Hidup dalam lingkaran kemiskinan, membuat Rea ingin bekerja setelah lulus SMA, semua itu dia lakukan demi keluarga.
Namun takdir berkata lain, Ayahnya sudah memutuskan masa depan Rea, sebagai istri dari seorang lelaki bernama Ryan.
Dia tidak bisa menolak dan menerima keinginan sang ayah.
Hanya saja, Rea tidak pasrah, dia bukan wanita lemah, selama belasan tahun berjuang dalam kesengsaraan, melatih mental yang kuat menahan setiap penghinaan para tetangga.
Sehingga dia akan berusaha membuat Ryan menyesal karena sudah menikah dengannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Shina Yuzuki, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hari baik
Di sisi lain, Rea yang masih berdiri diam melihat Ryan pergi dari rumahnya. Sean datang menghampiri. Wajah Sean penuh antusias, semangat dan kekaguman.
"Rea kau tidak mengatakan jika calon suamimu itu sangat tampan, kaya dan sopan. Dia juga memiliki mobil yang bagus, kau sangat beruntung, aku benar-benar iri." Kata Sean yang tersenyum bangga.
"Eh ?..." Rea bingung mendengar ucapan Sean dan berusaha memahaminya.
"Jika aku jadi kau, bahkan dipaksa menikah pun aku ikhlas, ikhlas Rea..." Sean semakin mendramatisir.
"Eh apa ?." Rea tidak percaya dengan apa yang dia dengar.
Rea segera menarik tangan Sean pergi, membawanya ke belakang rumah agar tidak ada orang yang mendengar perkataan mereka berdua.
"Tunggu, tunggu, apa kau ingat tujuan kita Sean ?."
"Hmmm untuk meminta ayahmu membatalkan pernikahan." Jawab Sean yang tersenyum cerah.
"Terus ?."
"Membiarkan kau bekerja di kota agar bisa membayar hutang ayah dan ibumu." Lanjut Sean menjawab.
"Jadi ?."
"Kalau ayahmu menolak, kita berdua akan kabur dari rumah."
Dengan kesal Rea membalas...."Itu benar. kenapa sekarang kau malah berbalik mendukung untuk aku menikah ?."
"Aku yang harusnya bertanya ?, kenapa kau menolak pernikahan dengan lelaki tampan dan sekaya dia ?."...Dibalasnya Sean dengan suara keras.
Rea menutup mulut Sean agar tidak didengar oleh ayah atau pun ibunya..."Aku tidak ingin menikah dengan orang yang tidak aku cintai."
Sean memberontak... "Harusnya kau tahu Rea, jika kau menikah dengannya, hidupmu terjamin, tidak perlu lagi angkat-angkat beras lagi di toko sembako haji Mahmud, atau pun berkelahi gara-gara kembalian parkir sepeda kurang lima ratus."
"Tetap saja, aku tidak mau." Rea tidak berubah pikiran.
"Lalu apa yang kau harapkan, jika pada akhirnya kau menikah dengan lelaki kampungan, hidup di desa sebagai petani dan setiap pagi harus memberi sarapan untuk kambing ?."
"Bagiku itu masih lebih baik selama aku mencintainya. Aku tidak mau hidupku seperti sinetron 'Mantan kekasih ku kini menjadi ibu tiri ku'." Jawab Rea gemetar.
"Kalau cinta bisa membuat kenyang, tidak mungkin pakde Samroji banting tulang dan berhutang demi membeli beras."
"Tapi ...." Rea ragu-ragu ketika melihat Sean marah.
"Terserah saja kau Rea, ada banyak orang berharap untuk menggantikan posisi mu, menikah dengan orang tampan, hidup sebagai orang kaya dan tinggal di rumah yang nyaman. Salah satunya adalah aku."
Sean berjalan pergi meninggalkan Rea, dia terbawa emosi karena merasa hidup tidaklah adil untuknya. Meski bukan pertama kali bagi mereka bertengkar, tapi Sean ingin Rea sadar, jika kesempatan mengubah hidup tidak datang dua kali.
Lemas Rea masuk kedalam rumah, Samroji bertanya-tanya dan melihat keluar jendela.
"Dimana Sean ?, apa dia tidak kamari."
"Dia pulang ayah."
"Oh, Begitu. Padahal mumpung ada disini ayah ingin memberikan undangan untuknya."
Rea terkejut... "Undangan apa ?."
"Tentu saja undangan pernikahan mu dengan Ryan."
Rea segera mengambil undangan yang ada di tangan ayahnya, melihat tanggal pernikahan dimana itu sudah ditentukan.
"21 Juni ?, Bukankah itu tiga hari lagi."
"Memangnya kenapa ? Ayah sudah tanya kepada si embah menentukan hari baik pernikahan kalian. Dan ternyata tanggal 21 nanti bisa ." Jawab Samroji tersenyum senang.
"Apa tidak terlalu cepat ayah, kita belum mempersiapkan apa pun." Rea mencari alasan.
"Tenang saja, Ryan sudah mengurus semuanya, bahkan dia sudah menyewa sound sistem juga." Suara ayahnya terdengar bahagia, seakan sudah lama Rea melihat dia tertawa lepas dari semua masalah yang menggeliat di keluarga ini.
Sedikit hati Rea tidak ingin merusak kebahagiaan ayahnya, tapi di bagian hati lain dia marah, dia membenci dirinya sendiri yang tidak bisa marah kepada ayahnya.
Di dalam kamar Rea melempar tas ke atas kasur dengan keras, dia meluapkan rasa kesal untuk semua yang terjadi di hari ini. Menjatuhkan diri dan membenamkan kepala di dalam bantal.
Terngiang perkataan Sean, bahwa ada banyak orang yang ingin menggantikan posisinya, mendapat kebahagiaan karena memiliki suami tampan, kaya dan juga sopan.
"Omong kosong." Ucap Rea dengan kesal.
"Apanya yang bersyukur ?, mereka pikir aku senang dengan semua anggapan itu ?."
"Bahkan sahabatku sendiri tidak berpihak kepadaku lagi."
"Dia mengkhianati ku."
Ingin Rea terlelap dan tidur, berharap jika semua yang terjadi dalam hidupnya hanya sebuah mimpi buruk dan hilang saat terbangun nanti.
*******
Tapi kenyataannya tidak, Rea terbangun ketika hari sudah gelap, melihat jarum jam menunjukkan pukul 07.23. Jika di hari-hari biasa, dia akan bergegas untuk pergi ke rumah tetangga, berharap tidak melewatkan satu episode dari acara drama sinetron.
Sedangkan tidak untuk Rea sekarang, semua ingatan di siang hari, entah pertemuannya dengan Ryan, pertengkarannya dengan Sean dan tanggal baik pernikahan dari ayahnya. Itu masih teringat jelas dalam kepala.
Melangkah keluar kamar, ayah ibu dan dua adiknya melihat Rea bingung, masih menggunakan seragam sekolah sejak siang dan tidak ribut, perihal lupa di bangunkan karena sinetron sudah tayang.
"Rea apa kau sakit ?." Bertanya Sukarti karena melihat Rea begitu lesu.
"Tidak."
"Tidak biasanya kau begitu diam."
"Hari ini aku benar-benar lelah ibu." Rea duduk di sebelah ibunya dan membaringkan kepala di pangkuan.
Sukarti seakan paham apa yang sedang di pikirkan oleh Rea, dia adalah ibunya, orang tua kandung yang merawat sejak lahir hingga sekarang.
Perlahan mengusap rambut Rea dan berkata..."Rea ibu tahu, kau merasa berat karena pernikahan mu, ibu tidak pernah meminta apa pun selama ini, jadi cobalah mengerti bagaimana perasaan ibu dan ayah untuk memikirkan masa depanmu nanti."
"Rea tahu ibu, Rea hanya bingung, bagaimana nasib Rea setelah menikah nanti."
"Serahkan semua pada sang pencipta, kau hanya perlu berbakti kepada suamimu dan juga ibu yakin Ryan tidak mungkin membuatmu sengsara."
"Aku akan mencobanya." Rea pun mengangguk perlahan.
Kalau soal sengsara, Rea sudah terbiasa merasakan itu selama tujuh belas tahun hidup di keluarga yang serba kekurangan. Bukan berarti dia menyesal, bahkan sebaliknya, Rea tahu seberapa keras perjuangan ayah dan ibu untuk membesarkan anak-anak mereka.
Keringat, darah dan air mata menjadi saksi atas hidup yang mereka jalani, dia belum di beri kesempatan untuk membalas semua kebaikan ayah dan ibunya. Hanya satu ini, sang ibu meminta, meski pun Rea memiliki tujuan sendiri, tapi dia tidak bisa menolak keinginan mereka.
Ya, Rea tidak bisa menolak permintaan sang ibu untuk menikah dengan Ryan, tapi berbeda cerita jika Ryan sendirilah yang menyesal karena menikahinya.
Hingga suara ketukan pintu terdengar dan seseorang memanggil namanya, Rea tahu siapa, karena hanya ada satu orang yang memiliki suara melengking tinggi kemudian berkelok-kelok.
"Reeeeeeaaaaaaaaaa."
"Ini sudah malam, jangan berisik." Bentak Rea yang keluar rumah dengan kesal.
"Hehehe." Balas Sean tertawa.... "Kau marah Rea ?."
"Ya, jadi kenapa kau disini?."
"Aku sedikit khawatir, jarang sekali kau tidak datang ke rumahku padahal acara sinetronnya akan habis."
"Aku sedang tidak mood."
"Apa karena.... Aku ?."
"Pikir aja sendiri."
"Ok, ok, aku salah, maafkan aku karena asal bicara tentang hidupmu Rea. Aku sudah sadar jika takaran kebahagiaan setiap orang itu berbeda-beda. Jadi memang aku yang terlalu iri karena melihat kau begitu beruntung memiliki calon suami seperti Ryan." Sean secara tulus meminta maaf, meski dia tetap saja tertawa tanpa dosa.
"Aku tidak menganggap hal ini sebagai keberuntungan." Setelah Rea melihat Sean meminta maaf, mereka berdua pun mulai tertawa lagi bersama-sama.
apa banyak misteri di antara mereka ber dua bukan cuma majikan ma pelayan ,,aihhh
mohon untuk up terus Thor...