NovelToon NovelToon
DEWA PERANG NAGA TERLARANG: Menantu Sampah Yang Mengguncang Langit

DEWA PERANG NAGA TERLARANG: Menantu Sampah Yang Mengguncang Langit

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi / Balas Dendam / Robot AI / Anak Yang Berpenyakit / Kultivasi Modern
Popularitas:2.6k
Nilai: 5
Nama Author: Zen Feng

Baskara—menantu sampah dengan Sukma hancur—dibuang ke Jurang Larangan untuk mati. Namun darahnya membangunkan Sistem Naga Penelan, warisan terlarang yang membuatnya bisa menyerap kekuatan setiap musuh yang ia bunuh. Kini ia kembali sebagai predator yang menyamar menjadi domba, siap menagih hutang darah dan membuat seluruh kahyangan berlutut. Dari sampah terhina menjadi Dewa Perang—inilah perjalanan balas dendam yang akan mengguncang sembilan langit!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zen Feng, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 3: JATUH KE NERAKA

Jatuh.

Hanya itu sensasi yang tersisa di alam kesadaran Baskara.

Tubuhnya berputar di udara bagaikan layang-layang putus, terombang-ambing tanpa daya. Angin menderu di telinganya, suaranya melengking tajam seperti jeritan ribuan arwah penasaran. Kegelapan menelannya bulat-bulat, begitu pekat hingga konsep 'atas' dan 'bawah' tak lagi memiliki makna.

Berapa lama ia jatuh? Detik? Menit? Jam? Waktu seolah kehilangan relevansinya di dalam perut Jurang Larangan.

‘Inilah akhirnya,’ pikir Baskara. Sebuah ketenangan ganjil menyelimuti batinnya—ketenangan milik seseorang yang telah berdamai dengan maut. ‘Akhir dari penghinaan. Akhir dari rasa sakit.’

Akhir dari Baskara Atmaja Dirgantara, si menantu sampah yang tak berharga.

Anehnya, tak ada rasa takut. Tak ada kepanikan. Yang ada hanyalah... penyesalan yang menyayat hati.

Wajah Larasati menari-nari di pelupuk matanya—tatapan lembut wanita itu, senyum rapuh yang ia berikan sembunyi-sembunyi, dan air mata yang tumpah saat Baskara tak mampu membelanya.

‘Maafkan aku,’ bisik batinnya, kalimat itu langsung direnggut oleh angin ganas. ‘Aku gagal melindungimu. Aku gagal menjadi suami yang kau butuhkan. Aku hanya... sampah.’

BUMMM!

Tubuhnya menghantam tanah dengan dampak yang mengerikan.

Rasa sakit—rasa sakit yang jauh melampaui imajinasi manusia—meledak seketika.

KRETEK! KRAK!

Bunyi tulang patah terdengar silih berganti, garing seperti ranting kering yang diinjak sepatu bot besi. Lengan kirinya bengkok ke arah yang tidak wajar. Kaki kanannya remuk. Tulang rusuk yang sebelumnya hanya retak, kini hancur lebur menusuk organ dalam.

Tubuhnya terpental, berguling kasar di atas permukaan batu tajam yang mencabik-cabik kulit dan dagingnya. Darah segar muncrat, membasahi tanah yang dingin dan gersang.

Akhirnya, tubuh hancur itu berhenti berguling. Baskara tergeletak, matanya menatap kosong ke atas—ke arah kehampaan abadi.

‘Jadi ini... dasar Jurang Larangan,’ pikirnya. Kesadarannya mulai timbul tenggelam. ‘Tempat di mana tak ada yang pernah kembali.’

Ia mencoba menarik napas, tapi parunya gagal mengembang. Rasanya seperti ada ribuan jarum berkarat yang ditanam di dadanya. Darah amis naik ke tenggorokan, memenuhi mulutnya dengan rasa logam yang menjijikkan.

‘Aku... akan mati di sini.’

Kesadaran itu datang dengan kejernihan yang menakutkan.

Sendirian. Dalam gelap. Tanpa ada yang tahu. Tanpa ada yang peduli.

Jari-jari tangan kanannya—satu-satunya anggota tubuh yang masih bisa merespons—mencakar tanah dengan lemah. Gemetar. Tapi ada sesuatu dalam jiwanya—api kecil yang menolak padam—memaksanya untuk terus bergerak.

‘Tidak,’ bisik suara kecil di kepalanya. ‘Tidak boleh berakhir seperti ini. Belum.’

‘AKU TIDAK BOLEH MATI DI SINI!’

Jeritan batinnya menggema, namun tubuhnya tak lagi mau diperintah. Ia sudah terlalu rusak.

Darah terus mengalir deras dari tubuhnya, membentuk genangan merah pekat. Ia bisa merasakan kehangatan nyawanya perlahan merembes keluar, digantikan oleh dinginnya kematian.

‘Larasati...’

Bayangan istrinya muncul lagi. Kali ini tersenyum—senyum di hari pernikahan mereka tiga tahun lalu. Hari yang seharusnya bahagia, namun menjadi awal dari neraka duniawinya.

‘Aku... minta maaf...’

Kelopak matanya memberat. Kegelapan di luar mulai menyatu dengan kegelapan di dalam.

Inilah akhirnya.

Namun—

Saat itulah keajaiban terjadi.

Darahnya—yang menggenang di bebatuan—mulai beraksi.

Cahaya merah samar berpendar dari genangan darah itu. Awalnya redup, namun perlahan cahaya itu merambat, menjalar mengikuti alur-alur parit kecil di lantai batu yang sebelumnya tak kasat mata.

Garis-garis kuno. Simbol-simbol terlarang.

Sebuah Formasi Segel Kuno yang terkubur debu ribuan tahun, kini terbangun karena darah manusia yang penuh dendam.

Darah Baskara menjadi kunci. Cahaya merah itu kian terang, menyala seperti lava pijar dalam kegelapan.

Baskara tak melihatnya. Matanya sudah tertutup rapat. Napasnya sudah terhenti.

Tapi ia mendengarnya.

Suara.

Bisikan-bisikan purba yang merayap dari segala arah.

"Darah..." "Darah manusia..." "Sudah berapa abad..." "Aroma keputusasaan ini... lezat..."

Suara-suara itu bertumpang tindih, menciptakan hiruk-pikuk yang mengerikan. Tapi Baskara lumpuh total. Ia hanya seonggok daging sekarat di atas altar pengorbanan.

Formasi itu kini menyala membutakan. Pola-pola rumit berputar—lingkaran di dalam lingkaran, dipenuhi aksara yang bukan berasal dari peradaban manusia. Ini adalah bahasa era Dewa dan Iblis.

Di pusat formasi, tepat di bawah tubuh hancur Baskara, pusaran energi merah mulai terbentuk.

Dan dari kedalaman jurang—dari lapisan kerak bumi yang paling dalam—sesuatu mulai menggeliat.

Sesuatu yang agung. Sesuatu yang buas. Sesuatu yang telah tertidur dalam segel selama ribuan tahun.

BOOOOM!

Ledakan energi dahsyat mengguncang dasar jurang. Dinding tebing retak, batu-batu raksasa runtuh. Pilar cahaya merah melesat vertikal, menembus kegelapan menuju mulut jurang di atas sana.

Di permukaan, Wibawa dan anak buahnya yang baru beranjak pergi tiba-tiba terpaku. Tanah di bawah kaki mereka bergetar hebat. Cahaya merah darah memancar dari bibir jurang, mewarnai langit malam dengan aura mencekam.

"Apa... apa itu?!" teriak salah satu pengawal, wajahnya pucat pasi.

Wibawa menatap jurang dengan mata terbelalak, lututnya gemetar. Instingnya menjerit bahaya. "Aku... aku tidak tahu. Ayo pergi! LARI SEKARANG!"

Mereka lari terbirit-birit, dikejar ketakutan irasional yang tak bisa dijelaskan. Mereka tidak tahu—dan tidak akan pernah paham—bencana apa yang baru saja mereka lepaskan ke dunia.

Di dasar jurang, tubuh Baskara terangkat melayang oleh kekuatan tak kasat mata.

Dibalut kepompong cahaya merah, tubuhnya berputar pelan.

Lalu suara itu datang.

Bukan bisikan. Ini adalah TITAH. Suara yang bergema laksana guntur, menggetarkan sukma, suara dari entitas yang pernah berdiri di puncak rantai makanan.

"AKHIRNYA..."

Suara itu meremukkan bebatuan di sekitar.

"SETELAH RIBUAN TAHUN... KAU MEMBANGUNKANKU."

Aura kehadiran yang luar biasa masif menekan udara. Kuno, buas, dan penuh dominasi.

"MANUSIA..."

Suara itu menembus langsung ke dalam sisa kesadaran Baskara, memaksanya untuk tetap 'ada'.

"AKULAH SISA JIWA RAJA NAGA PENELAN SURGA. DISEGEL DI NERAKA INI OLEH PARA DEWA PENGECUT YANG GEMETAR PADA KEKUATANKU. DAN KINI... DARAHMU YANG PENUH DENDAM TELAH MEMBUKA KUNCI SEGELKU."

Di ambang kematian, pikiran Baskara yang kacau mencoba memproses. ‘Raja Naga? Dewa?’

"KAU SEKARAT, BOCAH. NYAWAMU SUDAH DI UJUNG TANDUK. TAPI AKU BISA MEMBERIMU PILIHAN. AKU BISA MENYATU DENGANMU. MEMBERIMU KEKUATAN UNTUK MELAHAP LANGIT DAN BUMI. KEKUATAN UNTUK MENGUBAH KULTIVASI MUSUHMU MENJADI MILIKMU."

‘Kekuatan...’

Kata itu menggema magis.

Kekuatan untuk melindungi Larasati. Kekuatan untuk membalas dendam. Kekuatan untuk berhenti menjadi sampah.

"TAPI INGAT, MANUSIA. KEKUATANKU ADALAH KUTUKAN. KAU AKAN MENJADI MUSUH ALAM SEMESTA. JALANMU AKAN DIPENUHI DARAH. DAN SEMAKIN BANYAK KAU MELAHAP, SEMAKIN TIPIS BATAS ANTARA MANUSIA DAN MONSTER."

‘Harga...’

Apa peduli Baskara soal harga? Kemanusiaan? Dia sudah diperlakukan lebih rendah dari binatang selama tiga tahun. Nyawa? Dia sudah mati di sini.

Tidak. Dia tidak punya apa-apa untuk dipertaruhkan. Tapi dia punya segalanya untuk dimenangkan.

Dengan sisa tekad terakhir, Baskara menjawab dalam batinnya. Lirih, namun tegas.

‘Aku... tidak peduli... soal langit... atau monster...’

"HO? KATAKAN, MANUSIA. APA YANG KAU INGINKAN?"

‘Kekuatan...’

‘Kekuatan untuk... membunuh semua bajingan yang menghinaku...’

Mata Baskara terbuka sedikit—celah sempit yang memancarkan kegilaan.

‘Berikan aku kekuatan itu... dan ambillah apa pun yang kau mau sebagai bayarannya!’

Hening.

Satu detik. Dua detik.

Lalu—

"HAHAHAHAHA!"

Tawa Raja Naga meledak, mengguncang jurang hingga ke akarnya. Tawa yang penuh kepuasan.

"BAGUS! KAU TIDAK MEMOHON BELAS KASIH. KAU MENUNTUT BALAS DENDAM! KAU... COCOK DENGANKU!"

"BAIKLAH! TERIMALAH WARISANKU! JADILAH PEWARIS NAGA PENELAN! KITA AKAN MELAHAP DUNIA INI BERSAMA-SAMA!"

"KONTRAK... DISEGEL!"

BLAAAARRRR!

Cahaya merah meledak.

Tulang-tulang Baskara yang hancur bergerak sendiri. KRAK! KRAK! KRAK! Mereka menyatu kembali secara paksa, direkonstruksi menjadi lebih padat, lebih kuat, sekeras baja.

Luka-lukanya menutup dengan kecepatan yang tak masuk akal. Daging baru tumbuh menutupi tulang. Organ dalamnya diperbarui.

Dan di dalam dadanya—di tempat Sukma yang hancur berada—sesuatu yang baru terbentuk.

Sebuah Sukma berwarna hitam pekat dengan aura naga merah yang melingkarinya.

Sukma Naga Penelan.

Raja Naga yang menggetarkan langit.

Arus Prana membanjiri tubuhnya seperti tsunami. Rasa sakit transformasi ini seribu kali lebih menyakitkan daripada saat tulang patah, tapi Baskara tidak pingsan. Dia meraung—raungan yang terdengar bukan seperti manusia, tapi seperti naga muda yang baru lahir.

Cahaya menyilaukan melahap segalanya.

Lalu, hening.

Kegelapan kembali menyelimuti dasar jurang.

Namun di tengah kegelapan itu, sepasang mata terbuka.

Mata itu bukan lagi mata yang sama. Hitam legam, namun dengan pupil vertikal samar yang bersinar merah—seperti bara api neraka.

Baskara duduk tegak. Tubuhnya utuh sempurna. Otot-ototnya terasa padat, dialiri energi yang meletup-letup.

Tiba-tiba, sebuah layar transparan berwarna biru keemasan muncul melayang di hadapannya.

[SISTEM NAGA PENELAN TERAKTIVASI]

[Penyatuan Jiwa: 100% Selesai]

[Tubuh Inang Dipulihkan Sepenuhnya]

STATUS PENGGUNA:

Nama : Baskara Atmaja Dirgantara

Umur : 19 Tahun

Kultivasi : Ranah Penempaan Tubuh - Bintang 1 (Awal)

HP : 100/100

Prana : 100/100

Skill Unik : [DEVOURING] (Terkunci - Butuh Darah Pertama)

Baskara menatap tulisan yang melayang itu.

"Sistem..." bisiknya, suaranya terdengar lebih berat dan berwibawa. "Ini nyata?"

[Benar, Tuan. Aku adalah manifestasi dari kehendak Raja Naga. Mulai hari ini, takdirmu ada di tanganmu sendiri. Tugasku adalah menjadikanmu Dewa Perang yang paling ditakuti. Dan tugasmu... adalah memberiku makan dengan nyawa musuhmu.]

‘Memberi makan...’

Baskara menyeringai. Senyum iblis terukir di wajah tampannya.

"Dengan senang hati."

[Tutorial Pertama: Buka Kunci Skill [DEVOURING]. Ada mangsa mendekat. Bunuh dia.]

Baskara menoleh cepat. Matanya yang kini tajam menembus kegelapan.

Sekitar dua puluh meter di depannya, sepasang mata hijau menyala menatap lapar.

Geraman rendah terdengar.

[Serigala Bayangan Hantu (Shadow Wolf)] [Tingkat: Spirit Beast - Penempaan Tubuh Bintang 5]

Binatang buas itu tertarik pada bau darah dan ledakan energi barusan. Ia mengira akan menemukan bangkai empuk.

Tapi ia salah.

Serigala itu melompat dari kegelapan, taringnya mengarah ke leher Baskara. Cepat. Mematikan.

Namun bagi Baskara yang baru, gerakan itu terlihat lambat.

Ia tidak menghindar. Ia tidak lari.

Dengan insting membunuh yang baru, tangannya bergerak secepat kilat, mencengkeram leher serigala itu di udara sebelum taringnya sempat menyentuh kulit.

GRAB!

Cengkeraman Baskara sekuat besi. Serigala itu meronta, tapi tak berdaya.

Mata merah Baskara bersinar dalam gelap. Untuk pertama kalinya, ia merasakan sensasi kekuatan absolut.

"Kau datang di saat yang tepat," bisik Baskara dingin. "Aku sedang lapar."

[BERSAMBUNG KE BAB 4]

1
Meliana Azalia
Hahahaha 🤣
Ronny
Alamak ngerinyoo, lanjut thor🔥
Heavenly Demon
anjayy manteb manteb keren ni Baskara
Zen Feng
Feel free untuk kritik dan saran dari kalian gais 🙏
Jangan lupa like dan subscribe apabila kalian menikmati novelku 😁😁
Ren
mantab saya suke saya suke /Drool/
Ren
kedelai tidak jatuh di lubang yang sama dua kali👍
Ren
nasib orang lemah dimana mana selalu diremehin 😭
apang
toorrrrr si wibawa harus dimatiin ya
Ronny
Nekat si mc nekat banget
Heavenly Demon
suka banget pembalasan dendamnya, mntabss
Heavenly Demon
pembalasan dendam yang satisfying
Heavenly Demon
mantab dari cupu jadi suhu
Abdul Aziz
anjay seru banget figtnya ga cuma ngandelin otot tapi otak juga, brutal parah 😭 jangan sampe berhenti di tengah jalan thor, harus sampe tamat ya!!!
oya untuk tingat ranah bisa kamu jelasin lebih detail thor di komen agak bingung soalnya hehe
Abdul Aziz
gila gila bener bener brutal! mantab👍
Abdul Aziz
hoho balas dendam pertama
Abdul Aziz
lanjut lanjut thor gila fightnya brutal banget keren👍👍👍
Abdul Aziz
anjai modyar kan lo hampir aja
Abdul Aziz
kena batunya lo bas, keras kepala si lo
Abdul Aziz
huahahaa🤣 otaknya uda sengklek
Abdul Aziz
blak blakan banget ini mesin 🤣🤣🤣🤣
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!