NovelToon NovelToon
ANTARA CINTA DAN DENDAM

ANTARA CINTA DAN DENDAM

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / Balas Dendam / Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan
Popularitas:2.5k
Nilai: 5
Nama Author: my name si phoo

Sania, seorang dokter spesialis forensik, merasakan hancur saat calon suaminya, Adam, seorang aktor terkenal, meninggal misterius sebelum pernikahan mereka. Polisi menyatakan Adam tewas karena jatuh dari apartemen dalam keadaan mabuk, namun Sania tidak percaya. Setelah melakukan otopsi, ia menemukan bukti suntikan narkotika dan bekas operasi di perut Adam. Menyadari ini adalah pembunuhan, Sania menelusuri jejak pelaku hingga menemukan mafia kejam bernama Salvatore. Untuk menghadapi Salvatore, Sania harus mengoperasi wajahnya dan setelah itu ia berpura-pura lemah dan pingsan di depan mobilnya, membuat Salvatore membawanya ke apartemen. Namun lama-kelamaan Salvatore justru jatuh hati pada Sania, tanpa mengetahui kecerdikan dan tekadnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon my name si phoo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 4

Sesampainya di lokasi kejadian, suasana masih dipenuhi garis polisi berwarna kuning yang membentang di sekeliling apartemen.

Beberapa petugas masih tampak berjaga, sementara wartawan sudah mulai meninggalkan tempat itu.

Sania turun perlahan dari mobil, mengenakan masker dan kacamata hitam agar tidak mudah dikenali.

Papa Erwin menggandeng tangan Sania dan berpura-pura berjalan di sekitar sana sambil mendekati wartawan yang masih ada disana.

"Apa yang terjadi?" tanya Sania kepada salah satu wartawan yang sedang meliput.

Salah satu wartawan menoleh ke arah Sania yang mengajaknya bicara.

"Pejalan kaki menemukan jasad aktor Adam Smith tergeletak di sana. Polisi mengatakan kalau Adam mabuk dan tergelincir dari balkon." jawab wartawan.

Sania mencengkram erat kedua tangannya saat mendengar kata 'mabuk'.

Ia sangat tahu sekali kalau calon suaminya tidak pernah menyentuh minuman keras.

Wartawan mendekat ke arah Sania yang masih terpaku di depan garis polisi, matanya menatap ke arah balkon lantai enam yang kini kosong.

"Nona, sepertinya kematian Adam ada yang aneh" ucap wartawan.

Sania mengernyitkan keningnya saat mendengar perkataan itu.

"Aneh? Aneh bagaimana?" tanya Sania.

Wartawan mengambil ponselnya dan menunjukkan video saat jasad Adam belum ditutup kain.

"Ada lilitan perban di perut Adam dan setelah itu mereka memakamkan jenazah Adam tanpa otopsi." jawab Wartawan yang kemudian memasukkan ponselnya.

"Dimakamkan? Tanpa menunggu keluarga dan aku calon istrinya?" gumam Sania.

Sania yang akan bertanya lagi langsung dihentikan oleh Papa Erwin.

"Ayo kita cari makan dulu. Papa lapar." ucap Papa sambil menggandeng tangan putrinya masuk kedalam mobil.

Papa Erwin meminta Sania untuk diam karena ada seseorang yang dari tadi mengawasi mereka berdua.

Sania menundukkan kepalanya sambil melirik ke arah seseorang yang mengawasi mereka.

Kemudian Papa Erwin Melajukan mobilnya menuju ke depot untuk membeli makanan.

"Pa, kenapa kita tidak langsung pulang saja?" tanya Sania yang heran dengan Papa Erwin.

Papa Erwin mengambil ponselnya dan mengetik sesuatu di layar ponselnya.

Sania membaca pesan yang baru saja diketik Papa di ponselnya.

Ada mobil hitam yang mengikuti kita sejak dari lokasi kejadian. Jangan menoleh. Bertingkahlah seperti biasa.

Sania menelan salivanya saat selesai membaca pesan yang ditulis oleh Papa Erwin.

Papa Erwin membelokkan mobilnya ke sebuah gang dimana depot langganan mereka ada disana.

Sesampainya di depot Papa turun lebih dulu, kemudian membukakan pintu untuk Sania, seolah mereka hanya pasangan ayah dan anak yang ingin makan siang biasa.

Begitu masuk, Papa Erwin langsung memesan makanan dan duduk di meja paling pojok, jauh dari jendela.

Sania duduk di depannya, masih memegangi ponsel dengan jemari yang dingin.

"Pa, apa mungkin Adam dibunuh?" tanya Sania dengan suara lirih.

Papa Adam tersenyum tipis sambil membelai rambut putrinya.

"Kita bahas nanti saja, ya. Sekarang kita makan dulu." jawab Papa.

Sania melihat ada dua orang yang masuk dan memperhatikan mereka berdua.

"Ayo kita makan dulu." ucap Papa saat pelayan menghidangkan makanan yang merupakan pesan.

Sementara itu di Villa dimana Widi dan semua orang yang terlibat pembunuhan Adam sedang menunggu kedatangan Salvatore.

Mereka tertawa kecil dan membahas apa yang mereka lakukan kepada Adam.

"Aku merindukan suara teriakan Adam." ucap Sisil sambil memegang gelas berisi wine.

Rubby tertawa kecil dan ia masih ingat saat menutup mulut Adam.

"Dia sangat tampan, tapi sayang harus berak di tangan kita."

Disaat sedang mengobrol tiba-tiba mereka mendengar langkah kaki Salvatore yang berjalan ke arah mereka.

Seorang pria tampan berjas hitam rapi masuk dengan wajahnya dingin dan mempunyai mata tajam seperti bilah pisau.

Nama Salvatore sangat ditakuti oleh pengusaha dan pejabat.

Widi, Rubby, Sisil dan yang lainnya langsung duduk bersimpuh di hadapan Salvatore.

"Apakah kalian berhasil mendapatkan flashdisk itu?" tanya Salvatore sambil duduk di kursi kebesarannya.

Dua pengawal Salvatore menatap mereka berdua.

Widi bangkit dan memberikan flashdisk itu kepada Salvatore.

Salvatore menatap flashdisk hitam kecil itu lama, seolah menilai nilainya bukan dari bentuknya, tapi dari rahasia besar yang mungkin tersimpan di dalamnya.

Ia memberi isyarat kepada salah satu pengawalnya.

“Periksa isinya,” ucapnya dingin.

Salah satu pengawal segera menyambungkan flashdisk itu ke laptop yang ada di meja marmer.

Semua orang menahan napasnya saat anak buah Salvatore membuka isi flashdisk itu.

Bintang kecil dilangit yang biru

Mereka langsung saling pandang saat mendengar lagu anak-anak di dalam flashdisk.

"Kalau kalian mendengar ini, berarti kalian terlalu mudah ditipu oleh seorang aktor.” ucap Adam terdengar dari rekaman itu.

Widi, Rubby, Sisil dan yang lainnya langsung menelan salivanya saat mendengar perkataan Adam.

BRAKKKK!

Salvatore langsung melempar laptop ke dinding sampai pecah.

Potongan layar dan papan ketiknya berhamburan di lantai.

Ruangan yang tadinya dipenuhi tawa mendadak senyap total dan hanya terdengar napas berat Salvatore yang berdiri perlahan dari kursinya.

"Temukan flashdisk yang asli atau....,"

DORR!

Suara tembakan yang diarahkan ke salah satu anak buah Widi.

Salvatore menurunkan pistolnya perlahan-lahan dan asap masih mengepul dari moncongnya, sementara tubuh salah satu anak buah Widi terjatuh dengan darah menggenang di lantai marmer.

Ruangan itu berubah menjadi hening, begitu mencekam hingga suara napas pun terasa berat.

Tatapan Salvatore beralih tajam ke Widi, Rubby, dan Sisil yang kini menunduk ketakutan.

“Dengarkan aku baik-baik. Kalau dalam dua puluh empat jam kalian tidak menemukan flashdisk yang asli, bukan hanya kalian yang mati. Keluarga kalian juga akan ikut.”

Widi gemetar hebat, tapi ia berusaha menelan rasa takutnya.

“B-baik, Tuan. Kami akan menemukannya. Saya pastikan itu.”

Salvatore mendekat dan menepuk pipi Widi dengan ringan, seolah sedang menenangkan anak kecil yang ketakutan.

“Bagus. Jangan membuatku kehilangan kesabaran lagi.”

Salvatore langsung meninggalkan villa dan berjalan keluar ruangan diiringi dua pengawalnya.

Begitu pintu tertutup, Widi langsung jatuh terduduk.

Napasnya tersengal, keringat dingin mengalir di pelipisnya.

Widi mengambil ponselnya dan menghubungi kepala polisi Ardi.

"Cepat tangkap Sania dan bawa dia ke Villa Salvatore." ucap Widi.

Kepala polisi Ardi langsung mengiyakan apa yang dikatakan oleh Widi.

Ia memanggil anak buahnya untuk ikut ke rumah Erwin.

Sementara itu Papa Erwin dan Sania baru saja tiba di rumah.

Papa Erwin masuk ke kamar putrinya dan memasukkan semua pakaiannya, paspor dan beberapa uang tunai.

"Pa, ada apa? Kenapa Papa memasukkan semua pakaianku?" tanya Sania.

"San, Papa nggak punya banyak waktu buat jelaskan. Tapi kamu harus percaya, kalau kamu sekarang dalam bahaya.”

“Bahaya? Dari siapa?”

“Orang-orang yang membunuh Adam,” jawab Papa Adam.

Kemudian ia menyerahkan sebuah kartu nama ke tangan Sania.

BIMA ADITYA – Investigasi Forensik Independen.

“Temui Bima. Dia teman Papa, dulu anggota Interpol. Sekarang tinggal di villa tua di daerah Puncak. Dia satu-satunya orang yang bisa melindungi kamu.”

Sania menatap kartu itu dengan mata berkaca-kaca.

“Pa, aku nggak mau ninggalin Papa dan Mama. Aku mau kita bersama.”

Papa Erwin menggelengkan kepalanya sambil menenangkan Sania.

“Dengar, Sayang. Ini satu-satunya cara agar kamu tetap hidup. Orang-orang itu bukan manusia biasa, mereka bisa bunuh siapa saja tanpa pikir panjang.”

Tiba-tiba, suara sirine polisi terdengar semakin dekat dari luar rumah.

Lampu biru-merah memantul di dinding ruang tamu.

“Pa, polisi?” bisik Mama Gea dengan wajah pucat.

Papa Erwin menoleh cepat ke arah jendela, lalu berbisik cepat kepada Sania,

“Lewat lorong bawah tanah, sekarang. Jalan itu tembus ke belakang kebun. Buru-buru, San!”

Sania menggeleng keras dan tidak mau meninggalkan rumah.

“Tidak! Aku nggak mau pergi tanpa Papa dan Mama!”

Mama Gea menahan air matanya, lalu memegang wajah putrinya dengan kedua tangan.

“Nak, dengar Mama. Kamu harus hidup. Untuk kebenaran. Untuk Adam.”

“Ma, jangan—”

BRAKKK!

Suara pintu depan didobrak keras dari luar dan terdengar suara Langkah sepatu bot mulai terdengar memenuhi rumah.

Tanpa berpikir panjang, Mama Gea menarik Sania ke arah lorong rahasia di bawah karpet ruang kerja lalu mendorongnya masuk paksa.

“Ma! Jangan, Ma! Aku nggak mau—” teriak Sania.

“Pergi, Nak!” jerit Mama Gea dengan air mata mengalir deras.

“Jangan berhenti sampai kamu temui Bima!”

Pintu rahasia ditutup rapat dari atas dan beberapa detik kemudian terdengar suara tembakan.

DORRR! DORRR! DORRR!

Tiga suara tembakan berturut-turut menggema dari ruang tamu.

Sania menjerit tertahan di dalam lorong gelap, tubuhnya gemetar hebat.

Tangannya menutup mulut agar suaranya tak terdengar, sementara air matanya menetes tanpa henti.

1
kalea rizuky
buat pergi jauh lahh sejauh jauhnya
kalea rizuky
biadap
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!