menatap mereka secara bergantian.

Terkejut bukan kepalang, itu yang dirasakan sepasang suami istri itu. Bagaimana tidak! Satu Minggu, mereka tinggal satu rumah, jangankan memasangkan kalung, berbicara satu sama lain saja tidak pernah!

Yang ada hanya perlakuan kasar sang suami kepada istri, serta hinaan dan kesedihan yang bertubi-tubi diberikan kepada sang istri.

Tetapi hari ini, tiba-tiba sang suami harus memasangkan kalung ke leher istrinya. Tidak pernah terbayangkan sebelumnya.

"Arga, cepat! Pasangkan kalungnya. Mengapa mama perhatikan dari tadi sikapmu aneh. Kau selalu bengong," suara Mayang terdengar sedikit keras, mengejutkan Arga yang masih terdiam.

"Iya ma," sahut Arga singkat penuh keterpaksaan.

Arga berdiri dari duduk, lalu berjalan mendekati Laras yang masih duduk mematung sambil memegang kotak merah yang ada di pangkuannya.

Arga segera mengambil kotak merah itu dari pangkuan Laras, kemudian membawa kalung itu ke dalam genggamannya.

Laras tetap terlihat diam tanpa reaksi apapun. Saat Arga mulai akan memasangkan kalung itu di lehernya, wanita cantik itu tetap duduk mematung, tidak ada gerakan apapun yang ditunjukkannya.

Arga dengan gerakan canggung serta kaku, perlahan-lahan menggerakkan tangan ke arah belakang leher Laras, lalu menyibakkan rambutnya yang begitu wangi, tergerai menutupi belakang leher wanita itu.

Tampak terlihat jelas leher putih, mulus dan bersih milik Laras. Begitu mempesona setiap mata pria yang memandangnya, termasuk Arga. Matanya tak berkedip memperhatikan aurat mulus istrinya itu.

Laras hanya terdiam, tak bergeming, tidak bisa menolak, membiarkan saja saat tangan pria itu terasa mulai menyibak helai demi helai rambut serta perlahan-lahan menyentuh kulit lehernya.

Jantung Arga berdegup kencang. Tidak yang menyuruh jantungnya berulah. Matanya pun ikut terpana. Mulutnya sedikit menganga saat melihat belakang leher Laras yang menurutnya begitu indah.

Reaksi apa ini? Tangannya mendadak gemetar saat mau memasangkan kalung itu.

Arga juga sering melihat leher Amellya, saat amellya berpakaian seksi dengan dress yang memperlihatkan ruang dada serta lehernya. Tetapi anehnya, pria itu tidak pernah merasakan degup jantung yang begitu kencang seperti yang dia rasakan sekarang. Saat menyibak rambut lembut Laras dan melihat leher mulus milik istrinya itu, seolah ada sesuatu yang mengusik perasaan serta jiwa kelelakiannya. Hatinya berkecamuk tak menentu, dan desiran darahnya seakan mengalir semakin deras dan terasa panas.

"Mengapa aku merasa gemetar? Aku benar-benar tidak menyangka dia memiliki leher seindah dan semulus ini," fikir Arga sembari mengedipkan mata berulang kali, menarik nafas dalam-dalam. Sepertinya fikiran kotor menguasai dirinya.

Beda yang dirasakan Arga, beda pula yang dirasakan Laras. Wanita itu merasa begitu terganggu saat tangan Arga begitu lambat memasangkan kalung. Seolah ada sesuatu yang menghalangi gerakannya. Laras juga tidak tahu, apa yang membuat pria itu bekerja lambat seperti itu. Apa dia tidak tahu cara bagaimana memasangkan kalung?

Laras dapat merasakan saat kulit tangan pria itu menyentuh lehernya. Terasa dingin dan kaku. Itu membuatnya tidak nyaman, karena harus disentuh oleh pria yang telah menghina dan menyiksanya beberapa hari ini.

Selain tidak nyaman, dia juga takut Arga melakukan sesuatu yang tidak pantas, seperti yang dilakukan pria itu beberapa hari yang lalu. Melepas bajunya dengan paksa dan menciuminya tanpa seizinnya.

Memang, Laras telah menjadi istri sah Arga. Arga bebas melakukan apapun terhadap dirinya, namun sepatutnya tidak seperti itu perlakuan Arga terhadap dirinya, seperti seorang penjahat hendak memperkosa seorang wanita di jalanan.

Laras tidak ikhlas diperlakukan seperti itu oleh suaminya sendiri. Hatinya sakit, terluka dan kecewa, sepertinya Arga memang menganggap dia adalah wanita kotor, yang tidak pantas untuk dihargai.

Di tempat duduknya, Laras berusaha bersikap sewajarnya karena dia tahu, laki-laki itu tidak akan pernah tergoda dan tertarik kepada dirinya. Apalah dirinya? Hanya sampah kotor dan menjijikkan. Meski dia tidak memakai sehelai pakaian pun, tidak akan membuat nafsu pria itu terbakar.

Masih ingat jelas di benaknya, perkataan suaminya beberapa hari lalu, jika dia merasa sangat jijik dan sampai kapan pun tidak akan pernah mau menyentuh sampah seperti dirinya.

Kata-kata itu selalu membekas kuat di hati serta ingatannya.

...*******...