Ini cerita sederhana seorang pemuda di pedesaan. Tentang masalah pertumbuhan dan ketertarikan terlarang. Punya kakak ipar yang cantik dan seksi, itulah yang di alami Rangga. Cowok berusia 17 tahun itu sedang berada di masa puber dan tak bisa menahan diri untuk tak jatuh cinta pada sang kakak ipar. Terlebih mereka tinggal serumah.
Semuanya kacau saat ibunya Rangga meninggal. Karena semenjak itu, dia semakin sering berduaan di rumah dengan Dita. Tak jarang Rangga menyaksikan Dita berpakaian minim dan membuat jiwa kejantanannya goyah. Rangga berusaha menahan diri, sampai suatu hari Dita menghampirinya.
"Aku tahu kau tertarik padaku, Dek. Aku bisa melihatnya dari tatapanmu?" ucapnya sembari tersenyum manis. Membuat jantung Rangga berdentum keras.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desau, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 22 - Membuktikan
Kebetulan jalan yang dilewati Rangga kala itu sepi. Jadi tidak ada yang melihat kedekatannya dengan Dita. Cukup lama Dita memeluknya dari belakang. Tetapi dia berhenti memeluk saat jalan mulai ramai.
Sungguh, Rangga tidak mengerti dengan gelagat Dita yang tak tertebak. Namun dia tak akan bertanya dan menganggap pelukan tadi bukanlah apa-apa. Mungkin Dita hanya terbiasa begitu.
Tak lama mereka tiba di pasar. Dita segera turun dari motor Rangga.
"Makasih ya, Dek!" ucapnya.
"Iya, Kak. Nanti Kakak pulangnya gimana?" tanya Rangga.
"Tenang aja. Kan ada becak dan ojek," jawab Dita.
"Benar juga. Ya sudah, aku berangkat ke sekolah dulu." Rangga mencium punggung tangan Dita. Dia lalu beranjak dengan motornya.
Sesampainya di sekolah, Rangga tentu memarkirkan motornya terlebih dahulu.
"Hei, Sayang..." bisik seseorang dari telinga kanannya. Sontak Rangga menoleh, dan menemukan kalau orang itu adalah Ifan.
"Sialan!" umpat Rangga. Reaksinya itu disambut gelak tawa oleh Ifan dan Junaidi.
"Tuh, dengar dipanggil sayang aja masih syok, masa udah ngaku punya pacar," kata Junaidi.
Rangga memutar bola mata jengah. Dia memilih diam dan membiarkan dua temannya itu selesai mengejek.
"Eh, tapi kan mungkin saja, Nai. Aku tiba-tiba terpikir, bagaimana kalau pacarnya adalah Kak Dita!" cetus Ifan.
Plak!
Geplakan dari Rangga langsung mendarat ke jidatnya.
"Pikiranmu itu ya! Jelas enggaklah. Masa aku pacarin istri kakakku sendiri. Udah gila kali!" cerocos Rangga.
"Terus siapa pacarmu? Katanya hari ini mau buktiin," tantang Junaidi.
"Ikut aku!" ajak Rangga sembari berjalan lebih dulu. Junaidi dan Ifan lantas mengikutinya.
Rangga berjalan cepat menuju kelas. Setibanya di sana dia mencari Astrid. Gadis itu tampak duduk di tempatnya.
Astrid segera menatap Rangga. Dia tersenyum dan berdiri. Ia bergegas menghampiri Rangga.
"Kok kau datangnya agak telat sih?" tukas Astrid.
"Tadi aku bangunnya agak kesiangan. Kau udah lama datangnya?" tanggap Rangga. Tanpa diduga dia membelai rambut Astrid. Apa yang dilakukannya tentu membuat semua orang terkejut. Terutama Junaidi dan Ifan. Dua sahabat Rangga itu saling bertukar pandang dengan mulut sedikit menganga.
"Nggak juga. Tapi aku nungguin kamu," sahut Astrid. Ia tak bisa berhenti menatap Rangga seperti biasa. Matanya berbinar-binar seakan jadi bukti kalau dirinya memang mengagumi Rangga.
"Apaan coba nungguin aku," komentar Rangga. Dia sadar kalau dirinya dan Astrid sedang jadi pusat perhatian. Barulah Rangga merasa malu, dia bergegas melangkah menuju bangkunya.
Akan tetapi Astrid mengikuti dan menggandeng lengannya begitu saja. Wajah Rangga seketika memerah bak kepiting rebus. Jujur saja, di awal tadi dia hanya sengaja ingin menunjukkan kalau Astrid pacarnya. Sayangnya Rangga lupa kalau di kelas itu tidak hanya ada Junaidi dan Ifan.
"Nanti pas jam istirahat, kita ke kantin bareng ya," pinta Astrid.
"Bisa." Rangga mengangguk. Dia melepas tasnya dan duduk ke bangku. Sedangkan Astrid tampak duduk di atas meja Rangga. Rangga sendiri terkejut melihat gadis itu begitu.
"Tunggu dulu, kalian pacaran?" tanya Junaidi memastikan. Sedangkan Ifan tampak memasang raut wajah tegang di sebelahnya.
"Bukankah udah jelas?" tanggap Astrid sembari terkekeh. "Iyakan, Sayang?" lanjutnya bertanya pada Rangga.
Rangga mengangguk sambil tersenyum. Dia puas melihat reaksi Junaidi dan Ifan. Rangga sudah bisa membuktikan pada dua orang itu kalau dirinya memang punya pacar.
"Sejak kapan? Kenapa? Bagaimana bisaaaa?!" cecar Ifan yang sulit percaya.
Rangga lebih mengerti dita sebaliknya juga begitu rasanya mereka cocok
mangats thor sllu ditunggu up nya setiap hari