Dirga. Dia adalah pemuda lupa ingatan yang tak pernah bermimpi menjadi pendekar. Tapi ternyata Dewata berpikiran lain, Dirga ditakdirkan menjadi penyelamat Bumi dari upaya bangsa Iblis yang menjadikan Bumi sebagai pusat kekuasaannya. Berbekal pusaka Naga Api yang turun dari dunia Naga, dia berkelana bersama Ratnasari memberantas aliran hitam sebelum melawan Raja Iblis.
Lalu bagaimana akhir kisah cintanya dengan Ratnasari? Apakah Dirga akan setia pada satu hati, ataukah ada hati lain yang akan dia singgahi? Baca kisah selengkapnya dalam cerita silat Nusantara, Pusaka Naga Api. ikuti kisah Dirga hanya ada di disni wkwk. kalau ada kesamaan atau tempat author minta maaf mungkin hanya sekedar sama aja cerita nya mungki tidak, ikuti kisahnya dirga
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fikri Anja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 4
Sini?" tanya kera besar bernama Sarwana tersebut.
Dirga menggeleng pelan, "Aku tidak tahu siapa aku dan dari mana aku berasal."
Pemuda tampan itu kemudian mengambil napas panjang sebelum bercerita tentang kejadian yang menimpanya sebelum berada di jurang Panguripan.
Sarwana menganggukkan kepalanya berulang-ulang, sambil memahami cerita yang disampaikan pemuda tampan di depannya.
"Baiklah. Untuk sementara sampai ingatanmu kembali, aku akan memanggilmu Dirga. Kau boleh memanggilku Sarwana atau Raja Sarwana," kata Sarwana dengan sedikit terkekeh pelan.
Dirga tidak bisa menahan senyumnya melihat ekspresi Sarwana yang lucu ketika tertawa. Suasana seketika mencair dengan tawa mereka berdua yang terdengar hingga keluar pondok.
"Bagaimana kalau kau tinggal di sini sampai batas waktu yang tidak ditentukan, hingga kau bisa mengingat masa lalumu lagi?" sambung Sarwana bertanya, setelah selesai dengan tawanya.
Dirga diam untuk beberapa saat. Dia masih ingat dengan perlakuan anggota sindikat penjualan manusia yang sudah membuatnya hingga terjatuh dan terdampar di dasar jurang Panguripan.
"Kenapa kau diam dan tak menjawab pertanyaanku, Dirga?" tanya Sarwana penasaran.
"Aku ingin balas dendam kepada mereka! Tapi dengan cara apa? Mereka harus dimusnahkan agar tidak ada lagi orang-orang yang menjadi korban kebiadaban mereka!" Dirga mendengus geram.
Sarwana menyipitkan matanya menatap Dirga dengan begitu lekat. Dia tiba-tiba teringat dengan sosok manusia yang dulu sangat dengannya.
"Kenapa pemuda ini bisa memiliki sifat yang sama dengan dia?" Hati Sarwana bertanya-tanya.
"Kenapa ganti kau yang diam, Sarwana? Apa kau sedang ada masalah percintaan?" Dirga terkekeh pelan menggoda raja kera itu.
Sarwana memandang Dirga sambil menggeleng pelan. Dia masih belum bisa mempercayai jika Dirga memiliki sifat yang bisa dibilang sama dengan sosok mendiang sahabatnya. Kera besar itu masih ingat benar jika mendiang sahabatnya memiliki jiwa yang begitu luhur dan suka bercanda.
"Kau yakin ingin membalas dendam kepada mereka?"
"Bukan hanya mereka, tapi semua orang jahat yang bisanya hanya membuat orang lain sengsara!" jawab Dirga seraya mengatupkan gigi-giginya. "Tapi aku merasa keinginanku itu terlalu muluk. Aku bahkan tidak memiliki kemampuan sedikitpun untuk mewujudkan keinginanku."
"Aku akan membantu untuk mewujudkan keinginanmu itu!" sahut Sarwana.
"Tidak mungkin!"
"Apanya yang tidak mungkin?" Raja kera itu menggaruk kepalanya pelan.
"Jika kau keluar bersamaku ke atas sana, yang ada orang-orang malah akan ketakutan melihat fisikmu yang besar," balas Dirga cepat.
Sarwana menepuk jidatnya pelan. "Hadeh Bukan itu maksudku, Dirga! Aku akan mengajarimu ilmu kanuragan yang dulu dimiliki mendiang sahabatku sebelum meninggal dunia."
"Sahabatmu dari bangsa kera juga?" Dirga menyatukan kedua alisnya.
"Bukan." Sarwana menggeleng pelan. "Dia manusia juga, sama sepertimu."
Sarwana kemudian berdiri dan berjalan mengambil lumut biru keunguan yang berada di dalam sebuah wadah, dan membawanya ke hadapan Dirga. "Makanlah lumut ini. Rasa sakit, lapar, haus dan fisikmu yang lemah akan terobati dengan mengkonsumsi lumut ini."
"Setiap hari?"
"Iya setiap hari selama kau disini," jawab Sarwana.
Dirga menelan ludahnya. Sebagai manusia, dia tidak menduga jika akan makan lumut sebagai pengganti nasi ataupun jagung untuk mengisi perutnya.
Sarwana tersenyum tipis. Dia melihat kecanggungan muncul di wajah tampan Dirga.
"Setidaknya cobalah sedikit. Jika kau sudah tahu rasanya, aku jamin kau akan ketagihan."
Dirga menarik napas panjang dan mengembuskannya berkali-kali. Dia masih ragu untuk menuruti permintaan Sarwana. Tapi mengingat kera besar itu sudah menolongnya, tidak pantas rasanya jika menolak permintaan Sarwana.
Dengan sedikit rasa ragu di dalam pikirannya, Dirga mengambil segenggam lumut dan memasukkannya ke dalam mulutnya.
Hambar. Hanya itu yang bisa dia rasakan di saat mengulum lumut itu di dalam mulutnya. Setelah itu dia pun berusaha menelannya meski pikirannya sedikit menolak.
Beberapa detik setelah lumut itu berada di dalam tubuhnya, sesuatu yang aneh dirasakan pemuda tampan itu. Dia merasakan jika rasa lapar dan haus yang dirasakannya benar-benar menghilang sepenuhnya. Selain itu, ada sesuatu yang hangat bergerak menyebar di dalam tubuhnya. Tidak ada satupun bagian di dalam tubuhnya yang terlewati oleh asupan rasa hangat yang dirasakannya.
Rasa hangat itu sendiri begitu berbeda dengan apa yang dirasakannya selama ini. Ada rasa nyaman dan entahlah, Dirga tidak bisa mengekspresikan apa yang dirasakannya dengan kata-kata.
"Lumut yang kau makan itu adalah lumut langka yang dicari semua pendekar, Dirga. Namanya adalah Lumut Tundra. Mereka menginginkannya untuk memperkuat kualitas tulang dan tenaga dalam yang mereka miliki. Selain itu, jika kau sering-sering mengkonsumsinya, tubuhmu akan kebal terhadap racun terkuat sekalipun. Dan juga luka-luka terbuka yang ada di tubuhmu akan menutup dengan sendirinya, "papar Sarwana menjelaskan.
Dirga meraba punggungnya yang terkena tebasan pedang Darsa," jadi kau yang menyembuhkan luka di punggungku?"
"Bukan aku yang menyembuhkanmu, tapi lumut Tundra. Aku hanya melaburi lukamu saja, dan lumut itu bekerja dengan sendirinya,"
Tanpa pikir panjang, Dirga langsung memakan semua lumut Tundra yang ada di dalam wadah hingga habis tak tersisa. Dia sudah bisa merasakan sendiri bagaimana khasiat lumut Tundra di dalam tubuhnya.
Sarwana tergelak melihat kelakuan Dirga yang seperti orang kelaparan. Tapi dia tidak berusaha menegur pemuda tampan itu sedikitpun.
"Sekarang ikutlah denganku, ada yang mau aku tunjukan kepadamu!" ucap Sarwana.
"Kemana?" tanya Dirga penasaran.
"Sudahlah, jangan banyak bertanya. Ikut aku saja!"
Sarwana berdiri dan berjalan menuju pintu,diikuti Dirga di belakangnya.
"Eh ... Sebentar, Sarwana! Apa kau akan menggendongku turun ke bawah?" Degup jantung Dirga mulai terasa memburu kencang.
"Hahahaha ... Aku tidak perlu menggendongmu. Kau bisa loncat sendiri ke bawah!"
"Gila ...! Apa kau ingin tubuhku hancur?" Pemuda tampan itu mendengus kesal.
"Bukankah aku tadi sudah menjelaskan khasiat lumut Tundra kepadamu? Dan saat ini kau bisa membuktikannya sendiri jika tulangmu sudah memiliki kualitas yang mumpuni."
"Kalau lumut itu belum bekerja sepenuhnya, apa yang akan terjadi?"
"Maka kau akan mati!" sahut Sarwana sambil terkekeh.
Dirga menelan ludahnya. Satu pilihan sulit harus dialaminya saat ini. Melompat turun atau tetap di atas pondok kayu tersebut.
Belum juga dia memutuskannya, tiba-tiba saja tangan Sarwana yang kekar mendorong punggung Dirga dan membuat pemuda itu melayang turun ke bawah dengan begitu cepat.
"Kera gila ...!" teriaknya begitu keras, hingga memantik perhatian puluhan kera yang mendengar umpatannya. Mereka bersorak gembira seolah melihat pertunjukan yang menarik.
Suara berdebum terdengar cukup keras ketika tubuh Dirga menghujam Bumi hingga menimbulkan cekungan yang cukup dalam dan lebar.
Dari atas, Sarwana menatap luncuran tubuh pemuda tampan itu dengan senyum merekah lebar. Terlebih ketika mengetahui tubuh Dirga baik-baik saja meski sudah menghantam tanah dengan begitu keras.
Sedetik berikutnya, kera besar itu menyusul melompat turun dan mendarat ringan di dekat tubuh Dirga. "Cepat bangun! Apa kau ingin tidur di situ?"
"Kera gila! Apa kau ingin membunuhku?!" umpat Dirga bersungut kesal. Dia berdiri dan keluar dari cekungan yang tercipta dari luncuran tubuhnya dari atas.
"Kira-kira kau sudah mati atau belum sekarang?"
Sarwana balik bertanya.
Dirga memeriksa sekujur tubuhnya. Semuanya masih utuh dan tidak ada luka sama sekali. Selain itu, dia juga tidak merasakan sakit sedikitpun meski tubuhnya sudah mendarat dengan begitu keras.