Verrint adalah seorang gadis SMA yang bertemu kembali dengan cinta pertamanya melalui reuni bernama Izan. Tetapi Verrint tidak bisa bersama karena pria yang dia sukai telah mempunyai pacar. Verrint tiba-tiba menjadi teman baik dari pacar Izan. Agar menghindari kecurigaan, Verrint pura-pura pacaran dengan sahabatanya Dewo.
Akhirnya paca Izan tau jika Verrint dan Izan saling mencintai. Pacar Izan kecelakaan lalu meninggal. Izan menghilang, Dewo dan Verrint akhirnya resmi pacaran. Tiba-tiba Izan kembali dan mengutarakan isi hatinya pada Verrint.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nisa Fadlilah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 20
TOK TOK TOK….
Terdengar suara ketukan di balik pintu kamar Verrint. Tak lama orang yang mengetuk pintu itu masuk ke kamar Verrint yang tidak terkunci. Orang itu pun kemudian menghampiri Verrint yang sedang tertidur lelap. Orang itu kemudian mengguncang-guncangkan tubuh Verrint. “Irrint bangun…” sahut orang itu.
“Em…” keluh Verrint yang masih setengah tertidur.
“Bangun!!! Udah siang tau.” Ucapnya lagi.
“Aah… aku masih ngantuk nih.”
“Iih… bangun…” ucap orang itu sambil menarik tangan Verrint agar bangun.
Verrint pun terduduk dan memicingkan matanya yang masih mengantuk. “Kamu kok ada disini sih Ven?” tanya Verrint setengan sadar. “Kok kamu bisa masuk sih?” tanya lagi dengan memejamkan matanya yang masih terasa berat.
“Kan dibukain pintu sama Mbak Yunar. Trus aku langsung masuk sini aja, lagian kamar kamu gak di kunci.” Jawab Venitha sambil nyengir.
“Kamu ngapain sih kesini pagi-pagi?” tanya Verrint sambil membaringkan tubuhnya lagi di atas ranjangnya.
“Masih pagi dari Hongkong, ini udah siang tau, udah jam sembilan.”
“Jam sembilan sih masih pagi.” Ucap Verrint sambil menarik selimutnya lagi.
“Eeh… malah tidur lagi. Bangun!!!” ucap Venitha sambil menarik tangan Verrint untuk bangun. Kali ini Venitha benar-benar membangunkan Verrint dan langsung menggusurnya ke kamar mandi. “Cuci muka sana! Bau tau.” Sahutnya lagi.
“Rese lo!” dumel Verrint sebelum memasuki kamar mandi.
Venitha pun cekikikan melihat penderitaan sahabatnya pagi ini. Venitha melakukan ini karena dia penasaran dengan double date kemarin. Sebenarnya Venitha keterlaluan melakukan hal ini pada Verrint. Venitha mengganggu saat tidur Verrint dan itu bisa berakibat buruk pada Venitha sendiri. Karena hari Minggu adalah hari balas dendam bagi Verrint setelah enam hari bangun pagi, hari minggu adalah waktu yang tepat untuk bangun seenaknya.
“Kamu ngapain sih kesini pagi-pagi, ganggu orang tidur tau gak?” tanya Verrint setelah dia keluar dari kamar mandi.
“Heh… cewek tuh gak boleh bangun siang-siang!”
“Bodo.”
“Ih, dibilangin juga.”
“Udah gak usah basa-basi, ngapain kamu kesini pagi-pagi?” tanya Verrint sekali lagi.
“Hehehe…” Venitha malah cengengesan.
“Yeuh malah cengengesan lagi.”
“Aku mau tau soal double date kemaren.”
“Euh… udah aku duga pasti kamu kesini mau nanyain soal itu.”
“Emangnya gak boleh?”
“Bukan masalah gak boleh Ven, tapi gak pagi-pagi buta kayak gini kali.”
“Jam sembilan dibilang masih pagi buta, ini udah siang tau.”
“Euh…” dumel Verrint kesal dan kemudian berjalan meninggalkan Venitha di kamarnya sendirian.
“Eh Rint, kok aku di tinggal sih?” ucap Venitha sambil berjalan mengikuti Verrint keluar dari kamar. “Rint, cerita dong!” pinta Venitha sambil terus mengikuti Verrint kemana-mana.
“Lagi gak mood.”
“Ah… Irrint kok gitu sih!”
“Bodo.”
“Ayolah…”
Melihat Venitha yang memelas dan terus merayu, akhirnya Verrint mengalah dan menceritakan semua tentang double date kemarin. Sebenarnya Verrint pun berniat untuk menceritakannya pada Venitha, tapi karena Venitha melakukan hal yang membuat Verrint kesal, jadi Verrint mengerjai Venitha dahulu sebelum dia menceritakannya pada Venitha.
Venitha sangat antusias dan serius mendengarkan Verrint bercerita tentang double date itu. Entah kenapa Venitha penasaran sekali dengan kisah kemarin. Memang sih kisah kemarin cukup menyenangkan bagi Verrint, tapi kenapa Venitha yang penasaran. Sebenarnya apa tujuan Venitha menanyakan kisah kemarin? Tapi, Venitha memang seperti itu suka riweuh sendiri.
“Berarti kamu ada kemajuan dong sama Izan?” tanya Venitha setelah mendengar kisah akhir tadi malam.
“Ya enggak juga, orang aku sama Izan biasa aja kok.”
“Alah… tapi kamu seneng kan?” tanya Venitha menggoda.
Verrint tersenyum malu, pipinya memerah saat Venitha menanyakan hal itu pada Verrint. Verrint pun kemudian menghirup teh hangat yang ada ditangannya. Tangannya yang lain kemudian menggapai remote TV yang berada tak jauh darinya. Verrint pun kemudian menekan tombol power yang ada pada remote itu dan mengarahkannya pada TV di hadapannya, sesaat kemudian TV itu pun menyala.
“Eh Rint, emangnya kemarin kamu gak cemburu liat Izan sama Mia?” tanya Venitha tiba-tiba.
“Cemburu sih enggak, Cuma mata sakit liatnya.”jawab Verrint sinis.
“Ya apa bedanya Rint.”
“Ya kamu kira-kira deh, gimana rasanya liat orang yang samu suka jalan sama orang lain?”
“Ya cemburu Rint.”
“Nah, tuh ngerti.” Ucap Verrint. “Tapi aku lega, aku lega liat Izan bahagia dengan keadaanya sekarang. Aku bakal ikut bahagia kalau liat orang yang aku sayang bahagia.” Jawab Verrint sok bijak.
“Muna.”
“Aku bukan munafik Venitha, tapi aku berusaha nerima dengan keadaan sekarang.”
“Wo weis, sekarang meningan kamu cari kecengan laen. Kali dengan kamu ngeceng cowok laen, kamu bisa lupain Izan.”
“Ya gak segampang itu kali Ven. Biar pun aku ngeceng seratus cowok, belum tentu aku bisa lupa sama Izan.”
“Kamu cinta banget yah sama Izan, Rint?”
Verrint hanya diam.
“Rint, gimana kalo ada cowok yang suka sama kamu?”
“Siapa?”
“Ya siapa aja, Dewo misalnya, kamu mau nerima gak?”
“Kok kamu bawa-bawa Dewo sih?”
“Soalnya aku bingung aja, Dewo kok mau ngaku-ngaku jadi pacar boongan kamu.”
“Soalnya dia gak tega liat aku di remehin sama Mia, gitu kata dia.”
“Menurut aku sih, karena Dewo suka sama kamu.” Ucap Venitha. “Tapi Rint yah, kalo emang bener Dewo suka sama kamu dan nembak kamu terus kamu tolak, berarti kamu jahat banget.” Sambung Venitha.
“Kenapa?”
“Coba deh kamu pikir. Tiap hari kamu curhat soal Izan ke Dewo, apa Dewo gak akan sakit hati.”
“Iya itu kan kalo Dewo suka sama aku.”
“Ya udah deh terserah kamu aja.”
Pembicaraan mereka pun terhenti sampai disana. Venitha menyerah dengan semua pendapatnya dan semua sarannya pada Verrint. Orang yang hatinya sudah karatan dengan sebuah cinta memang susah untuk jatuh cinta lagi. Seperti Verrint, hatinya sudah hampir berkarat karena memendam perasaan cinta yang sangat besar pada Izan. Tapi entah kapan hati yang berkarat itu bisa menjadi mengkilap karena cintanya telah terungkapkan dan dibalas oleh orang yang membuat hati Verrint berkarat.
***
Malam ini Verrint termenung di pendopo yang berada di halaman belakang rumahnya. Verrint masih memikirkan ucapan Venitha tadi siang, apa mungkin perasaan Verrint terhadap Izan bisa hilang jika Verrint suka pada orang lain. Verrint sendiri belum bisa menyakinkan dirinya sendiri. Tapi jika tidak dicoba Verrint tidak akan tahu hasilnya.
“Masa sih aku bisa lupain Izan kalo suka sama orang lain?” tanya Verrint bertanya pada dirinya sendiri. “Tapi kalo emang bener, aku harus suka sama siapa?” sambungnya. “Masa sama Dewo, diakan sahabat aku. Aku gak mungkin suka sama dia.”
Tak lama terdengar suara bel berbunyi. Verrint pun langsung beranjak dari pendopo itu menuju pintu rumahnya. Tanpa pikir panjang Verrint langsung membukakan pintu rumahnya tersebut. “Dewo?” ucap Verrint kaget dan tidak menyangkan orang yang dihadapannya adalah Dewo. “Ngapain kamu kesini?” tanya Verrint.
“Emangnya aku gak boleh maen kesini yah?” tanya Dewo.
“Owh bukan, aku kaget aja kamu maen ke rumah aku malem-malem.”
“Aku ganggu yah? Ya udah kalo gitu aku pulang aja.”
“Eh enggak kok, ayo masuk!” ucap Verrint.
“Kamu lagi ngapain Rint?”
“Gak lagi ngapa-ngapain, lagi santai aja.” Jawab Verrint. “Oia mau minum apa Wo?” tanya Verrint.
“Apa aja.” Jawab Dewo. “Mbak Yunar gak nginep sini Rint?” sambungnya.
“Enggak tuh. Katanya malam ini dia ada urusan, jadi gak nginep sini.” Jawab Verrint.
“Emangnya kamu gak takut sendirian di rumah?”
“Ya enggalah, kan udah biasa. Nih minumnya!” ucap Verrint sambil menyodorkan sebotol minuman soda.
“Kamu emangnya gak kangen yah sama orang tua kamu?”
“Ya kangen lah, masa gak kangen.”
“Mau ketemu sama mereka?”
“Ya mau lah.”
“Kalo kamu disuruh liburan ditempat ortu kamu gimana?”
“Ya maulah.”
“Kalo jadi pacar aku beneran?”
“Hah…”
“Kirain jawabannya bakal mau juga.”
“Becanda aja.”
Dewo pun tersenyum. “Kalo aku serius gimana?” tanya Dewo tiba-tiba.
“Ya gak mungkin kan, orang kamu gak serius.”
“Aku serius Rint.”
Verrint terdiam saat mendengar ucapan Dewo barusan. Verrint tidak menyangka dengan apa yang diucapkan Dewo tadi. Verrint bingung harus berkata apa. Verrint masih terpaku di tempatnya. Keduanya mematung seakan tersihir oleh cinta.
“Kamu pasti kaget sama omongan aku tadi, tapi aku bener-bener serius Rint, aku sayang sama kamu.”
Hati Verrint bergejolak tak menentu. Seakan semua yang diucapkan Venitha tadi siang benar. “Aku…” ucap Verrint perlahan. “Aku gak tau Wo, harus ngomong apa.”
“Aku ngerti kok Rint. Aku gak akan nuntut kamu buat jawab sekarang.” Ucap Dewo. “Pikirin aja dulu.” Sambungnya. “Ya udah aku pulang ya Rint!” ucap Dewo dan kemudian melangkah keluar dari rumah Verrint.
Verrint yang masih kaget tidak beranjak dari tempat duduknya. Tubuhnya lemas karena pengakuan Dewo tadi. Verrint bingung harus bilang apa pada Dewo. Dewo orang yang sangat baik, tapi Verrint tidak bisa menyangkal kalau hanya Izan orang yang ada di hatinya sekarang.
Kali ini kepala Verrint serasa tertimpa beban yang sangat berat. Dia tidak bisa berpikir dengan jernih, semuanya terlihat kelabu. Verrint bingung dengan perasaannya sendiri. Perasaannya pada Dewo hanya sebagai sahabat, tapi Dewo telah melakukan banyak hal untuk Verrint. Tapi jika Verrint menerima Dewo hanya karena kasihan, ini akan terasa tidak adil untuk Dewo.
Verrint benar-benar tidak tahu harus melakukan apa. Langkah apa yang seharusnya dia lakukan? Jika saja bukan Dewo yang menyatakan perasaan pada Verrint, mungkin Verrint tidak akan sepusing ini. Verrint sudah biasa meluapkan semua masalahnya pada Dewo, tapi kini Verrint bingung harus meluapkan masalahnya pada siapa. Mungkin satu-satunya orang yang bisa menolong Verrint adalah Venitha.
***
Bel tanda istirahat telah memekakan telinga semua murid SMA Valensi. Puluhan anak pun keluar dari kelasnya untuk menikmati istirahat sekolah mereka. Tapi Verrint tidak beranjak dari tempat duduknya. Dia hanya termenung dibangkunya, wajahnya pun ditekuk menandakan dia sedang bingung.
Kelas Verrint pun sudah mulai kosong, dan Verrint belum mau beranjak dari bangkunya. Kali ini Verrint malas untuk keluar kelasnya, mungkin dia sedang malas bertemu seseorang. Saat ini hati Verrint sedang gundah gulana. Verrint bingung harus melakukan apa, dan Verrint belum membuat keputusan apapun sekarang.
Akhirnya Verrint beranjak dari bangkunya, dan berjalan keluar kelas. Verrint berjalan menuju ke toilet wanita yang berada di ujung lorong sekolahnya. Verrint berjalan perlahan melalui lorong itu. Pandangannya kosong, otaknya pun kini tidak mau banyak berpikir. Verrint hanya ingin menenangkan diri sejenak di toilet itu.
Verrint berdiri didepan wastafel dan pandangannya lurus menatap cermin dihadapannya. Dia memandangi dengan seksama wajahnya itu. Tiba-tiba terlintas dibenaknya wajah tampan Izan. Verrint pun kemudian memejamkan matanya. “Aduh… kenapa yang kebayang malah muka Izan?” gumamnya dalam hati.
“Kenapa sih aku gak bisa ngelupain Izan?” sesalnya. “Padahalkan Izan udah punya cewek, tapi kenapa perasaan aku gak berubah?” lanjutnya. “Huuuf…” Verrint menghela nafasnya. Tangan Verrint kemudian membuka keran wastafel yang ada di hadapannya itu. Kemudian tangannya menampung aliran air yang keluar dari keran itu. Air yang ada ditangannya itu kemudian dibasuhkannya pada wajahnya yang kusut itu.
Setelah mencuci mukanya, Verrint pun merasa sedikit segar dan fresh. Lalu wajahnya yang basah itu di lapnya dengan tisseu yang dia ambil dari saku bajunya. Setelah itu Verrint pun keluar dari toilet itu dan kembali ke kelasnya.
***
“Irrint mana Ven?” tanya Dewo pada Venitha yang sedang asik menikmati semangkok bakso.
“Di kelas.” Jawab Venitha dengan mulut penuh bakso.
“Kok gak ke kantin?” tanya Dewo lagi.
Venitha hanya mengangkat bahu dan menggelengkan tanda tidak tahu.
“Kenapa gak diajak?”
“Udah, tapi Irrintnya gak mau.”
“Tumben, biasanya juga kalo soal makan dia semangat.” Ucap Dewo. “Apa gara-gara semalem yah?” sambungnya.
“Hah, semalem. Emangnya semalem kenapa?” tanya Venitha kaget.
“Gak kok gak pa-pa.”
“Ayo loh ngaku! Semalem Irrint kamu apain?” tanya Venitha curiga.
“Gak di apa-apain.”
“Bener? Terus tadi malem ada apa?”
“Gak pa-pa kok. Semalem aku Cuma main aja ke rumah Irrint.”
“Ngapain malem-malem main ke rumah orang?”
“Ada perlu.” Jawab Dewo singkat.
“Perlu apaan?” tanya Venitha mengintrogasi.
“Mau tau aja.”
“Iya dong, aku kan temen kalian. Jadi aku harus tau.”
“Bener mau tau?”
Venitha mengangguk sambil tersenyum, menandakan dia ingin tahu.
“Ada aja.”
“Iiih… Dewo, apaan?” teriak Venitha.
“Kamu apaan sih pake teriak-teriak segala!”
“Bodo, makanya apaan? Dari pada aku teriak lagi.”
“Aku minta berenti jadi pacar boongannya Irrint.”
“Kok gitu? Kan yang awalnya ngeboong sama Izan, kamu. Kenapa sekarang kamu yang minta berenti?”
“Soalnya aku gak mau jadi pacar boongan, maunya beneran.” Ucap Dewo sambil beranjak dari tempatnya meninggalkan Venitha.
“Heh Dewo, kamu becanda kan?” teriak Venitha.
Dewo menggelangkan kepalanya sambil terus berjalan meninggalkan kantin sekolahnya.
“Wah… berita bagus tuh. Tapi kok Irrint gak cerita yah?” tanya Venitha bingung.