NovelToon NovelToon
Sebelum Segalanya Berubah

Sebelum Segalanya Berubah

Status: sedang berlangsung
Genre:Mengubah Takdir / Dunia Masa Depan / Fantasi / TimeTravel
Popularitas:771
Nilai: 5
Nama Author: SunFlower

Rania menjalani kehidupan yang monoton. Penghianatan keluarga, kekasih dan sahabatnya. Hingga suatu malam, ia bertemu seorang pria misterius yang menawarkan sesuatu yang menurutnya sangat tidak masuk akal. "Kesempatan untuk melihat masa depan."

Dalam perjalanan menembus waktu itu, Rania menjalani kehidupan yang selalu ia dambakan. Dirinya di masa depan adalah seorang wanita yang sukses, memiliki jabatan dan kekayaan, tapi hidupnya kesepian. Ia berhasil, tapi kehilangan semua yang pernah ia cintai. Di sana ia mulai memahami harga dari setiap pilihan yang dulu ia buat.

Namun ketika waktunya hampir habis, pria itu memberinya dua pilihan: tetap tinggal di masa depan dan melupakan semuanya, atau kembali ke masa lalu untuk memperbaiki apa yang telah ia hancurkan, meski itu berarti mengubah takdir orang-orang yang ia cintai.

Manakah yang akan di pilih oleh Rania?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SunFlower, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

#3

Happy Reading...

.

.

.

Beberapa minggu berlalu sejak kejadian malam itu. Rania menjalani hari-harinya seperti biasa atau setidaknya berpura-pura baik-baik saja. Kantor masih penuh tekanan, keluarganya masih dingin dan tetap mengabaikannya. Sementara dirinya hanya bisa kembali menelan perasaannya sendiri. Namun hari itu, ada sesuatu yang berbeda.

Lift gedung tempatnya bekerja rusak sejak pagi, membuat seluruh karyawan harus menggunakan tangga darurat. Rania menghela napas panjang, memijat keningnya yang berdenyut. “Ya Tuhan… bahkan lift pun sepertinya tidak berpihak kepadaku hari ini,” gumamnya lelah.

Ia menahan tas di bahunya lalu mulai melangkah menaiki anak tangga. Saat baru berada di lantai delapan, langkahnya terhenti. Ia melihat siluet seorang pria yang sangat dikenalnya, Jordi. Cara berjalan itu, bahunya yang sedikit membungkuk… Rania benar-benar hafal.

Namun kali ini Jordi tidak sendirian. Ada sosok perempuan di belakangnya. Rambut panjang, cara berdirinya dan suara halus yang samar-samar terdengar.

Rania membeku.

Laras?

Laras, sahabatnya. Perempuan yang selama bertahun-tahun selalu mendukungnya, memintanya untuk kuat dan berulang kali meyakinkan bahwa Jordi adalah pria yang tepat untuk dirinya.

Hatinya berdegup kencang. Ia tidak bermaksud menguping, namun langkah mereka melambat sehingga jaraknya semakin dekat.

“Aku tidak bisa terus seperti ini, Jordi,” suara Laras terdengar jelas. “Kamu janji padaku. Kamu bilang kamu akan bicara pada Rania, kamu akan akhiri hubungan kalian.”

Jordi berhenti di salah satu pijakan tangga. “Aku tahu, Laras. Tapi kamu harus sabar. Tidak semudah itu.”

Rania mematung di balik belokan tangga, menyembunyikan dirinya. Nafasnya tercekat.

Jordi… dan Laras?

Laras terdengar frustrasi. “Kamu bilang hubungan kalian sudah tidak berarti apa-apa. Kamu bilang kamu tidak mencintainya lagi. Kalau begitu kenapa kamu masih bersamanya? kenapa kamu masih mempertahankan hubungan kalian?”

Jordi menahan napas sebelum menjawab, “Karena aku masih butuh dia, Laras. Aku tidak bisa memutuskan dia sekarang. Aku mohon mengertilah. ”

Rania merasa dunia seolah berhenti berputar.

Laras melangkah lebih dekat ke Jordi. “Kamu butuh dia? Untuk apa, Jordi?”

Jordi mengusap tengkuknya, gelisah. “Kamu tahu jawabannya. Rania orang yang paling dipercaya di tim. Kalau aku ingin naik jabatan, aku butuh hasil kerjanya. Dia yang membuat laporanku terlihat rapi, dia yang membantuku presentasi, dia juga yang menutup semua kekuranganku.”

Senyum dingin muncul di wajah Laras. “Dan kamu manfaatkan itu?”

“Ini hanya sementara,” jawab Jordi cepat, seakan ingin membenarkan dirinya sendiri. “Begitu posisiku naik, aku akan putuskan dia. Kamu harus sabar.”

Laras tertawa pelan namun penuh sinis. “Sabar? Kamu pikir aku tidak sabar selama ini? Kamu pikir aku tidak malu menjadi orang ketiga diam-diam? Jordi… aku ingin kita resmi. Aku tidak ingin hubungan gelap seperti ini.”

Jordi menatap Laras penuh kebingungan. “Aku tahu… tapi kalau aku putuskan Rania sekarang, dia tidak akan mau membantuku lagi. Penilaianku bisa turun. Kamu tahu bagaimana ambisi Bu Hana. Aku bisa kehilangan kesempatan yang sudah dekat ini.”

Laras menyilangkan tangan. “Jadi kamu memilih jabatan daripada aku?”

“Aku tidak bilang begitu,” sahut Jordi cepat.

“Tapi tindakan kamu jelas mengatakan itu, Jordi! Kamu bilang kamu mencintaiku, tapi kamu tetap memintaku menunggu. Sudah berapa lama? Dan kamu masih berlindung di balik Rania yang…” Laras menghela napas keras. “Yang bahkan masih percaya bahwa aku adalah sahabatnya.”

Jordi menatap Laras dengan raut panik. “Laras, dengar aku. Aku butuh waktu, itu saja.”

“Sampai kapan?”

“Sampai semuanya beres,” jawab Jordi dengan nada memohon. “Begitu aku naik jabatan, aku janji akan tinggalkan Rania. Aku janji, kamu hanya perlu menunggu sedikit lagi.”

Laras menatap Jordi tajam, matanya berkaca-kaca. “Kamu sungguh tega.”

Rania, yang bersembunyi di balik dinding, merasakan tubuhnya gemetar. Seluruh percakapan itu menghantamnya seperti badai. Bukan hanya soal pengkhianatan Jordi, tetapi Laras… Laras yang sudah ia anggap seperti saudaranya sendiri.

Jordi melanjutkan, “Kamu tahu kalau aku putuskan dia sekarang, semua pekerjaanku akan berantakan. Aku butuh dia sampai semuanya aman.”

Perlahan, air mata turun dari mata Rania. Ia mencengkeram pegangan tangga, menahan tubuhnya agar tidak roboh. Suaranya tercekat dalam diam.

"Aku… Sekali lagi.. Sekali lagi aku di manfaatkan?" Ucap Rania lirih.

Dunia yang selama ini ia perjuangkan.Sebuah hubungan.. Persahabatan.. Kepercayaan runtuh begitu saja. Semua yang ia bela selama ini ternyata hanya permainan bagi mereka.

Jordi mendekati Laras, memegang bahunya. “Tolong, Laras. Bersabarlah. Semua ini untuk masa depan kita.”

Laras menatapnya lama sebelum menjawab lirih, “Baik… tapi ini yang terakhir kalinya aku menunggu tanpa kepastian.”

Jordi mengangguk lega. “Terima kasih. Percayalah padaku.”

Percakapan itu akhirnya mereda, dan keduanya melanjutkan menaiki tangga. Rania menahan napas, menunggu hingga suara mereka hilang dari tangga. Baru setelah itu ia mundur, bersandar lemah pada dinding dingin di belakangnya.

Air matanya terus mengalir, jatuh tanpa bisa ia kendalikan. “Aku ini apa…?” bisiknya, suaranya nyaris tak terdengar.

Tidak ada jawaban, hanya suara kosong tangga darurat yang memantulkan kepedihan yang baru saja ia dengar.

Dan untuk kesekian kali dalam hidupnya, Rania merasakan patah… sampai ke bagian terdalam dirinya.

.

.

.

Rania memutuskan untuk berbalik dan pergi dari sana. Langkahnya terasa begitu berat seolah seluruh tenaganya tersedot habis bersamaan dengan runtuhnya kepercayaan yang selama ini ia coba untuk pertahankan. Ia menahan napas, mencoba menahan diri agar tidak jatuh di tangga darurat itu. Namun jantungnya berdegup terlalu cepat, suara Jordi dan Laras masih menggema jelas di kepalanya.

Dengan langkah gontai, ia menuju toilet perempuan di lantai dua. Begitu pintu tertutup, ia langsung bersandar pada dinding dingin berlapis keramik. Tubuhnya bergetar. Bibirnya ia gigit dalam-dalam, berharap rasa sakit di bibir bisa menggantikan sakit yang mengoyak dadanya. Namun usaha itu sia-sia. Justru air matanya semakin deras, mengalir tanpa bisa ia tahan.

“Kenapa… kenapa harus aku?” bisiknya lirih, suaranya pecah karena tangis yang ia tekan sejak tadi.

Ia mengepalkan jemari, mencoba menahan isakan yang ingin meledak. “Aku bahkan tidak marah… aku hanya… aku hanya ingin tahu apa salahku?” gumamnya lagi sambil menundukkan kepala.

Rania merasakan dada bagian kanannya terasa nyeri, sesak, seperti ditusuk jarum bertubi-tubi. Semakin ia mengingat percakapan itu, semakin hancur dirinya.

Perselingkuhan antara Jordi dan Laras… dua orang yang selalu ia percayai. Dua orang yang selalu ia bela, selalu ia dahulukan dan selalu ia beri ruang dalam hidupnya.

Namun pada akhirnya, keduanya justru saling mengkhianati kepercayaannya.

“Jadi… aku ini hanya alat?” tanyanya pada dirinya sendiri. “Seseorang yang bisa mereka manfaatkan sampai mereka tidak membutuhkan aku lagi?”

Rania meremas ujung blazernya erat-erat. Ia menatap pantulan dirinya di cermin. Kedua mata yang membengkak, wajah pucat dan ekspresi yang ia sendiri tidak pernah lihat sebelumnya. Kelelahan, amarah, kecewa, semuanya tertumpuk menjadi satu.

“Apa semua orang itu sama? Hanya memanfaatkan aku? Tidak ada yang benar-benar peduli? Tidak ada yang benar-benar tulus?” suara hatinya kembali bergetar, seakan setiap kata menjadi pisau yang menusuk lebih dalam.

Ia menutup mata, berharap kegelapan di balik kelopak bisa memberikan sedikit ketenangan. Tetapi yang muncul justru bayangan masa lalu, keluarga yang tidak peduli, teman-teman yang sering memintanya mengerjakan pekerjaan yang bukan miliknya dan kini… kekasih serta sahabat yang mengkhianatinya.

Lalu ia harus apa sekarang? Ia harus bagaimana?

Pertanyaan itu berputar-putar seperti lingkaran tanpa ujung. Ia ingin marah. Ia ingin menjerit. Ia ingin bertanya langsung pada mereka. Namun ia tidak punya kekuatan. Tidak hari ini. Tidak ketika dirinya bahkan tidak yakin apakah masih punya harapan untuk mempercayai siapa pun lagi.

Yang ia tahu hanya satu, ia tidak bisa terus seperti ini. Tidak bisa terus menjadi seseorang yang dimanfaatkan, dijadikan alat lalu dibuang begitu saja.

Namun untuk melangkah keluar dari lingkaran itu… Rania belum tahu caranya.

Ia terisak pelan. “Aku lelah… benar-benar lelah…”

.

.

.

Jangan lupa tinggalkan jejak...

1
Puji Hastuti
Seru
Puji Hastuti
Masih samar
Puji Hastuti
Semakin bingung tp menarik.
Erni Kusumawati
masih menyimak
Puji Hastuti
Menarik, lanjut kk 💪💪
Erni Kusumawati
duh.. semoga tdk ada lagi kesedihan utk Rania di masa depan
Puji Hastuti
Masih teka teki, tapi menarik.
Puji Hastuti
Apa yang akan terjadi selanjutnya ya, duh penasaran jadinya.
Puji Hastuti
Gitu amat ya hidup nya rania, miris
Erni Kusumawati
luka bathin anak itu seperti menggenggam bara panas menyakitkan tangan kita sendiri jika di lepas makan sekeliling kita yg akan terbakar.
Erni Kusumawati
pernah ngalamin apa yg Rania rasakan dan itu sangat menyakitkan, bertahun-tahun mengkristal dihati dan lama-lama menjadi batu yg membuat kehancuran untuk diri sendiri
Erni Kusumawati
mampir kk☺☺☺☺
chochoball: terima kasih kakak/Kiss//Kiss//Kiss/
total 1 replies
Puji Hastuti
Carilah tempat dimana kamu bisa di hargai rania
Puji Hastuti
Ayo rania, jangan mau di manfaatkan lagi
Puji Hastuti
Bagus rania, aq mendukungmu 👍👍
chochoball: Authornya ga di dukung nihhh.....
total 1 replies
Puji Hastuti
Memang susah jadi orang yang gak enakan, selalu di manfaatkan. Semangat rania
Puji Hastuti
Kasihan rania
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!