Plak!
" Percuma aku menikahi mu, tapi sampai sekarang kamu belum juga memiliki anak. Kamu sibuk dengan anak orang lain itu!"
" Itu pekerjaanku, Mas. Kamu tahu aku ini baby sitter. Memang mengurus anak orang lain adalah pekerjaanku."
Lagi dan lagi, Raina mendapatkan cap lima jari dari Rusman di pipinya. Dan yang dibahas adalah hal yang sama yakni kenapa dia tak kunjung bisa hamil padahal pernikahan mereka sudah berjalan 3 tahun lamanya.
Raina Puspita, usianya 25 tahun sekarang. Dia menikah dengan Rusman Pambudi, pria yang dulu lembut namun kini berubah setelah mereka menikah.
Pernikahan yang ia harap menjadi sebuah rumah baginya, nyatanya menjadi sebuah gubuk derita. Beruntung hari-harinya diwarnai oleh wajah lucu dan tingkah menggemaskan dari Chandran Akash Dwiangga.
" Sus, abis nanis ya? Janan sedih Sus, kalau ada yang nakal sama Sus, nanti Chan bilang ke Yayah. Bial Yayah yang ulus."
Bagaimana nasib pernikahan Raina kedepannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IAS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Baby Sitter 06
Brak!!!
" Sialaaaan, dia bener-bener nggak pulang!"
Rusman menggebrak meja dengan begitu keras membuat Ningsih sangat terkejut. Ningsih yang sedang menunggu orderan makanan itu sampai melotot ke arah anak sulungnya.
" Kamu apaan sih, Rus. Bikin Ibu jantungan aja. Kamu mau Ibu cepet-cepet mati ya? Huh, mana sih ini makanannya nggak dateng-dateng lama amat."
Rusman memutar bola matanya dengan malas. Terkadang ia juga merasa sebal dengan ibunya itu. Jika Raina tidak ada di rumah maka Ningsih akan memesan makanan melalui ojek online. Itu sungguh mengeluarkan uang yang lumayan.
" Lagian Ibu sih, ngapain coba pesen-pesen makanan. Bu, dari pada buat beli makanan lewat online kan lebih baik ibu belanja no di Mpok Indun. Dapat banyak dan masak awet sampai sore nanti."
" Males, kan selama ini yang masak Raina. Ibu nggak pernah masak semenjak ada Raina ada di sini."
Ningsih menanggapi ucapan Rusman dengan nada sangat santai dan acuh tak acuh.
Memang benar, semenjak 3 tahun ini yakni selama Raina menjadi menantunya, Ningsih sama sekali tidak pernah 'masuk' ke dapur. Dia juga tidak lagi mengerjakan pekerjaan rumah lagi. Semua dilakukan oleh Raina. Bahkan meskipun Raina bekerja pun sebelu berangkat dan saat pulang, Raina tetap melakukan pekerjaan rumah tangganya.
" Bu, ini gimana uang kuliahku? Mas, besok nih jatuh temponya."
" Arghhhh!!! Nggak tahu, pusing aku."
Rusman beranjak dari tempat duduknya, tangannya menyahut kunci motor yang ada di depan meja lalu pergi. Hari ini dia sedang jatah off jadi tidak berangkat bekerja.
Dan rasanya sangat menjengkelkan karena tidak ada istrinya. Biasanya jika tidak bekerja begini dia selalu meminta Raina untuk membuatkan ini itu, dan pastinya juga menghabiskan waktu bersama di kamar lebih lama.
Namun seandainya juga Raina ada di sini, dia tidak akan bisa memeluk istrinya itu karena sekarang Raina tengah berhalangan.
" Brengsek! Aku juga nggak bisa nemuin Suci. Eh, ini kan udah sore. Suci pasti ada di rumah dong. Tapi tunggu, apa sebaiknya aku nyari Raina ke sana ya? Ya, pasti dia ada di sana. Kemana lagi dia mau pergi. Wong dia aja nggak punya tempat yang bakalan dituju kok."
Rusman menaikkan satu sudut bibirnya, ia merasa bahwa ada jalan keluar yang akan di dapatkannya. Jalan keluar dari semua kesulitan keuangan dalam rumahnya.
Brummm
Motor melaju dengan cepat, ia ingin segera sampai agar bisa membawa Raina pulang. Ya, saat ini Rusman seang menuju ke kediaman Bagus, tempat dimana Raina bekerja.
" Halo, saya mau mencari pak Bagus." ucap Rusman saat tiba di depan rumah Bagus. Rumah yang di depannya terdapat pintu gerbang yang tinggi itu tentu tidak sembarangan orang bisa langsung masuk.
" Maaf, Anda siapa dan ada keperluan apa ya?"
" Saya suami Raina, baby sitter yang ada di sini."
Pak Barjo, supir yang memang bekerja di situ langsung masuk ke dalam rumah. Ia tidak serta membiarkan Rusman masuk. Meskipun kesal, Rusman tetap harus sabar menunggu.
" Maaf, ada yang bisa saya bantu," ucap pria dengan postur tubuh yang tinggi dan wajah yang terlihat muda meski usianya sudah lewat dari 30 tahun. Bahkan dengan Rusman yang usianya masih 28 tahun saja, tampak jauh.
" Anu Pak, saya mau mengajak Raina pulang. Saya suaminya. Raina di sini kan, Pak. Ya kalau nggak di sini mau kemana lagi?"
Dengan gaya bicara yang cengengas-cengenges entah mengapa membuat Bagus merasa kesal. Terlebih saat ia mengingat tangis Raina yang pilu waktu itu. Namun lagi-lagi Bagus berusaha untuk mengabaikannya. Ini bukan urusan yang bisa dia campuri.
" Oh maaf, tapi Sus Raina sudah pulang dari tadi sore. Jam kerja Sus Raina kan sampai jam 4 atau jam 5 saja. Dan ini sudah lewat magrib, jadi dia sudah pulang. Apa dia tidak pulang ke rumah? Maaf, apa kalian sedang ada masalah?"
Bagus bertanya dengan wajah yang ia buat innocent. Ia seolah-olah tidak tahu tentang keberadaan Raina. Intinya dia sedang bertingkah bodoh sekarang.
" Oh begitu, nggak-nggak Pak. Mungkin dia lagi mampir ke supermarket kali belanja jadi telat pulang ke rumah. Ya sudah kalau gitu, permisi Pak. Brengsek!"
Bagus masih bisa mendengar umpatan Rusman di akhir ucapan. Tangan Rusman yang mengepal erat, dan rahang yang mengeras membuat Bagus bisa menilai laki-laki seperti apa Rusman itu.
" Kasian," ucap Bagus. Kata itu ia tunjukkan kepada Raina.
Brummm
Rusman meninggalkan kediaman Bagus dengan perasaan yang sangat kesal dan marah. Raina tidak ada di sana itu sudah pasti karena ia juga tidak melihat motor istrinya itu. Rasanya sungguh semakin kesal hatinya karena tidak menjumpai istrinya.
" Dasar sialan, kemana dia pergi hah!"
Pria itu tampak frustasi karena tidak bisa menemukan istrinya. Raina yang Rusman tahu adalah orang yang tidak memiliki teman ataupun saudara. Yang wanita itu miliki hanya suaminya saja. Jadi Rusman juga tidak punya hal yang bisa membuat dirinya menemukan titik terang keberadaan Raina.
Ckiiit
Motor Rusman mengarah ke sebuah rumah yang beberapa bulan ini menjadi favoritnya. Rumah milik Suci, rekan kerjanya beda divisi yang bisa membuatnya menghilangkan semua rasa kesalnya itu.
" Hai Mas, kenapa muka kusut begitu, hmmm?"
Suci menyambut Rusman di depan pintu, seolah sudah hafal dengan suara motor pria tersebut.
Sedangkan Rusman, matanya berbinar ketika melihat tampilan dari Suci. Kulit tubuh yang mulus, paha yang terekspos dan lihatlah bagian dada itu, nampak sangat menggoda untuk dilahap. Ya itulah yang saat ini Rusman rasakan. Secepat kilat dia bisa melupakan rasa kesalnya terhadap Raina.
" Kamu cantik banget malam ini sayang, ini aku lagi kesel. Raina nggak pulang-pulang."
" Oooh gitu. Terus, Mas ke sini karena nggak ada yang mau diajak ya malam ini. Huh, sebel aku tuh. Kamu kalau ke sini cuma mau itu dan jadiin aku pelampiasan."
Suci merajuk manja. Dan Rusman suka sisi Suci yang seperti ini, dimana dia tidak mendapatkan hal tersebut dari Raina.
" Ululuuuh jangan ngambek gitu dong sayang. Tahu nggak, semua yang ada padamu ini sungguh membuatku candu. Dan yang pasti kamu lebih hebat dari Raina, karena kamu bisa membuatku itu berkali-kali."
Suci tersenyum lebar, dia selalu suka dengan kata-kata yang keluar dari Rusman setiap kali memuji tentang dirinya. Ya, dia menganggap ucapan dari Rusman itu adalah sebuah pujian.
" Jadi, apa mau langsung atau main-main aja."
" Ughh, kamu selalu bisa membuatku semangat, Suci. Nih pegang, udah tegang kan. Udah siap masuk nih."
Hahaha
Suci tertawa terbahak-bahak. Dia langsung menggandeng tangan Rusman dan membawanya ke dalam kamar. Suci tidak menutup pintu depan karena khawatir mereka dicurigai. Jadi setiap Rusman datang waktu malam, Suci membiarkan pintu rumahnya tetap terbuka seperti saat ini.
TBC